Sabtu, 29 Agustus 2009

Musuh Allah

Mengenal Musuh Allah

Muslim berkewajiban untuk wasapada, dan mempelajari tentang plot dan trik-trik musuhnya. Allah Swt. befirman dalam Al-Qur’an

“Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh (mu), karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (QS Al Fathir, 35: 6)

Ayat ini dengan jelas menginformasikan kepada kita siapa musuh kita, dia adalah: Syaitan.

Allah Swt. dengan tegas memerintahkan kita untuk menjadikan musuh kita sebagai musuh – tidak berteman atau pun bersekutu. Konsekuensinya, tidak diperbolehkan bagi seorang yang beriman untuk mempunyai rasa simpatik, cinta, kasih sayang, haru atau respek pada musuh-musuhnya. Allah Swt berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu.”

(QS Al Mumtahanah, 60: 1)

Sebagaimana telah diindikasikan pada ayat di atas bahwa Musuh-musuh Allah adalah musuh-musuh kita. Selanjutnya, seorang beriman hanya dibolehkan untuk mencintai orang-orang yang Allah Swt. cintai, dan membenci orang-orang yang Allah Swt. benci.

Sebagai contoh, jika Allah Swt. mengutuk sebuah bangsa atau masyarakat, tidak dibolehkan bagi seorang beriman untuk menuruti atau bersekutu dengan mereka (seperti bergabung dengan polisi mereka).

Lebih lanjut, Syaitan (musuh Allah) bisa dalam dua bentuk yang berbeda. Dia bisa berbentuk jin dan juga manusia (QS An Naas, 114:6). Pada saat Syaitan dalam bentuk jin sangat sulit bagi seseorang untuk melawannya, kecuali tentu saja dia adalah seorang beriman yang benar dan seorang Muwahid.

Namun, pada saat dia berbentuk manusia (yaitu Kuffar) itu lebih mudah untuk mengenalinya dan mempertahankan dirinya dari serangan Syaitan. Allah Swt. berfirman:

“Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.”

(QS An Nisaa’, 4: 101)

Berdasarakan ayat di atas, mengambil orang-orang Kafir sebagai musuh adalah kondisi/syarat untuk menjadi seorang Muslim. Ini karena mereka benar-benar menghina Allah Swt. dan selanjutnya, kita harus menghinakan mereka juga – walau pun jika itu terlarang untuk melakukannya. Allah Swt berfirman:

“…sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir.”

(QS Ali Imran, 3: 32)

Pada saat ini, jika seseorang bertanya, “maukah kamu mengambil Syaitan sebagai teman mu, memberikan suara untuk mereka atau bergabung dengan polisinya?” Dia seharusnya dengan pasti berkata “tidak.”

Namun jika seseorang ditanya dengan pertanyaan yang sama tetapi kata Syaitan diganti dengan “Kaafir”, dia mungkin akan menjawab, “Ya tentu saja! Itu adalah kewajiban bagi kita untuk melakukannya”, bahkan pernyataan ini adalah Kufur dan tidak ada perbedaan yang mutlak antara Syaitan dan Kaafir.

Demikian juga, banyak orang yang percaya bahwa merupakan perbuatan murtad untuk menjadi Mufti dari Syaitan. Tetapi pada saat kata Syaitan diganti dengan Thaghut, bisa saja dibolehkan – walau pun Thaghut adalah kata lain dari Syaitan. Semoga Allah Swt. melindungi orang-orang beriman dari sifat nifaq.

Selanjutnya dalam Islam tidak ada konsep “mencintai musuh mu” (sebagaimana telah diindikasikan pada ayat di atas Al Fatir, 35: 6), selanjutnya, cinta kita pada satu dengan yang lainnya adalah berdasarkan Imaan – bukan pada darah, ras, atau nasionalisme.

Selanjutnya tidak dibolehkan bahkan untuk bersekutu dengan saudaranya atau ayah-nya jika itu berdasarkan kebatilan atau lebih menyukai Kufur di atas Iman. Allah Swt. berfirman:

“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu jadikan bapa-bapa dan saudara-saudara mu menjadi wali(mu), jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka wali, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS At Taubah, 9: 23)

Konsekuensi mengambil Syaitan sebagai sekutu atau teman akan mendapatkan hukuman yang keras sekali dalam Islam. Faktanya dalam aturan Syari’ah, itu adalah perbuatan Riddah (murtad), dan inilah mengapa Rasulullah Saw. dan para Shahabatnya sangat tidak menyukai bersepakat dengan orang-orang yang bersekutu dengan Musyrikin.

Selanjutnya, hanya karena orang kafir adalah musuh kita itu tidak berarti bahwa serta merta kita harus membunuh mereka. Ketika Allah Swt. mengabarkan orang Kaafir sebagai musuh-Nya dan kita, itu dengan tujuan untuk memperingati kita agar tidak mengikuti mereka, meniru atau mendukung mereka.

Orang-orang Kafir adalah “Penghuni neraka”, dan mereka telah mendapatkan kemarahan dan kutukan Allah Swt.; selanjutnya ini adalah sebab mengapa kita meminta kepada Allah 17 kali sehari (ketika membaca Al-Fatihah) agar tidak menjadi seperti mereka.

Pada abad 21 ini tentara salib memerangi Islam dan kaum Muslimin. Musuh-musuh Allah sekarang berusaha untuk memaksa orang-orang beriman untuk mencintai mereka dan ideologi jahat mereka dengan membuat legislasi baru yang akan mencegah kaum Muslimin untuk memenuhi kewajiban mereka dan menganggap Islam menyerukan atau menyebarkan “agama kebencian”.

Selanjutya mereka (orang-orang kafir) juga ingin agar kaum Muslimin tidak memuji atau “memuliakan” individu yang telah memberikan perlawanan atau berjuang melawan musuh-musuh Islam, yakni para mujahid.

Ini karena – disamping mereka menguasai media massa dan menguasai kekayaan- mereka mempunyai trauma kegagalan yang sangat hebat dalam atau untuk mengalahkan pasukan kaum Muslimin.

Jika seorang Muslim tidak lagi bisa memenuhi kewajibannya dalam konsep tauhid yang asasi, yakni al-Wala wal Baraa’ (kecintaan dan kebencian berdasarkan syariat Islam) maka dia harus hijrah di negeri di mana dia bisa melakukannnya.

Pada saat ini, faktanya Yahudi dan Nasrani mengejek Islam, Rasulullah Saw. dan Mujahidin di dalam setiap aspek kehidupan. Ironisnya, kaum Muslimin dilarang untuk membalas mengejek ideologi jahat mereka, dan mengecam tentaranya.

Selanjutnya, seseorang dipuji dan dikagumi karena memanggil tentara-tentara Kuffar sebagai seorang “pahlawan”, tetapi mengutuk habis-habisan mujahidin dan menuduh mereka sebagai teroris, walaupun faktanya tentara-tentara Kuffar dan orang-orang beriman (Mujahidin) keduanya melakukan aksi terror, menghancurkan gedung-gedung dan membunuh “rakyat sipil”.

Wallahu’alam bis showab!





Kamis, 27 Agustus 2009

Dakwah Diteror

Dakwah Diteror

Sebagai seorang Muslim dan Da’i, adalah sebuah kewajiban secara mental dan fisik untuk mempersiapkan konsekuensi atas aktifitas kita.Orang-orang tidak akan mendapatkan masalah dari melaksanakan kewajiban individu kita, seperti shalat, puasa, tetapi jika kita menyeru mereka untuk menundukkan seluruh hawa nafsu dan hidup dengan aturan Allah – sebagaimana yang telah dilakukan Rasulullah SAW – kita dengan tidak diragukan lagi akan menemukan sebuah reaksi permusuhan.



Sebelum Nabi Muhammad SAW datang secara terang-terangan dengan risalah Islam orang-orang kafir bukan tidak memperhatikan mereka, dan bahkan dia digelari Al-Amien. Namun, pada saat dia diberikan kewajiban untuk menyeru orang-orang untuk meninggalkan kebiasaan mereka, meninggalkan jalan hidup mereka, dan hanya mengikuti serta menerima hukum Allah, dia dimusuhi, diboikot, dikiritik, ditertawakan dan disalahkan.

Nabi Muhammad SAW hanya menyeru mereka untuk melafalkan satu kalimah: “Laa ilaaha illallah, Muhammadur Rasulullah”, maka mengapa mereka bereaksi membenci dan memusuhi Allah, Rasul-Nya dan orang-orang beriman (Shahabah) ? Orang-orang kafir telah beriman pada Allah, jadi mengapa mereka begitu sulit untuk mendeklarasikan Kalimah Allah ?

Jawabannya sederhana bahwa kalimah laa ilaaha illah bukan hanya berarti “Tidak ada Tuhan selain Allah”. Laa ilaaha illallah berarti bahwa mereka akan menyerahkan kebiasaan mereka, tradisi, kemauan, hobi, jalan hidup, agama, ideologi dan kepercayaan mereka, dan hanya menerima Islam sebagai indentitas mereka dan Allah sebagai pembuat hukum bagi mereka. Lebih lanjut, ini sangat sulit bagi mereka untuk menerima dan itulah mengapa mereka – seperti bangsa yang sebelumnya – mendeklarasikan perang melawan Rasul Allah dan para Shahabatnya.

