Minggu, 14 Juni 2009

Amar Ma'ruf Nahi Munkar

AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR

Diriwayatkan dari Anas Ibn Malik r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Barangsiapa yang menunaikan salat satu kali, dari nafas orang yang salat itu Allah menciptakan awan putih itu untuk mengambil rahmat dari laut. Lalu Ia mengambilnya. Kemudian Allah SWT menyuruhnya agar menjadi hujan. Lalu dari tetesan jatuh kebumi Allah menciptakan emas, dari tetesan yang jatuh ke gunung Allah menciptakan perak, dan dari tetesan yang jatuh kepada orang kafir Allah SWT menganugerahinya keimanan”.

Allah SWT berfirman : “Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia...(QS.Ali ‘Imran : 110). Tentang ayat ini, al-Kalbi berkata; “Ayat ini mengandung penjelasan tentang keadaan umat ini dalam hal keutamaannya atas umat-umat lain. Disitu terdapat dalil bahwa umat Islam ini merupakan umat terbaik secara mutlak. Hal ini mencakup generasi dari umat-umat yang lain walaupun ada perbedaan dalam esensinya, sebagaimana keutamaan sahabat terhadap generasi berikutnya”.

Makna ukhrijat adalah “ditampakkan kepada manusia” yakni agar memberikan manfaat dan kebaikan kepada mereka di segenap penjuru dunia sehingga mereka dapat dibedakan dan dikenal. Selanjutnya firman Allah SWT : “...Engkau menyuruh kepada kebaikan, mencegah kemunkaran dan beriman kepada Allah...(QS.Ali ‘Imran : 110). Ayat mengandung penjelasan tentang keberadaan mereka sebagai yang terbaik selain mencakup juga kelebihan mereka yang tegak di atas sifat-sifat tersebut. Kalau mereka meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar, mereka kehilangan sifat tersebut. Oleh karena itulah Allah menjadikan mereka sebagai manusia terbaik untuk orang lain. Mereka menyuruh kebaikan, mencegah kemunkaran, dan memerangi orang-orang kafir agar mereka selamat sehingga manfaat mereka mengungguli yang lain. Nabi Saw bersabda :”Sebaik-baik manusia adalah yang memberikan manfaat kepada orang lain dan sejahat-jahat manusia adalah yang mendatangkan kerugian bagi orang lain.”

Firman-Nya,”...Mereka beriman kepada Allah...” Artinya, mereka meyakini keesaan Allah Swt dan teguh di atas prinsip itu. Mereka pun mengakui bahwa Muhammad adalah Nabi Allah Swt. Sebab, barangsiapa yang mengingkari Muhammad Saw.,berarti ia tidak beriman kepada Allah. Nabi Saw bersabda :”Barangsiapa melihat kemunkaran, ubahlah dengan tangan. Jika tidak mampu, ubahlah dengan lidah. Jika masih tidak mampu, ubahlah dengan hati, tetapi ini merupakan selemah-lemah iman.”

Sebagian ulama mengatakan bahwa mengubah dengan tangan adalah untuk para pemimpin, dengan lidah untuk para ulama, dan dengan hati adalah untuk masyarakat awam. Sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa setiap orang yang mampu melakukan hal itu, ia wajib mengubahnya, sebagaimana Allah SWT berfirman: “Tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan taqwa; janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”. (QS. Al-Ma’idah ayat 2)

Termasuk sikap tolong-menolong adalah memberikan dorongan, memudahkan jalan kebaikan, serta menutup jalan kejahatan dan permusuhan sedapat mungkin.

Di dalam hadits lain, Nabi Saw, bersabda,”Barangsiapa yang menegur ahli bid’ah, Allah memenuhi kalbunya dengan keamanan dan keimanan. Barang siapa yang merendahkan ahli bid’ah, Allah memberinya ketenangan pada hari yang sangat menakutkan. Barangsiapa yang menyuruh kebaikan dan mencegah kemunkaran, berarti ia adalah khalifah Allah serta khalifah kitab dan Rasul-Nya di bumi”.

