Kamis, 10 September 2009

Nasionalisme (Lanjut)

Sejarah akan senantiasa terulang, berganti seiring perjalanan waktu. Memasuki ruang dan zaman dengan peristiwa dan dinamikanya sendiri-sendiri. Jika zaman dahulu manusia menjadikan berhala yang berbentuk patung untuk mempersatukan manusia, maka zaman sekarang manusia menjadikan isme untuk merekatkan satu sama lain. Ada sebuah ayat dalam Al-Qur’an yang mengisyaratkan bahwa suatu masyarakat sengaja menjadikan “berhala” tertentu sebagai perekat hubungan antara satu individu dengan individu lainnya. Sedemikian rpa berhala itu diagungkan sehingga seluruh anggota masyarakat yang menyembahnya merasakan tumbuhnya semacam “kasih-sayang” di antara mereka satu sama lain. Suatu bentuk kasih-sayang yang bersifat artificial atau temporer. Ia bukan kasing-sayang yang sejati, apalagi abadi. Gambaran mengenai berhala pencipta kasih-sayang palsu ini dijelaskan berkenaan dengan kisah Nabiyullah Ibrahim ‘alaihi-salam.
“ Dan berkata Ibrahim ‘alaihi-salasam:”Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu sembah selain Allah adalah untuk menciptakan perasaan kasih saying diantara kamu dalam kehidupan dunia ini kemudian di hari kiamat sebahagian kamu mengingkari sebahagian (yang lain) dan sebahagian kamu melaknati sebahagian (yang lain); dan tempat kembalimu ialah neraka, dan sekali-kali tak ada bagimu para penolongpun.”(QS Al-Ankabut : 25).
Jika “berhala-berhala” di zaman dahulu adalah berupa patung-patung yang disembah dan dijadikan sebab bersatunya mereka yang sama-sama menyembah berhala patung itu padahal itu merupakan produk manusia, di zaman modern sekarang “berhala” bisa berupa aneka menjadi isme/ideology/falsafah/jalan hidup/system hidup/way of live/ pandangan hidup produk manusia. Manusia di zaman sekarang juga “menyembah” berhala-berhala modern tersebut dan mereka menjadikannya sebagai “pemersatu” di antara aneka individu dan kelompok di dalam masyarakat. Berhala modern itu menciptakan semacam persatuan dan kasih saying yang berlaku sebatas kehidupan mereka di dunia saja. Berhala modern itu bisa memiliki nama yang beraneka ragam. Tapi apapun namanya, satu hal yang pasti bahwa itu semua merupakan produk fikiran terbatas manusia. Ia bisa bernama Komunisme, Sosialisme, Kapitalisme, Liberalisme, Nasionalisme, Sekulerisme atau apapun selain itu.
Islam adalah negeri kita, tempat keluarga dan kerabat kita. Di mana syari’at Islam ditegakkan dan kalimat Allah Ta’ala ditinggikan, makas disanalah negeri kita kita tercinta. Adapun Negara Islam arti sempit, yakni sepotong tanah yang ditulis batas-batasnya oleh manusia, dibuat pemisah, dibatasi warna kulit, suku dan kebangsaan maka itu sesuatu yang tidak pernah dikenal oleh Islam. Dalam kata lain, Islam tidak mengenal nasionalisme. Hal itu muncul dalam rangka memberikan pemahaman yang rusak dan merusak yang ditebarkan oleh Barat dan para pengekornya untuk menyingkirkan semangat keIslaman, meredupkan jati diri Islam yang telah mempersatukan berbagai suku, bangsa dan ummat serta menjadikannya satu ummat saja”Ummat Islam serta “Ummat Tauhid”.

KOKAM

KOKAM