Para Shahabat ada yang dipukuli, ditawan, disiksa, dibunuh, dan Rasulullah SAW difitnah, dituduh mencuci otak pemuda dan dicap sebagai orang gila (majnun), pembohong, dan tukang sihir.

Kepada Muslim, kita harus berfikir dan bertanya kepada diri kita : jika itu terjadi kepada pemimpin kita, apakah itu juga akan terjadi pada kita ?! Bagaimana bisa kita berharap untuk hidup berdasarkan pada ajarannya SAW dan tidak mengantisipasi terhadap reaksi yang sama, permusuhan dan konsekuensi yang dia dan shahabatnya telah hadapi ? Pernahkah dalam kehidupan Rasulullah hidup dengan menaati hukum mereka (buatan manusia), atau pernahkah dia menyeru masyarakat untuk menaati hukum Allah ? pernakah Abu Lahab (dan para pemimpin Tawaghit di masa Rasulullah) dan menteri-menterinya memuji beliau, mengizinkannya untuk berbicara tentang Islam dan mempunyai masjid sendiri, atau pernahkah mereka memerintahkan polisi mereka untuk menangkap beliau SAW dan menghentikan aktifitasnya?

Kita harus selalu mengisi dalam benak kita bahwa Ahlul Haq akan selalu dibenci oleh mayoritas dan bahwa Islam akan terlihat sebagai sesuatu yang aneh. Lebih lanjut, kita seharusnya tidak pernah mengharapkan kuffar untuk mencintai kita dan dien kita, dan memberikan kita publisitas bagus di media. Jika kuffar telah memuji kita dan merasa puas dengan kita, ini berarti bahwa kita telah mengkompromikan kepercayaan kita, atau mereka berbohong. Jika kuffar membenci Rasulullah SAW (dan bahkan berusaha untuk membunuhnya) mereka juga akan membenci orang-orang yang berusaha untuk mengikutinya. Mereka hanya akan mengagumi dan memuji Munafiqun dan orang-orang moderat.

Kapan saja (dahulu dan sekarang) Ahlul Haq berbicara seluruh dunia akan mendengarkan mereka; kuffar, komunitas lokal, teman-teman mereka, lawan dan bahkan mereka yang tidak setuju dengan mereka akan mengunjungi web site mereka dan tekun mendengarkan apa yang mereka katakan. Ini karena da’i seperti sebuah sel yang hidup, penuh dengan energi, ide-ide baru dan inspirasi pemikiran. Dia berbicara tidak seperti orang lain dan pandangannya unik dan kuat, dan inilah mengapa dia menerima banyak perhatian dan menjadi sorotan media daripada orang-orang moderat – yang dengan mudah memuntahkan apa yang kuffar katakan.

Para Da’i akan selalu berkomentar pada apa yang terlihat di selilingnya dan tidak akan pernah tinggal diam tentang munkar (kejahatan). Dia akan mengaplikasikan Al-Qur’an dan As-Sunnah untuk realitas dan menganalisa kejadian-kejadian baru berdasarkan pada Kitab Allah dan Sunnah Muhammad SAW.

Pada saat Rasulullah SAW dahulu mengajak Musyrikin kepada Islam dia menunjukkan kondisi aktual mereka. Dia akan mengutuk kebiasaan buruk mereka seperti judi, membunuh anak (aborsi), zina, homoseksual, menipu di pasar, rasisme dan seterusnya kemudian sesudah itu memperkenalkan Islam sebagai satu-satunya alternatif dan solusi.

Kepada Ummat Muslim, jika kita menginginkan untuk bersama dengan Rasulullah SAW, para Shahabatnya dan Nabi sebelum beliau di surga, kita harus berusaha untuk menjadi seperti mereka dan bersiap-siap menghadapai penderitaan sebagaimana mereka menderita. Haq akan selalu berbenturan dengan batil dan selanjutnya mereka tidak bisa berdampingan satu sama lain. Adalah sebuah kewajiban kita untuk meyakinkan bahwa Al-Haq melebihi Al-Batil.

Allahu Akbar…..!

Penjelasan Muqodimah AD Muhammadiyah 2

Pokok pikiran kedua :

“Hidup manusia itu bermasyarakat.”


Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqaddimah Anggaran Dasar sebagai berikut:

“Hidup bermasyarakat itu adalah sunnah (hukum qudrat iradat) Allah atas hidup manusia di dunia ini.”



Keterangan:
1. Bagi Muhammadiyah yang bermaksud memakmurkan dunia memandang manusia dengan kehidupannya adalah merupakan obyek pokok dalam hidup pengabdiannya kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa.
2. Manusia adalah makhluk Allah yang berpribadi. Dengan mempelajari sifat dan susunan hidup manusia di muka bumi, nyatalah bahwa manusia itu bagaimanapun sempurna pribadinya, tidaklah akan mempunyai arti dan nilai hidupnya, kalau sifat kehidupannya secara perseorangan (sendiri-sendiri).
3. Hidup bermasyarakat adalah satu ketentuan dan adalah untuk memberi nilai yang sebenar-benarnya bagi kehidupan manusia. Maka Pribadi manusia dan ketertiban hidup bersama adalah merupakan unsur pokok dalam membentuk dan mewujudkan masyarakat yang baik, bahagia dan sejahtera.

Pokok pikiran ketiga

“Hanya hukum Allah yang sebenar-benarnya satu-satunya yang dijadikan sendi untuk membentuk pribadi yang utama dan mengatur ketertiban hidup bersama (masyarakat) dalam menuju hidup bahagia dan sejahtera yang hakiki , di dunia dan di akhirat.

Pokok Pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqaddimah Anggaran Dasar sebagai berikut:

“Masyarakat yang sejahtera, aman damai makmur dan bahagia hanya dapat diwujudkan di atas keadilan, kejujuran persaudaraan dan gotong-royong bertolong-tolongan dengan bersendikan hukum Allah, yang sebenar-benarnya, lepas dari pengaruh syaitan dan hawa nafsu.

Agama Allah yang dibawa dan diajarkan oleh sekalian Nabi yang bijaksana dan berjiwa suci, adalah satu-satunnya pokok hukum dalam masyarakat yang utama dan sebaik-baiknya.

Keterangan:
1. Pendirian tersebut lahir dan kemudian menjadi keyakinan yang kokoh kuat adalah hasil setelah mengkaji, mempelajari dan memahami ajaran Islam dalam arti dan sifat yang sebenarnya.
2. Agama Islam adalah mengandung ajaran-ajaran yang sempurna dan penuh kebenaran, merupakan petunjuk dan rahmat Allah kapada manusia untuk mendapatkan kebahagiaan hidup yang hakiki di dunia dan akhirat.
Artinya:
Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. (QS. Ali Imran, 3 : 19)
Artinya :
Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan Dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. (QS. Ali Imran, 3 : 85)
Artinya:
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. (QS. Al Maidah : 3)
Artinya :
Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (QS. Al Anbiya’ : 107)

3. Apakah agama itu?

Artinya:
Agama adalah apa yang telah disyariatkan Allah dengan perantaraan Nabi-Nabi berupa perintah-perintah dan larangan serta petunjuk-petunjuk untuk hambaNya di dunia dan akhirat.” (Keputusan Majelis Tarjih, hal. 276)

Artinya:
Agama (Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw) ialah apa yang diturunkan Allah di dalam Al Qur’an dan yang tersebut dalam Sunnah yang shahih, berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk-petunjuk untuk kebaikan hamba-Nya di dunia dan akhirat.” (Keputusan Majelis Tarjih).

4. Dari takrif agama seperti tersebut d atas dapatlah diketahui Muhammadiyah berpendirian bahwa dasar hukum/ajaran Islam adalah: Al Qur’an dan Sunnah (Hadits) shahih. Adapun mengenai Qiyas, Muhammadiyah mempunyai pendirian sebagai berikut:

Artinya:
a. Dasar yang mutlak di dalam menentukan hukum/peraturan Islam ialah Al Qur’an dan Hadits.
b. Dalam menghadapi soal-soal yang telah terjadi dan diperlukan mengetahui hukumannya karena akan diamalkan, serta soal itu tidak bersangkutan dengan ibadah mahdi, sedang untuk alasan atasnya tidak terdapat nash sharih yang mantuq di dalam Al Qur’an atau Hadits Shahih, maka jalan untuk mengetahui hukumnya, dipergunakan ijtihad dan istimath dari nash yang ada dengan melalui persamaan illat, sebagaimana yang telah dilakukan oleh ulama salaf dan khalaf. (Keputusan Majelis Tarjih).
5. Muhammadiyah dalam memahami atau istimbath hukum agama ialah kembali kepada Al Qur’an dan Sunnah Shahih dengan memakai cara yang menurut istilahnya dinamakan TARJIH ialah dalam satu permusyawaratan dengan memperbandingkan pendapat-pendapat dari ulama-ulama (baik dari dalam maupun dari luar Muhammadiyah, termasuk pendapat Imam-Imam), untuk kemudian mengambil mana yang lebih dianggap mempunyai dasar dan alasan yang lebih kuat. Dengan demikian paham Muhammadiyah tentang agama adalah dinamis, berkembang maju dan dapat menerima perubahan/pembaharuan asal dengan hujjah dan alasan yang lebih kuat.
6. Dengan takrif agama seperti tersebut di atas pula, Muhammadiyah mempunyai paham bahwa ajaran Islam tidak hanya mengenai soal-soal perseorangan seperti soal-soal I’tikad, ibadah da akhlak, tetapi mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, baik aspek kehidupan perseorangan ataupun aspek kehidupan kolektif, seperti soal-soal i’tiqqad, ibadah, akhlak, kebudayaan, pendidikan, pengajaran, ilmu pengetahuan, sosial, ekonomi, juga soal politik kenegaraan dan lain sebagainya. Ajaran agama adalah untuk kebahagiaan hidup manusia baik di dunia maupun di akhirat.