Hudzayfah r.a. berkata, “Akan datang suatu zaman kepada manusia ketika bangkai keledai lebih mereka sukai dari pada orang Mukmin yang menyuruh mereka berbuat kebaikan dan mencegah mereka dari kemunkaran.”

Musa a.s. berkata, “Tuhanku, apa balasan bagi orang yang mengajak saudaranya kepada kebenaran, menyuruhnya berbuat kebaikan, dan mencegahnya dari kemunkaran?”Allah menjawab,”Untuk setiap kata-katanya, aku menuliskannya sebagai ibadah sunnah untuknya dan Aku merasa malu untuk mengazabnya dengan api neraka.”

Di dalam hadits qudsi, Allah SWT berfirman,”Wahai anak Adam, janganlah kalian termasuk orang-orang yang menunda tobat, memanjangkan angan-angan, dan kembali ke akhirat tanpa amalan. Janganlah kalian menjadi orang yang mengucapkan perkataan orang-orang ahli ibadah, tetapi melakukan perbuatan orang-orang munafik. Janganlah kalian menjadi orang yang tidak merasa cukup jika diberi karunia; tidak bersabar jika tidak diberi; mencintai orang-orang sholeh tetapi tidak menjadi bagian dari mereka; membenci orang-orang munafik tetapi menjadi bagian dari mereka; menyuruh kebaikan tetapi tidak mengerjakannya; serta mencegah kejahatan tetapi tidak menghindarinya”.

Ali kw. Berkata, “saya pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Pada akhir zaman akan datang suatu kaum yang muda usia dan lemah akal. Mereka mengutip ucapan manusia terbaik (Nabi Saw.) tetapi tidak melewati tenggorokan mereka (tidak diamalkan). Mereka tercabut dari agama sebagaimana anak panah tercabut dari busurnya.”

Nabi Saw. bersabda, “Pada malam Isra ke langit, aku melihat orang-orang yang dipotong lidah mereka dengan pemotong dari api. Lalu aku bertanya, “Siapa mereka itu, Jibril?” mereka adalah para khatib dari umat anda yang menyuruh manusia berbuat kebajikan tetapi lupa pada diri mereka sendiri,” jawab Jibril.”

Tentang mereka, Allah SWT berfirman: “Mengapa kalian menyuruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sementara kalian melupakan diri kalian sendiri, padahal kalian membawa al-kitab? Tidakkah kalian berfikir?” (QS al-Baqarah ayat 44)

Artinya, mereka itu membaca kitab Allah, tetapi tidak mengamalkan isinya; mereka menyuruh orang lain bersedekah, tetapi mereka sendiri tidak bersedekah. Oleh karena itu, wajib bagi kaum mukmin untuk menyuruh kebaikan dan mencegah kemunkaran, tetapi tidak melupakan diri mereka sendiri, sebagaimana Allah SWT berfirman. “Kaum Mukmin, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh kebaikan , mencegah kemunkaran, menegakkan shalat…”(QS at-taubah ayat 71)

Kaum Mukmin berwatak menyuruh kebaikan. Jadi, orang yang meninggalkan watak itu bukan bagian dari mereka yang dijelaskan di dalam ayat ini. Allah mencela banyak kaum karena meninggalkan amar ma’ruf . Allah SWT berfirman: “Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan kemunkaran yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu”. (QS Al-Ma’idah ayat 79).

Abu ad-Darda r.a. berkata: “Apakah kalian menyuruh kebajikan dan mencegah kemunkaran atau Allah mengalahkan mereka malalui kekuasaan yang dolim, ketika orang tua tidak dihargai dan anak-anak tidak disayang? Mereka memohon kebaikan kalian, tapi kalian tidak memberi jawaban kepada mereka. Mereka meminta pertolongan, tetapi tidak ada yang menolong. Mereka memohon ampunan, tetapi tidak dimaafkan.

Aisyah r.a. meriwayatkan bahwa Nabi Saw. bersabda, “Allah mengazab penghuni kampung yang disitu mereka mengerjakan delapan belas ribu perbuatan para Nabi.Bagaimana bisa demikian tanya para sahabat. Mereka tidak membenci karena Allah, tidak menyuruh kebajikan, dan tidak mencegah kemunkaran, jawab Nabi Saw”.