Pokok pikiran keempat

“Berjuang menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, adalah wajib, sebagai ibadah kepada Allah berbuat ihsan dan islah kepada manusia/masyarakat.”


Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqaddimah Anggaran Dasar sebagai berikut:
“Menjunjung tinggi hukum Allah lebih dari pada hukum yang mana pun adalah kewajiban mutlak bagi tiap-tiap orang mengaku bertuhan kepada Allah.
Agama Islam adalah agama Allah yang dibawa oleh sekalian Nabi, sejak Nabi Adam sampai Nabi Muhammad Saw dan diajarkan kepada umatnya masing-masing untuk mendapatkan hidup bahagia dunia dan akhirat.”

Keterangan:
1. Usaha menjunjung tinggi dan menegakkan agama Islam untuk merealisir ajaran-ajarannya guna mendapat keridhaan Allah adalah dinamakan Sabilillah.

Artinya:
“Sabilillah ialah jalan (media) yang menyampaikan kepada apa yang diridhai Allah dari semua amal yang diizinkannya, untuk memuliakan agama-Nya dan melaksanakan hukum-hukum-Nya.” (Keputusan Majelis Tarjih)

2. Berjuang menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya (jihad fisabilillah) adalah menjadi ciri keimanan seseorang.

Artinya:
Orang-orang mukmin itu hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasulNya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad (berjuang) dengan harta benda dan diri mereka di dalam sabilillah. Orang-orang itu mereka adalah orang-orang yang benar.

3. Pendirian tersebut merupakan kerangka dan sifat perjuangan Muhammadiyah secara keseluruhan. Tidak boleh ada satu kegiatan pun dalam Muhammadiyah yang keluar/menyimpang kerangka dan sifat yang sedemikian itu.

4. Perjuangan demikian itu dicetuskan oleh 2 (dua) faktor:
a. Faktor Subyektif:
1) Kesadaran akan kewajiban beribadah kepada Allah berbuat ihsan dan islah kepada manusia/masyarakat.
2) Paham akan ajaran-ajaran Islam yang sebenar-benarnya dengan keyakinan akan keutaman dan tepatnya untuk sendi dan mengatur dan kehidupan manusia/masyarakat.
b. Faktor Obyektif:
Rusaknya masyarakat Islam khususnya dan masyarakat umumnya sebab meninggalkan atau menyeleweng dari ajaran-ajaran Islam baik karena tidak mengetahui, salah atau kurang memahami ajaran-ajaran Islam yang benar, ataupun karena adanya usaha dari luar yang berusaha mengalahkan Islam, dengan ajaran lain.

5. Ajaran Islam menurut paham Muhammdiyah adalah mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Maka utuk melaksanakan maksud perjuangan: “Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam” agar manusia/masyarakat pada umumnya dapat mengerti dan memahami serta mau menerima dan melaksanakan ajaran-ajaran Islam, adalah menjadi kewajiban Muhammadiyah untuk dapat menyiapkan/ menyusun konsepsi yang lengkap, jelas dan ilmiah mengenai soal-soal yang menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia, seperti soal-soal I’tiqad, ibadah, akhlak, kebudayaan, pendidikan-pengajaran, ilmu pengetahuan sosial, ekonomi, juga soal politik kenegaraan dan lain sebagainya berdasarkan ajaran Islam yang asli dan murni, baik mengenai teorinya sampai juga mengenai tuntunan pelaksanaannya, yang kesemuanya itu dalam rangka mencapai tujuan perjuangannya, ialah “terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.”
Dengan konsepsi itu barulah Muhammadiyah akan dapat melakukan perjuangan di tengah-tengah gelanggang dan arena dengan penuh keyakinan semangat, secara positif dan terarah serta akan sanggup menghadapi segala tantangan.

6. Orang yang diperkenankan oleh Tuhan dapat menunaikan amanahnya sebagai khalifahNya di bumi, ialah orang-orang yang beriman dan kebenaran ajaran agamaNya serta mereka mampu untuk mengamalkan/merealisirnya.
Artinya:
“Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman (akan kebenaran ajaran-ajaran agamaNya) dari mereka sekalian dan mereka mampu mengamalkan merealisir ajaran yang baik itu, niscaya Allah akan menjadikan mereka khalifahNya di bumi, sebagaimana Allah telah menjadikan khalifah orang-orang yang sebelum mereka, dan Allah akan memperkokoh undang-undang/peraturan-peraturan mereka yang telah mendapat keridhaan Allah, dan niscaya Allah akan menggantikan dari sesudah ketakutan mereka dengan kesentosaan. Mereka senantisa beribadah kepada-Ku, tidaklah mensyariatkan sesuatu pun kepadaKu, barang siapa ingkar sesudah itu, maka orang-orang itu adalah orang-orang yang fasiq (menyeleweng).” QS. An Nuur : 55)

Dari ayat tersebut jelaslah bahwa syarat yang diperlukan untuk dapat melaksanakan amanah Allah sebagai khalifahNya ialah keahlian dengan kepercayaan yang sungguh-sunguh dalam soal agama (tenaga ulama), keahlian dalam ilm dunia/umum (tenaga cendekiawan dan sarjana) serta tenaga pelaksana (teknis). Maka Muhammadiyah harus memiliki tiga golongan tersebut, ialah ulama, sarjana dan teknis serta mereka harus diintegrasikan dalam melaksanakan tugas perjuangan.

7. Muhammadiyah dibuktikan dari sejarahnya, adalah merupakan gerakan (agama) Islam yang mempunyai kesadarandan rasa tanggungjawab penuh terhadap negara, bangsa dan kenasionalan Indonesia.
Dalam perjuangan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Muhammadiyah berkeyakinan akan dapat menyumbangkan dharma bakti sebanyak-banyaknya kepada negara dan bangsa Indonesia yang berdasar Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, menuju terbentuknya masyarakat adil-makmur, sejahtera, bahagia lahir batin.
Bahkan Muhammadiyah berkeyakinan, bahwa dengan ajaran Islam Muhammadiyah sanggup mengisi dan mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, secara konkret dan sempurna serta akan lebih membawa dan memberi manfaat yang sebanyak-banyaknya. Dalam pengertian yang sedemikian itu, Muhammadiyah berjuang membantu Pemerintah dalam perjuangan nasional dalam membangun dan memelihara negara untuk mencapai masyarakat adil dan makmur yang diridhai Allah.

KESIMPULAN

Pokok pikiran pertama, kedua, ketiga, dan keempat tersebut di atas pada pokoknya menyangkut bidang idiil. Hal-hal tersebut merupakan persoalan-persoalan pokok daripada ideologi Muhammadiyah.
Di dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah pokok-pokok pikiran tersebut dirumuskan secara konkret dalam Pasal 2 dan 3, ialah mengenai asas serta maksud dan tujuan, sebagai berikut:

Pasal 2 : Asas
Persyarikatan ini berasaskan ISLAM

Pasal 3 : Maksud Dan Tujuan
Maksud dan tujuan persyarikatan ialah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.”
Sedang pokok-pokok pikiran selanjutnya, ialah kelima dan keenam merupakan persoalan pokok dalam memperjuangkan ideologi tersebut.

Rabu, 26 Agustus 2009

Densus Berulah Lagi


Jakarta (Arrahmah.com) - Inilah tingkah polah aparat di negeri ini. Main tangkap, main culik, khususnya kepada Muslim dan siapa pun yang menyuarakan Islam. M Jibriel Abdulrahman, pimpinan Ar Rahmah Media dan pengelola situs Arrahmah.com, yang konsisten menyuarakan berita dunia Islam dan jihad dunia, yang siang hari baru saja dijadikan DPO oleh Polri, sore harinya ‘diculik’ orang tak dikenal. Anehnya, Kadiv Humas Mabes Polri tidak tahu siapa aparat yang melakukan kekejian tersebut. Tindakan ini tentu saja patut disayangkan dan memperjelas bahwa perang melawan terorisme sejatinya adalah perang memerangi Islam dan kaum Muslimin.

Ingat wahai penguasa akan firman Allah SWT:

"Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. dan Allah Sebaik-baik pembalas tipu daya”. Al Anfal 30

Tunggulah Allah pasti akan membalas tipu dayamu
Tunggulah Allah pasti akan membalasmu
ya Allah hancurkan kekuatan para musuh-musuh Islam
Hancurkan para pembuat makar dan tipu daya terhadap agamaMu
ya Allah porak-porandakan kekuatan mereka
yang senantiasa memusuhi dan menghalangi dakwah Islam
ya Allah adzablah mereka baik didunia maupun akherat
ya Allah hinakanlah mereka

Senin, 24 Agustus 2009

Penjelasan Muqadimah AD Muhammadiyah


PENJELASAN
MUQODIMAH ANGGARAN DASAR
MUHAMMADIYAH

PENDAHULUAN

Muhammadiyah adalah suatu organisasi, merupakan alat perjuangan untuk mencapai suatu cita.
Muhammadiyah didirikan di atas (berlandaskan) dan untuk mewujudkan pokok pikiran-pokok pikiran yang merupakan prinsip-prinsip/pendirian-pendirian bagi kehidupan dan perjuangannya.
Pokok pikiran-pokok pikiran/prinsip-prinsip/pendirian yang dimaksud itu merupakan asas-asas kepribadiannya.
Di atas pokok pikiran-pokok pikiran/prinsip-prinsip/pendirian yang dimaksud adalah hak dan nilai hidup Muhammadiyah secara ideologis.
Pokok pikiran-pokok pikiran/prinsip-prinsip/pendirian yang dimaksud itu diuraikan dalam Muqadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah.

Lahirnya Muqadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah

1. Muqadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah dibuat oleh almarhum Ki Bagus H. Hadikusuma (Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah tahun 1942-1953), dengan bantuan beberapa orang sahabat-sahabatnya. Dimulai menyusunnya pada tahun 1945 dan disahkan pada Sidang Tanwir tahun 1961.
2. Disusunnya Muqadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah tersebut mempunyai latar belakang yang perlu sekali diketahui untuk dapat memahami fungsinya.
3. Latar belakang tersebut adalah mulai nampak/terasa adanya kekaburan dalam Muhammadiyah sebagai akibat proses kehidupannya sesudah lebih dari 30 tahun yang ditandai oleh:
a. Terdesaknya pertumbuhan dan perkembangan jiwa/ruh Muhammadiyah oleh perkembangan lahiriah.
b. Masuknya pengaruh dari luar yang tidak sesuai yang sudah menjadi lebih kuat.
4. Muqadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah tersebut merupakan hasil ungkapan Ki Bagus menyoroti kembali pokok pikiran-pokok pikiran Almarhum K.H.A. Dahlan yang merupakan kesadaran beliau dalam perjuangan selama hidupnya, yang antara lain hasilnya ialah berdirinya Persyarikatan Muhammadiyah.
5. Ki Bagus berharap mudah-mudahan dengan Muqadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah ini dapatlah kiranya Muhammadiyah dijaga, dipelihara dan atau ditajdidkan, agar selalu dapat dengan jelas dan gamblang diketahui: Apa dan Bagaimana Muhammadiyah itu.



PENJELASAN TENTANG MUQADIMAH
ANGGARAN DASAR MUHAMMADIYAH

Muqadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah mengandung 7 (tujuh) pokok pikiran-pokok pikiran/prinsip/pendirian, ialah:

Pokok Pikiran Pertama:

“Hidup manusia harus berdasarkan tauhid (meng-esa-kan) Allah: ber-Tuhan beribadah serta tunduk dan taat kepada Allah.”

Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqadimah Anggaran Dasar sebagai berikut:

“Amma ba’du. Bahwa sesungguhnya ke-Tuhanan itu adalah hak Allah semata-mata. Ber-Tuhan dan beribadah serta tunduk dan taat kepada Allah adalah satu-satunya ketentuan yang wajib atas tiap-tiap makhluk terutama manusia.”

Keterangan:
1. Ajaran tauhid adalah inti/esensi Islam yang tetap, tidak berubah-ubah, sejak agama Islam yang pertama sampai yang terakhir.
Artinya:
“Tiadalah Kami mengutus seorang utusan pun dari sebelum engkau (Muhammad) kecuali senantiasa Kami wahyukan kepadanya: bahwa sesungguhnya tiada Tuhan kecuali Kami. Maka menghambalah kamu sekalian kepada-Ku.”
(Surat Al Anbiyaa’, 21: 25)

Seluruh ajaran Islam bertumpu dan memanifestasikan kepercayaan Tauhid. Berdasarkan Tauhid sepenuh-penuhnya dalam arti dan proporsi yang sebenar-benarnya, berarti berdasarkan Islam.

2. Kepercayaan Tauhid mempunyai 3 (tiga) aspek:
2.1. Kepercayaan dan keyakinan bahwa hanya Allah lah yang kuasa menciptakan, memelihara, mengatur dan menguasai alam semesta.
2.2. Kepercayaan dan keyakinan bahwa hanya Allah lah Tuhan yang Haq.
2.3. Kepercayaan dan keyakinan bahwa hanya Allah lah yang berhak dan wajib dihambai (disembah).
Artinya:
“Sesungguhnya Tuhan yang memeliharamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi.” (QS. Al Araf, 7: 54)
Artinya:
“Maka ketahuilah bahwasannya tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali hanya Allah.” (QS. Muhammad, 47: 19)
Artinya:
“Tuhanmu telah memutuskan agar kamu sekalian tidak menghambakan diri kecuali kepada-Nya.” (QS. Al Isra’, 17: 23)

3. Kepercayaan Tauhid membentuk 2 (dua) kepercayaan kesadaran:
3.1. Percaya akan adanya Hari Akhir, dimana manusia akan mempertanggungjawabkan hidupnya di dunia ini.
3.2. Sadar bahwa hidup manusia di dunia ini semata-mata untuk amal saleh.

Tiga perkara tersebut yakni iman kepada ketuhanan Allah, iman kepada hari akhir dan amal saleh merupakan rukun-rukun asasi ajaran Islam.
Artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman (kepada agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad yakni orang-orang Islam) orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Sabiin (menyembah benda-benda alam), siapa saja yang mau beriman kepada Allah, hari akhir dan beramal saleh, mereka pasti mendapatkan pahala mereka di sisi Tuhan mereka serta tiada kekhawatiran atas mereka dan mereka tidak akan bersedih hati.” (QS. Al Baqarah, 2: 62)

4. Dengan melaksanakan dasar tersebut dalam hidup dan kehidupannya, manusia akan dapat menempatkan dirinya pada kedudukan yang sebenarnya, sesuai dengan sengaja Allah menciptakan manusia.

5. Dengan melaksanakan dasar tersebut dalam hidup dan kehidupannya, manusia akan dapat mempertahankan kemuliaan dirinya, tetap menjadi makhluk yang termulia: demikian juga sebaliknya.
Artinya :
4. Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya .
5. Kemudian Kami kembalikan Dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka),
6. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.
(QS.At Tin, 95 : 4-6)

6. Dengan melaksanakan dasar tersebut dalam hidup dan kehidupannya, manusia akan menjadikan seluruh hidup dan kehidupannya semata-mata untuk beribadah kepada Allah (beramal saleh) guna mendapat keridaanNya.
Artinya :
“Dan tiadalah kami menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi (beribadah) kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat, 51: 56)

7. Apakah ibadah itu.

Ibadah ialah taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah, dengan menaati segala perintahnya, menjauhi larangannya dan mengamalkan yang diizinkannya. Ibadah itu ada yang umum dan ada yang khusus:
a. yang umum ialah segala amal yang diizinkan Allah;
b. yang khusus ialah apa yang telah ditetapkan Allah perinciannya, tingkah serta tata caranya yang tertentu.” (Putusan Majelis Tarjih).
Jadi hidup beribadah ialah hidup untuk mendekatkan diri kepada Allah Yang Maha Esa dengan melaksanakan ketentuan-ketentuannya yang menjadi peraturannya, guna mendapatkan keridaanNya.

8. Ujud hidup beribadah
Manusia hidup di dunia ini telah dengan kesanggupan untuk mengemban amanah Allah.
Artinya:
Sesungguhnya Kami telah menawarkan kepada para penghuni langit, bumi dan gunung-gunung, Mereka sama enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan Amat bodoh. (QS. Al Ahzab, 33 : 72)

Amanah Allah yang menjadi tanggungan dan kewajiban manusia dalam hidupnya di dunia ini ialah menjadi KHALIFAH (pengganti) Allah di bumi, yang tugasnya:
Membuat kemakmuran bumi (dunia) dengan kemampuan mengatur dan membangun serta menciptakan dan memelihara keamanan dan ketertibannya.
Artinya:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (QS. Al Baqarah, 2 : 30)

Artinya:
Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu Amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al An’am, 6 : 165)

Artinya:
Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku Amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)."(QS. Hud, 11: 61)

Jadi, ujud hidup beribadah yang sepenuhnya ialah hidup taqarrub kepada Allah, digunakan untuk menunaikan amanahNya sebagai khalifahNya di bumi, membangun dan mengatur dunia serta menciptakan dan memelihara keamanan dan ketertibannya guna memakmurkannya, dengan mematuhi ketentuan Allah yang menjadi peraturanNya

9. Amal ibadah yang wajib ditunaikan itu tidak saja yang bersifat hubungan langsung antara manusia dengan Tuhan seperti salat, puasa, haji, menderas Al Qur’an dan lainnya seperti itu, tetapi wajib ditunaikan pula amal ibadah yang sifatnya berbuat islah dan ihsan kepada manusia dan masyarakat, ialah berjuang untuk kebahagiaan dan kesejahteraan manusia serta masyarakat.

10. Bagi dan dalam Muhammadiyah, amal ibadah yang bersifat kemasyarakatan ialah berjuang untuk kebaikan, kebahagiaan dan kesejahteraan manusia/masyarakat inilah yang dilaksanakan, sebagai kelengkapan amal ibadah pribadi yang langsung kepada Allah.