Abu Dzar al-Ghifari r.a. meriwayatkan bahwa Abu Bakar As-Shiddiq r.a. bertanya, “Ya Rosulullah, apakah ada jihad lain selain memerangi orang-orang musyrik? “Ada wahai Abu Bakar. Allah memiliki para pejuang di bumi yang lebih utama dari pada para syuhada yang hidup dengan diberi rezeki dan berjalan di bumi. Allah membanggakan mereka kepada para malaikat langit dan menghias syurga untuk mereka seperti Ummu Salamah berhias untuk Rosulullah Saw jawab Rosulullah Saw. “Ya Rosulullah siapakah mereka itu? “Rosul menjawab, “Orang-orang yang menyuruh kebajikan, mencegah kemunkaran, serta mencinta dan membenci karena Allah.” Selanjutnya beliau bersabda,”Demi zat yang diriku dalam kekuasaan-Nya, hamba itu berada di kamar yang terletak diatas kamar-kamar lain diatas kamar-kamar para syuhada. Masing-masing kamar itu memiliki tiga ratus pintu dari yakut, zamrut, dan emas. Diatas setiap pintu ada cahaya. Laki-laki dari mereka menikahi tiga ratus ribu bidadari yang menyilaukan mata. Setiap kali memandang salah satunya, bidadari itu berkata, Ingatkah anda pada hari begini dan begitu ketika anda menyuruh kebaikan dan mencegah kemunkaran?”Setiap kali memandangnya, bidadari itu menyebutkan tentang perintah untuk mengerjakan kebaikan dan mencegah kemunkaran.”

Di dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Allah bertanya kepada Musa as, Musa, Apakah engkau telah mengerjakan suatu amalan untuk-Ku? “Tuhanku saya telah shalat, puasa, dan bersedekah, bersujud karena-Mu, serta memuji-Mu, membaca kitab-Mu, dan berdzikir kepada-Mu. Jawab Musa as. Musa, didalam shalat ada pembelaan bagimu, di dalam puasa ada syurga untukmu, di dalam sedekah ada naungan untukmu, dan di dalam tasbih ada cahaya untukmu. Lalu amalan apa yang lain yang engkau kerjakan untuk-Ku?“Tuhanku, tunjukkan kepada saya amalan yang dapat saya kerjakan untuk-Mu,”Musa, apakah engkau menolong waliku? Apakah engkau memusuhi musuhku?“.Musapun mengerti bahwa amalan yang paling utama adalah mencinta dan membenci karena Allah serta membenci musuh-musuh-Nya.

Abu Ubaydah Ibnu Jarrah r.a. berkata, “Saya bertanya, Ya Rosulullah, syuhada mana yang paling mulia disisi Allah SWT? beliau menjawab, seseorang yang mendatangi pemimpin yang durhaka, menyuruhnya berbuat kebaikan dan mencegah kemunkaran, lalu terbunuh. Jika tidak terbunuh, qolam tidak bekerja setelah itu. Kalaupun hidup, ia tidak bergerak”.

Al-hasan Al-Bashri r.a meriwayatkan bahwa Rosulullah Saw bersabda, “Seutama-utama syuhada umatku adalah orang yang mendatangi pemimpin yang durhaka, memerintahkannya berbuat kebaikan dan mencegah kemunkaran, lalu ia terbunuh itulah syahid. Tempatnya di syurga adalah diantara tempat Hamzah dan Ja’far”.

Allah mewahyukan kepada Yusa Ibnu Nun a.s. “Aku akan membinasakan empat puluh ribu orang baik dan enam puluh ribu orang jahat diantara kaummu”. “Tuhanku tentang orang jahat saya maklum akan tetapi bagaimana dengan orang-orang yang baik, tanya Yusa” Mereka tidak membenci karena kebencian-Ku serta makan dan minum bersama orang-orang jahat.”

Anas r.a berkata,”Kami bertanya kepada Rasulullah Saw, “Ya Rosulullah, tidakkah kami memerintah kebaikan sebelum mengerjakan seluruhnya dan tidak mencegah kemunkaran sebelum menjauhi semuanya ?” Nabi Saw menjawab, “Perintahkanlah kebaikan walaupun kalian tidak mengetahui seluruhnya dan cegahlah kemunkaran walaupun kalian tidak menjauhi semuanya” jawab Nabi Saw.