11. Paham dan pandangan hidup yang berasaskan ajaran Islam yang murni yang pokoknya adalah ajaran Tauhid seperti yang diterangkan di atas, tidak bisa lain daripada membentuk tujuan hidupnya di dunia untuk mewujudkan masyarakat yang baik, yang di dalam Muhammadiyah tujuan tersebut dirumuskan : MEWUJUDKAN MASYARAKAT ISLAM YANG SEBENAR-BENARNYA: ialah sebagai ibadahnya dalam rangka menunaikan amanah Allah.
Bersambung....

Rabu, 12 Agustus 2009

Killing US Soldiers Iraq War


IEDs Killing US Soldiers Iraq War - Watch a funny movie here

Boikot Produk Yahudi


Ayo kita boikot produk-produk Yahudi dan sekutunya!!!!!!



Bom


Inilah bukti nyata bahwa Amerika dan sekutunya kalah dalam peperangan melawan Mujahidin
Semoga Allah senantiasa memberikan kekuatan dan kemenangan kepada para Mujahid di manapun mereka berada




















Sniper



Bom buat kaum kuffar

Selasa, 11 Agustus 2009

Sniper Jihad


Suatu realita bahwa sekutu kalah dalam peperangan melawan Mujahidin dimanapun mereka berada. Semoga Allah menolong para mujahid dan menghancurkan kekuatan kaum kuffar

Minggu, 09 Agustus 2009

Jejak Komando Jihad

Latar Belakang Gerakan Komando Jihad
Oleh Umar Abduh

Pengantar Redaksi
Tulisan berjudul Latar Belakang Gerakan Komando Jihad ini, berasal dari makalah yang disampaikan Umar Abduh pada forum “Diskusi Ahli: Penelitian Komando Jihad” yang diselenggaran oleh Tim Riset Pusham UII (Universitas Islam Indonesia, Jogjakarta) dan Elsham (Jakarta), yang berlangsung pada tanggal 14 Februari 2006 di Hotel Jogja Plaza, Jogjakarta. Makalah tersebut dilengkapi dengan lampiran yang jumlah keseluruhannya mencapai 30 halaman lebih. Namun untuk keperluan publikasi di swaramuslim, lampiran tersebut tidak disertakan.

Berbicara tentang Komando Jihad, tidak bisa lepas dari gerakan NII (DI/TII) pimpinan SM Kartosoewirjo (SMK). Karena, seluruh tokoh penting yang terlibat di dalam gerakan Komando Jihad ini, adalah petinggi NII (DI/TII) pimpinan SMK yang dieksekusi pada September 1962 di sebuah pulau di Teluk Jakarta.

Boleh dibilang, gerakan Komando Jihad merupakan salah satu bentuk petualangan politik para pengikut SMK pasca dieksekusinya sang imam. Sebelumnya, pada Agustus 1962, seluruh warga NII (DI/TII) yang jumlahnya mencapai ribuan orang, mendapat amnesti dari pemerintah. Termasuk, 32 petinggi NII (DI/TII) dari sayap militer, belum termasuk Haji Isma’il Pranoto (Hispran) dan anak buahnya, yang baru turun gunung (menyerah kalah kepada pasukan Ali Moertopo) pada 1974.


Dari 32 petinggi NII (DI/TII) yang telah menyerah[1] kepada pihak Soekarno tanggal 1 Agustus 1962 itu, sebagian besar menyatakan ikrar bersama, yang isinya:

“Demi Allah, akan setia kepada Pemerintah RI dan tunduk kepada UUD RI 1945. Setia kepada Manifesto Politik RI, Usdek, Djarek yang telah menjadi garis besar haluan politik Negara RI. Sanggup menyerahkan tenaga dan pikiran kami guna membantu Pemerintah RI cq alat-alat Negara RI. Selalu berusaha menjadi warga Negara RI yang taat baik dan berguna dengan dijiwai Pantja Sila.” [2]


Sebagian kecil di antara mereka tidak mau bersumpah setia, yaitu Djadja Sudjadi, Kadar Shalihat, Abdullah Munir, Kamaluzzaman, dan Sabur. Dengan adanya ikrar tersebut, maka kesetiaan mereka kepada sang Imam telah bergeser, sekaligus mengindikasikan bahwa sebagai sebuah gerakan berbasis ideologi Islam, NII (DI/TII) sudah gagal total. Dan sisa-sisa gerakan NII pada saat itu (1962) dapat dikata sudah hancur lebur basis keberadaannya. Setelah tiga tahun vakum, ada di antara mereka yang berusaha bangkit melanjutkan perjuangan, namun dengan meninggalkan karakter militeristik dan mengabaikan struktur organisasi kenegaraan NII. Mereka inilah yang meski sudah menerima amnesti namun tidak mau bersumpah-setia sebagaimana dilakukan oleh sebagian besar mantan petinggi NII lainnya.

Gerakan tersebut menamakan diri sebagai gerakan NII Fillah (bersifat Non Struktural). Kepemimpinan gerakan dijalankan secara kolektif oleh Kadar Shalihat dan Djadja Sudjadi. Munculnya kelompok Fillah atau NII non struktural ini, ditanggapi serius oleh pihak militer NKRI. Yaitu, dengan menciptakan “keseimbangan”, dengan cara melakukan penggalangan kepada para mantan “mujahid” NII yang pernah diberi amnesti dan telah bersumpah setia pada Agustus 1962 lalu. Melalui jalur dan kebijakan Intelejen, pihak militer memberikan santunan ekonomi sebagai bentuk welfare approach (pendekatan kesejahteraan) kepada seluruh mantan “mujahid” petinggi NII yang menyerah dan memilih menjadi desertir sayap militer NII.

Nama-nama Tokoh Penting di Belakang Gerakan Komando Jihad

Nama Danu Mohammad Hasan[3] yang pertama kali dipilih Ali Murtopo untuk didekati dan akhirnya berhasil dibina menjadi ‘orang’ BAKIN, pada sekitar tahun 1966-1967. Pendekatan intelejen itu sendiri secara resmi dimulai pada awal 1965, dengan menugaskan seorang perwira OPSUS bernama Aloysius Sugiyanto.[4] Tokoh selanjutnya yang menyusul dibidik Ali Murtopo adalah Ateng Djaelani Setiawan.

Tokoh lain yang diincar Ali Murtopo dalam waktu bersamaan yang didekati Aloysius Sugiyanto adalah Daud Beureueh mantan Gubernur Militer Daerah Istimewa ACEH tahun 1947 yang memproklamirkan diri sebagai Presiden NBA (Negara Bagian Aceh) pada 20 September 1953, dan menyerah, kembali ke NKRI Desember tahun 1962.

Selanjutnya pendekatan terhadap para mantan petinggi sayap militer DI-TII yang lain yang berpusat di Jawa Barat dilakukan oleh Ibrahim Aji, Pangdam Siliwangi saat itu.[5] Mereka yang dianggap sebagai “petinggi NII” oleh Ibrahim Aji itu di antaranya: Adah Djaelani dan Aceng Kurnia. Kedua mantan petinggi sayap militer DI ini pada saat itu setidaknya membawahi 24-26 nama (bukan ulama NII). Sedangkan mereka yang dianggap sebagai mantan petinggi sayap sipil DI yang selanjutnya menyatakan diri sebagai NII Fillah –antara lain adalah Kadar Shalihat, Djadja Sudjadi dan Abdullah Munir dan Kamaluzzaman– membawahi puluhan ulama NII.

Pengaruh dan Akibat Kebijakan Intelejen Ali Murtopo – ORDE BARU.

Baik menurut kubu para mantan petinggi sayap militer maupun sayap sipil NII, politik pendekatan pemerintah orde baru melalui Ibrahim Aji yang menjabat Pangdam Siliwangi tersebut, sangat diterima dengan baik, kecuali oleh beberapa pribadi yang konon menolak uluran pemerintah tersebut, yaitu Djadja Sudjadi[6] dan Abdullah Munir. Para mantan tokoh sayap militer dan sayap sipil DI selanjutnya menjadi makmur secara ekonomi. Hampir masing-masing individu mantan tokoh DI tersebut diberi modal cukup oleh Pitut Suharto berupa perusahaan CV (menjadi kontraktor) dilibatkan dalam proyek Inpres, SPBU atau agen Minyak Tanah.

Kebijakan OPSUS dan Intelejen selanjutnya menggelar konspirasi dengan meminta para mantan laskar NII tersebut mengkonsolidasikan kekuatan melalui reorganisasi NII ke seluruh Jawa dan Sumatra. Pada saat itu Ali Murtopo masih menjabat Aspri Presiden selanjutnya menjadi Deputi Operasi Ka BAKIN dan merangkap Komandan OPSUS ketika mendekati detik-detik digelarnya ‘opera’ konspirasi dan rekayasa operasi intelejen dengan sandi Komando Jihad di Jawa Timur. Dalam waktu yang bersamaan Soeharto menyiapkan Renstra (Rencana Strategis) Hankam (1974-1978) sebagaimana dilakukan ABRI secara sangat terorganisir dan sistematis melalui penyiapan 420 kompi satuan operasional, 245 Kodim sebagai aparat teritorial dan 1300 Koramil sebagai ujung tombak intelejen dalam gelar operasi keamanan dalam negeri yang diberi sandi Opstib dan Opsus.

Yang tidak boleh dilupakan, pada saat yang bersamaan di tahun 1971-1973 tersebut Ali Murtopo juga melindungi sekaligus menggarap Nurhasan al-Ubaidah Imam kelompok Islam Jama’ah yang secara kelembagaan telah dinyatakan sesat dan terlarang oleh Kejaksaan Agung tahun 1971, namun pada waktu yang sama justru dipelihara serta diberi kesempatan seluas-luasnya melanjutkan kiprahnya menyesatkan ummat Islam melalui lembaga baru LEMKARI (Lembaga Karyawan Islam) di bawah naungan bendera Golkar dan berganti nama menjadi LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) yang berlanjut hingga sekarang.

Dari sinilah pendekatan itu berkembang menjadi makin serius dan signifikan, ketika Ali Murtopo mengajukan ide tentang pembentukan dan pembangunan kembali kekuatan NII, guna menghadapi bahaya laten komunis dari utara maupun dalam rangka mengambil alih kekuasaan. Ide Ali Murtopo ini selanjutnya diolah Danu Mohammad Hasan dan dipandu Pitut Suharto, disambut Dodo Muhammad Darda, Tahmid Rahmat Basuki (anak SMK) dan H.Isma’il Pranoto (Hispran).

Keberadaan dan latar belakang Pitut Suharto yang memiliki kedekatan hubungan pribadi dengan Andi Sele di Makassar, juga dengan H. Rasyidi [7] di Gresik Jawa Timur, pada tahun 1968 akhirnya ditugaskan Ali Murtopo untuk mengolah hubungan dan keberadaan para mantan petinggi NII yang sudah dirintisnya sejak 1965 tersebut dengan kepentingan membelah mereka menjadi 2 faksi.
Faksi pertama diformat menjadi moderat untuk memperkuat Golkar, dan faksi kedua diformat bagi kebangkitan kembali organisasi Neo NII.

Keterlibatan Pitut Suharto yang akhirnya dinaikkan pangkatnya menjadi menjabat sebagai Dir Opsus di bawah Deputi III BAKIN terus berlanjut, Pitut tidak saja bertugas untuk memantau aktifitas para mantan tokoh DI tersebut, tetapi Pitut sudah terlibat aktif menyusun berbagai rencana dan program bagi kebangkitan NII, baik secara organisasi maupun secara politik termasuk aksi gerakannya.

Ketika terjadi program-program pemberangkatan atau pengiriman pemuda (aktifis kader) Indonesia ke Timur Tengah –seperti Libya dan Saudi Arabia yang ujung-ujungnya terkait dengan konflik Moro (MNLF) dan kelompok perlawanan Aceh– Pitut Suharto-lah yang ditunjuk Ali Murtopo untuk mengantisipasi (memantau, mengurus dan menyelesaikan) masalah tersebut, sekalipun keberangkatan para kader aktifis Indonesia ke Libya tersebut terbukti hanya sebatas melakukan pelatihan militer semata.

Tetapi antisipasi yang dilakukan pihak pemerintah Indonesia pada saat itu terlampau maju dan cepat, sekitar tahun 1975 keberadaan kedutaan Libya di Jakarta dipaksa tutup. Tetapi skenario Opsus terhadap kebangkitan organisasi NII terus digelindingkan. Bahkan Pitut (pihak intelejen/orde baru) justru menggunakan isu politik Libya di mata Barat dan bangkitnya NII tersebut dijadikan sebagai isu sentral terkait dengan bahaya laten kekuatan ekstrem kanan di Indonesia.

Kebijakan Abbuse of Power Intelejen Ali Murtopo

Bersamaan dengan kebijakan itu (memanfaatkan situasi politik terhadap Libya tersebut) strategi Opsus yang dilancarkan melalui Pitut Suharto berhasil meyakinkan para Neo NII tersebut untuk sesegera mungkin menyusun gerakan jihad yang terkonsentrasi di Jawa dan Sumatra untuk melawan dan merebut kekuasaan Soeharto. Semakin cepat hal tersebut dilaksanakan semakin berprospek mendapat bantuan persenjataan dari Libya, yang sudah diatur Ali Murtopo.

Berkat panduan Letnan Kolonel TNI AD Pitut Suharto[8] kegiatan musyawarah dalam rangka reorganisasi NII yang meliputi Jawa-Sumatra tersebut berlangsung beberapa hari, hal itu justru dilaksanakan di markas BAKIN jalan Senopati, Jakarta Selatan. Di sinilah situasi dan kondisi (hasil rekayasa BAKIN-Ali Murtopo dan Pitut Suharto melalui kubu Neo NII Sabilillah di bawah Daud Beureueh, Danu Mohammad Hasan, Adah Djaelani, Hispran dkk) berhasil didesakkan kepada kubu Fillah yang dipimpin secara kolektif oleh Djaja Sudajadi, Kadar Shalihat dan Abdullah Munir dkk untuk memilih kepemimpinan. Hasil musyawarah kedua kubu (Fillah dan Sabilillah ini) yang dilakukan pada tahun 1976 ini menetapkan, kepemimpinan NII diserahkan kepada Tengku Daud Beureueh sekaligus membentuk struktur organisasi pemerintahan Neo NII yang terdiri dari Kementrian dan Komando kewilayahan (dari Komandemen Wilayah hingga Komandemen Distrik dan Kecamatan) namun tanpa dilengkapi dengan Majelis Syura maupun Dewan Syura.

Provokasi dan jebakan OPSUS terhadap para mantan tokoh DI berhasil, Struktur organisasi NII kepemimpinan Daud Beureueh berdiri dan berlangsung di bawah kendali Ali Murtopo yang saat itu menjabat sebagai Deputi Operasi Ka BAKIN melalui Kolonel Pitut Suharto.

Gerakan dakwah agitasi dan provokasi neo NII Sabilillah sponsor Pitut dan Ali Murtopo mulai berkembang ke seantero pulau Jawa. Muatan dakwah, agitasi dan provokasi para tokoh Neo NII bentukan Ali Murtopo-Pitut Suharto hanya berkisar seputar pentingnya struktur organisasi NII secara riil. Karenanya kegiatan seluruh anggota kabinet Neo NII adalah melakukan rekrutmen melalui pembai’atan secepatnya untuk mengisi posisi pada struktur wilayah (Gubernur sekaligus sebagai Pangdam = Komandemen Wilayah) dan posisi pada struktur Distrik (Bupati sekaligus sebagai Kodim = Komandemen Distrik) seraya menebar janji akan segera memperoleh supply persenjataan dari Libya sebanyak satu kapal[9] yang akan mendarat di pantai selatan Pulau Jawa.

Sasaran rekrutmen (pembai’atan) dilakukan hanya sebatas mengisi posisi pada komandemen distrik struktur Neo NII, maka sasaran rekrutmen dipilih secara tidak selektif di antaranya adalah para tokoh pemuda Islam dan ulama atau kiai yang nota bene sangat awam politik maupun organisasi.

Tugas rekrutmen untuk Jawa Tengah dan Jawa Timur dilakukan oleh H. Isma’il Pranoto dan H. Husein Ahmad Salikun. Di Jawa Timur aktifitas rekrutmen bagi kebangkitan Neo NII yang dilakukan oleh H. Isma’il Pranoto tersebut sama sekali tidak terlihat ada tindak lanjut apapun, baik yang berbentuk pelatihan manajemen dakwah dan organisasi maupun yang bersifat fisik baris berbaris, menggunakan senjata atau merakit bom. Tetapi hanya terhitung selang sebulan atau dua bulan kemudian, aparat keamanan dari Laksus tingkat Kodam, Korem dan Kodim menggulung dan menyiksa mereka tanpa ampun.

Jumlah korban penangkapan oleh pihak Laksusda Jatim yang digelar pada tanggal 6-7 Januari 1977 terhadap para rekrutan baru H. Isma’il Pranoto mencapai sekitar 41 orang, 24 orang di antaranya diproses hingga sampai ke pengadilan. H. Ismail Pranoto divonis Seumur Hidup, sementara para rekrutan Hispran yang juga disebut sebagai para pejabat daerah struktur Neo NII tersebut, baru diajukan ke persidangan pada tahun 1982, setelah “disimpan” dalam tahanan militer selama 5 tahun, dengan vonis hukuman yang bervariasi. Ada yang divonis 16 tahun, 15 tahun, 14 tahun hingga paling ringan 6 tahun penjara. H. Ismail Pranoto disidangkan perkaranya di Pengadilan Negeri Surabaya tahun 1978 dengan memberlakukan UU Subversif PNPS No 11 TH 1963 atas tekanan Pangdam VIII Brawijaya saat itu, Mayjen TNI-AD Witarmin[10]. Sejak itulah UU Subversif ini digunakan sebagai senjata utama untuk menangani semua kasus yang bernuansa maker dari kalangan Islam.

Nama Komando Jihad sendiri menurut H. Isma’il Pranoto merupakan tuduhan dan hasil pemberkasan pihak OPSUS, baik pusat maupun daerah (atas ide Ali Murtopo dan Pitut Suharto). Sementara penyebutan yang berlaku dalam tahanan militer Kodam VIII Brawijaya – ASTUNTERMIL di KOBLEN Surabaya, mereka dijuluki sebagai jaringan Kasus Teror Warman (KTW). Sementara keberadaan Pitut Suharto sendiri sejak tanggal 6 Januari 1977 – saat dimulainya penangkapan terhadap H. Isma’il Pranoto dan orang-orang yang direkrutnya sebagai kelompok Komando Jihad– Pitut justru menyelamatkan diri ke Jerman Barat, dan baru kembali ke Indonesia setelah 6 atau 7 tahun kemudian.

Di Jawa Tengah sendiri aksi penangkapan terhadap anggota Neo NII rekrutan H. Isma’il Pranoto dan H. Husen Ahmad Salikun oleh OPSUS, seperti Abdullah Sungkar maupun Abu Bakar Ba’asyir dan kawan-kawan berjumlah cukup banyak, sekitar 50 orang, akan tetapi yang diproses hingga sampai ke pengadilan hanya sekitar 29 orang. Penangkapan terhadap anggota Neo NII wilayah Jawa Tengah rekrutan H. Isma’il Pranoto dan H. Husen Ahmad Salikun berlangsung tahun 1978-1979.

Di Sumatera, aksi penangkapan secara besar-besaran berdasarkan isu Komando Jihad ini terjadi sepanjang tahun 1976 hingga tahun 1980, dan berhasil menjaring ribuan orang.

Sementara penangkapan terhadap para elite Neo NII –yang musyawarah pembentukan strukturnya dilakukan di markas BAKIN (jalan Senopati, Jakarta Selatan)– seperti Adah Djaelani Tirtapradja, Danu Mohammad Hasan, Aceng Kurnia, Tahmid Rahmat Basuki Kartosoewirjo, Dodo Muhammad Darda Toha Mahfudzh, Opa Musthapa, Ules Suja’i, Saiful Iman, Djarul Alam, Seno alias Basyar, Helmi Aminuddin Danu[11], Hidayat, Gustam Effendi (alias Ony), Abdul Rasyid dan yang lain dengan jumlah sekitar 200 orang, mereka ditangkap Laksus sejak akhir 1980 hingga pertengahan 1981. Namun dari sekitar 200 orang anggota Neo NII yang ditangkap OPSUS tersebut, hanya sekitar 30 elitenya saja yang dilanjutkan ke persidangan, selebihnya dibebaskan bersyarat oleh OPSUS termasuk beberapa nama yang menjadi tokoh komando KW-9 [12], kecuali satu nama tokoh, yaitu Menlu kabinet Neo NII yang bernama Helmi Aminuddin bin Danu.

Akan tetapi isu dan dalih keterkaitan dengan bahaya kebangkitan NII, Komando Jihad dan Teror warman berdasarkan hasil pengembangan penyidikan pihak keamanan terhadap mereka yang pernah ditangkap maupun yang diproses ke pengadilan, oleh pihak OPSUS digunakan terus untuk melakukan penangkapan-penangkapan secara continue dan konsisten.

Sekitar medio 1980 OPSUS Jawa Timur melakukan penangkapan terhadap 5 tokoh pelanjut Komandemen Wilayah Jawa Timur, Idris Darmin Prawiranegara. Kemudian dilanjutkan dengan penangkapan berikutnya pada medio 1982, terhadap orang-orang baru yang direkrut Idris Darmin di wilayah jawa timur dengan jumlah sekitar 26 orang.

Kesimpulan

Secara substansi, makna kebangkitan Neo NII yang lahir berkat dibidani dan buah karya operasi intelejen OPSUS tersebut, dengan demikian hal tersebut sangat tidak layak untuk dinilai dan atau diatasnamakan sebagai wujud perjuangan politik berbasis ideologi Islam (apalagi sampai dikategorikan sebagai jihad suci fie sabilillah).

Hakekat substansi dan orientasi kiprah gerakan reorganisasi yang dilakukan para mantan tokoh sayap militer NII tersebut adalah lebih didorong oleh dan dalam rangka memperoleh serta memperturutkan syahwat duniawi (materi dan kedudukan politis) kemudian bertemu-bekerjasama (bersimbiosis mutualistis) dengan para tokoh intelejen jahiliyah yang terkenal kebusukannya dan terkenal pula kerakusannya terhadap dunia (syahwat duniawi). Dengan demikian timbangan yang adil dan benar terhadap kasus Komando Jihad, Kebangkitan Neo NII maupun Fundamentalisme Jihad para mantan tokoh sayap militer DI tersebut merupakan wujud perjuangan atau pengorbanan yang bathil.

Hakekat orientasi dan substansi motivasi para pihak atau pribadi yang dilakukan karena semangat dan ketulusan untuk memperjuangkan Islam, yang tidak didorong dalam rangka memperoleh dan memperturutkan syahwat duniawi sebagaimana halnya sikap dan tindakan para mantan tokoh sayap sipil DI tersebut, hal itu menjadikan posisi mereka sebagai korban sekaligus menjadi bukti kebodohan mereka sendiri dalam bergama dan berpolitik akibat kebohongan, kebodohan dan kebathilan para mantan tokoh sayap militer DI sendiri dalam berpolitik dan beragama.

Seluruh bentuk kerugian atau efek samping apa saja yang muncul dan terkait akibat kebodohan dan pembodohan yang dilakukan atau menimpa masyarakat Neo NII dan Komando Jihad, terjadi akibat mengikuti efek domino dari provokasi dan agitasi para mantan tokoh sayap militer DI, yang secara sadar dan sepakat untuk dijebak dan diprovokasi oleh kebijakan intelejen OPSUS (orde baru). Oleh karenanya segala kerugian tersebut merupakan tanggungjawab mereka bersama (para korban Neo NII dan para subyek Neo NII maupun para aparat OPSUS) sekalipun bentuk dan wujud tanggungjawab masing-masing mereka berbeda-beda. Mengingat motivasi dan orientasi tanggungjawab ketiga pihak tersebut juga berbeda-beda, dalam pengertian:

 Eksistensi pihak ke III, adalah orang-orang yang bersedia direkrut dan memposisikan dirinya sebagai para pihak yang secara sadar telah terdorong dan termotivasi untuk berjihad secara ikhlas dan ihsan di jalan Islam namun terperosok dan terlanjur masuk ke dalam struktur gerakan Neo NII. Mereka harus bertanggungjawab atas dirinya sendiri untuk menyadari, menghentikan kesalahannya sendiri, selanjutnya bertanggung jawab untuk menentang kegiatan bodoh dan kekeliruan fundamental yang dilakukan pihak ke II - Neo NII. Selanjutnya posisi keberadaan mereka telah patut untuk disebut sebagai korban tak sadar dari abuse of Power, system dan kebijakan politik maupun intelejen Orde Baru. Namun secara Aqidah, ideology, syari’ah dan etika Islam mereka tidak diperkenankan melakukan penuntutan dalam bentuk apapun, baik terhadap pihak ke II maupun pihak ke I.


 Pihak ke II adalah para pihak yang secara sengaja dan sadar menjalin hubungan dengan pihak ke I, yang dikenal dan dipahami sebagai pejabat intelejen militer sekaligus sebagai pejabat pemerintah dan Negara yang jahat, culas, bengis dan kejam. Selain itu secara hukum, perundangan dan ideologi antara pihak ke II dan pihak ke I adalah berhadap-hadapan, bahkan cenderung membenci, memusuhi dan menentang secara lahir bathin terhadap keberadaan perjuangan politik dan agama Islam. Dengan demikian bentuk dan wujud tanggungjawab yang harus dipikul dan dilakukan oleh pihak ke II menurut hukum, undang-undang dan etika Islam adalah melakukan tobat dan memohon maaf kepada Allah, juga kepada pihak ke III dan ummat Islam. Selanjutnya mereka wajib menghentikan dan meninggalkan peran buruknya sebagai mitra persekongkolan dalam tindak kejahatan politik dan kebijakan intelejen Orde Baru, sekalipun untuk itu mereka tidak mendapatkan bayaran sebagaimana halnya dahulu saat pertama kali menerima kesepakatan kerja dengan iblis dan atau setan intelejen tersebut.


 Pihak ke I terdiri dari para pihak yang berada dalam posisi sebagai aparat territorial, sejak dari tingkat Kodim, Korem hingga Kodam yang pada masa itu disebut sebagai aparat Laksusda (DenSatgas Intel atau Intel Balak = Intelejen Badan Pelaksana) yang bertugas melakukan penangkapan, penyiksaan hingga pemberkasan terhadap jaringan gerakan Islam (Neo NII, Komando Jihad, Teror Warman, Teror Imran* dan Usrah) yang menjadi target obyek operasi intelejen. Pihak berikutnya adalah para pemrakarsa, pembuat scenario dan sutradara dari operasi intelejen yang dirancang oleh sayap intelejen yang berkuasa penuh di bawah struktur Kopkamtib.

Pihak ke I bisa juga disebut sebagai kekuatan bayangan dari struktur kekuasaan yang ada saat itu namun diformat memiliki kewenangan penuh untuk merancang program, mekanisme dan pengelolaan (mengendalikan) terhadap perjalanan system politik, ekonomi dan pemerintahan yang berlaku. Pihak ke I sangat dimungkinkan untuk melakukan kerjasama dan menerima order, baik dari penguasa domestic maupun asing, mengingat hukum Politik, kepentingan kekuasaan dan intelejen selalu mengglobal, sesuai peta dan kubu ideology yang eksis di dunia atau berlaku universal. Oleh karena itu pihak ke I diberi kewenangan luar bisa, baik dalam menyusun grand scenario hingga tingkat pelaksanaan (juklak) yang dilakukan secara rahasia dan rapi, selanjutnya dikordinasikan penerapan aturan mainnya dengan lemhannas dan departemen-departemen maupun kementrian. Dengan demikian tugas, peran dan keberadaan pihak ke I menurut garis besar haluan negara merupakan hal yang legal dan wajar, sekalipun untuk kepentingan itu harus mengorbankan apa saja (abuse of power: terhadap demokrasi dan HAM) atau membuat sandiwara dan rekayasa apa saja. Itulah hukum yang berlaku dalam dunia politik, kepentingan kekuasaan dan intelejen.

Selanjutnya pihak ke I adalah para pihak yang menjadi inisiator membangkitkan neo NII, memberikan stigma kepada ummat Islam, menciptakan beban psikologis kepada ummat Islam Indonesia yang hingga kini diposisikan sebagai produsen gerakan radikal bahkan pelaku teror. Sebagai aparat negara seharusnya mereka menggali potensi rakyat dan memberdayakan potensi tersebut ke tempat semestinya, bukan justru dijadikan instrumen politik untuk menggapai kekuasaan dan atau mempertahankan kekuasaan.

Secara aqidah, syari’ah dan etik Islam, peran dan keberadaan Pihak ke I telah sesuai dengan standar dari sifat dan wujud system kekuasaan dictatorial, dzhalim dan kuffar. Karenanya segala bentuk kejahatan, tindak kekerasan dan pelanggaran terhadap HAM yang dilakukan Pihak ke I terhadap pihak II dan pihak ke III hanya dipandang salah dan dapat dituntut atau dikenakan sanksi hukum berdasarkan hukum dan undang-undang internasional yang berwujud Declarations Of Human Right.

Atas kesalahan dan keterlibatan Militer dan intelejen secara serius dan mendetil dalam dunia politik praktis, maka Pihak ke I harus bertobat kepada Allah Tuhan semua manusia, seraya memohon maaf kepada ummat Islam yang telah diperdaya dan didzhaliminya, bahkan Pihak ke I harus memohon maaf kepada seluruh rakyat Indonesia, karena telah memasyarakatkan budaya konflik horizontal yang keberlangsungannya terus terjadi hingga sekarang.



* Keterangan Tambahan Mengenai Teror Imran

Munculnya kasus Jama’ah Imran pada pertengahan tahun 1980 berlangsung melalui proses yang berdiri sendiri. Dalam artian, tidak ada keterkaitan dan tidak ada hubungan –baik secara ideologi, fiqh maupun sikap dan warna politik– dengan eksistensi gerakan Neo NII atau Komando Jihad dan Teror Warman.

Memang sempat terjadi “interaksi” antara anggota Jama’ah Imran dengan beberapa elite KW-9 (Komandemen Wilayah 9) dalam struktur Neo NII atau Komando Jihad hasil ciptaan Ali Murtopo dan Pitut Suharto tersebut.

Bentuk “interaksi” yang terjadi pada akhir 1980-an itu, bukanlah “interaksi” yang kooperatif tetapi justru saling kecam dan saling ancam. Hal ini terjadi, karena H.M. Subari (alm) yang merupakan elite (orang struktur) Neo NII KW-9 pernah mengatakan, “dalam satu wilayah tidak boleh ada 2 Jama’ah dan 2 Imam yang berlangsung secara bersamaan, kecuali salah satunya harus dibunuh.”

Hal ini perlu penulis sampaikan, untuk menepis salah kaprah –selaligus untuk mempertegas– bahwa tidak ada kaitan apapun antara Jama’ah Imran dengan Gerakan Neo NII pasca SMK.

FOOTNOTE

[1] Padahal, amanat/wasiat sang imam (SMK) adalah tidak boleh menyerah.

[2] Rahmat Gumilar Nataprawira, RUNISI (Rujukan Negara Islam Indonesia). Dipertegas juga oleh pernyataan lisan dari Abdullah Munir dan tertulis dari Abdul Fatah Wirananggapati (pemegang amanah KUKT dari SMK 1953).

[3] Mantan Panglima Divisi atau Komandan Resimen DI-TII, pada saat sidang pengadilan Militer – MAHADPER, Agustus 1962 mengaku salah dan memberi kesaksian yang isinya menyalahkan sikap dan kebijakan politik SM Kartosoewiryo. Hubungan ini kemudian memberi OPSUS bunga menguntungkan yang tidak disangka-sangka. “Saya berperan sebagai petugas pengawas Danu,” kenang Sugiyanto, “dan di bulan Maret 1966, kami menggunakannya dan anak buahnya untuk memburu anggota BPI yang sedang bersembunyi di Jakarta.” Selanjutnya sejak tahun 1971, Danu Muhammad Hasan dan Daud Beureueh sering terlihat di jalan Raden Saleh 24 Jakarta Pusat (salah satu kantor Ali Murtopo), terkadang di Jalan Senopati (Kantor BAKIN), ada kalanya di Tanah Abang III (Kantor CSIS).

[4] Menurut Sugiyanto hubungan ini kemudian memberi OPSUS bunga menguntungkan yang tidak disangka-sangka. “Saya berperan sebagai petugas pengawas Danu,” kenang Sugiyanto, “dan di bulan Maret 1966, kami menggunakannya dan anak buahnya untuk memburu anggota BPI yang sedang bersembunyi di Jakarta.” (lebih jelasnya lihat Kenneth Conboy, Intel: Inside Indonesia’s Inteligence Services).

[5] Seperti pengakuan Ules Suja’i: “Soal pak Adah yang santer diisukan menerima jatah minyak dari militer, memang dulu itu saya tahu pak Adah pernah menerima jatah minyak dan oli dari RPKAD (KOPASSUS sekarang, pen), karena setiap pasukan itu kan memiliki jatah dari Pertamina, nah oleh RPKAD jatah tersebut diberikan ke pak Adah. Itu mah lewat perjuangan. Saya sendiri dengan pak Adah memang pernah dipanggil oleh Ibrahim Aji mendapat surat supaya dibantu oleh Pertamina lalu masuk ke Pertamina pusat jawabannya kurang memuaskan, malah kalau saya sendiri sampai ke WAPERDAM sampai ketemu Khaerus Shaleh, ya Alhamdulillah berhasil.”

[6] Djadja Sudjadi akhirnya tewas dibunuh Ki Empon atas perintah Adah Djaelani. Ironisnya, hingga akhir hayatnya Ki Empon meninggal dalam keadaan miskin dan serba susah sedangkan Adah Djaelani hidup terpandang dan lumayan sejahtera sebagai petinggi yang lebih dihormati dari AS Panji Gumilang di lingkungan mabes NII di Ma’had Al-Zaytun, Indramayu.

[7] H. Rasyidi, adalah bapak kandung Abdul Salam alias Abu Toto alias Syaikh A.S. Panji Gumilang, yang kini menjadi syaikhul Ma’had Al-Zaytun yang dikenal sebagai “mabes” NII yang kental dengan nuansa misteri intelejen. Abu Toto alias Abdul Salam Panji Gumilang sendiri sejak mahasiswa menjadi kader intelejen kesayangan Pitut Suharto.

[8] Pitut Suharto pensiun dengan pangkat Kolonel, kini berdomisili di Surabaya.

[9] Janji serupa ini juga berulang pada diri Nur Hidayat, provokator kasus Lampung (Talangsari) yang terjadi Februari 1989. Nur Hidayat dkk ketika itu yakin sekali bahwa rencana makarnya pasti berhasil karena akan mendapat bantuan senjata satu kapal yang akan mendarat di Bakauheni, Lampung.

[10] Witarmin, menurut penuturan H Isma’il Pranoto di masa pergolakan DI-TII adalah sebagai komandan Batalyon 507 Sikatan yang sempat dilucuti oleh pasukan TII di bawah komando H. Ismail Pranoto.

[11] Helmi Aminuddin adalah putera Danu Mohammad Hasan, yang pada awal 1980-an membentuk komunitas Tarbiyah (Ikhwanul Muslimin versi Indonesia), yang merupakan cikal-bakal PK (Partai Keadilan). Kini PK menjadi PKS (Partai Keadilan Sejahtera).

[12] Pada tahun 1984, para para elite NII Komandemen Wilayah IX (yang ditangkap OPSUS pada pertengahan tahun 1980 hingga pertengahan tahun 1981, bersama dengan para pimpinan Neo NII, Adah Djaelani-Aceng Kurnia) dibebaskan bersyarat dari Rumah tahanan militer Cimanggis, tanpa melalui proses hukum (Pengadilan), mereka itu adalah: Fahrur Razi, Royanuddin, Abdur Rasyid, Muhammad Subari, Ahmad Soemargono SE, Amir, Ali Syahbana, Abdul Karim Hasan, Abidin, Nurdin Yahya dan Muhammad Rais Ahmad, Anshory dan Helmi Aminuddin bin Danu M Hasan.

Sumber : Cedsos.com

KOKAM

KOKAM