Kemaksiatan Mempengaruhi Eksistensi Jamaah

Terkadang kemaksiatan seseorang atau sekelompok ikhwah bisa mengakibatkan seluruh bagian dari jamaah akan merasakan pengaruh buruknya, atau menjadi faktor kehancuran dan malapetaka, atau menjadi sebab hadirnya ujian yang sangat berat. Khususnya jika kemaksiatan itu berupa dosa besar atau dilakukan oleh jajaran qiyadah atau orang-orang yang seharusnya menjadi uswah dan qudwah. Allah Swt berfirman : “Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zhalim saja diantara kamu”.(Al-Anfal : 25).

Kalau kita perhatikan perang Uhud misalnya, kita akan mendapati bahwa sebab kekalahan kaum muslimin di sana adalah implikasi dari kemaksiatan yang dilakukan oleh sebagian pasukan pemanah. Jumlah mereka tidak lebih dari 4% keseluruhan pasukan kaum muslimin dalam peperangan itu. Apa hasil dari kemaksiatan itu ? 70 orang sahabat Rasul Swa terbunuh, .

Kalau kita perhatikan perang Uhud misalnya, kita akan mendapati bahwa sebab kekalahan kaum muslimin di sana adalah implikasi dari kemaksiatan yang dilakukan oleh sebagian pasukan pemanah. Jumlah mereka tidak lebih dari 4% keseluruhan pasukan kaum muslimin dalam peperangan itu. Apa hasil dari kemaksiatan itu ? 70 orang sahabat Rasul Swa terbunuh, perut mereka dicabik-cabik, telinga dan hidung mereka diiris, Rasul terluka, wajahnya yang mulia robek, gigi ruba’iyahnya pecah. Itupun Allah telah memaafkan mereka sebagaimana tertera di dalam Al-Qur’an,”Dan dia telah memaafkan kalin”.(Ali ‘Imran : 152). Seseorang pernah bertanya kepada Hasan Al-Bashri, “Bagaimana bisa dikatakan Allah telah memaafkan mereka, sedangkan tujuh puluh orang dari mereka terbunuh? Hasan menjawab,”Kalau seandainya Allah tidak memaafkan mereka, niscaya mereka semua tertumpas habis.”

Itu semua merupakan implikasi dan akibat buruk dari kemaksiatan. Al-Qur’an menjelaskan.”Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padalah kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar) kamu berkata, “Dari mana datangnya (kekalahan) ini?” Katakanlah,”Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri.”.(Ali ‘Imran : 165).

Sampai pada saat kamu lemah dan berselisih dalam urusan itu dan mendurhakai perintah (Rasul) sesudah Allah memperlihatkan kepadamu apa yang kamu sukai. (Ali ‘Imran : 152)

Hal seperti ini juga tampak jelas dalam perang Hunain, pada awal-awal peperangan kaum muslimin sempat kocar-kacir akibat segelintir orang yang ‘ujub dan lupa bahwa kemenangan itu semuanya hanya datang dari Allah. Padahal mereka termasuk at-Thulaqa’, orang-orang yang baru saja masuk Islam. Mereka mengatakan,”Hari ini kita tidak mungkin kalah karena jumlah kita banyak”. Buahnya, seperti yang dijelaskan oleh Al-Qur’an.”Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai orang-orang yang beriman) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu ketika kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlahmu, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari ke belakang dan bercerai-berai. (at-Taubah:25)

Dari sini saya sampaikan, sebuah jamaah yang ingin eksis di muka bumi hendaklah memberikan perhatian yang penuh terhadap urusan mencegah kemunkaran yang ada di dalam tubuh jamaah, melebihi perhatiannya terhadap urusan mencegah kemunkaran yang ada di masyarakat tempat jamaah ini berada. Sungguh jika sebuah jamaah telah sukses untuk menyelesaikan yang pertama, niscaya ia akan lebih sukses lagi untuk menyelesaikan yang kedua. Dan saya tegaskan, sekali-kali sebuah jamaah tidak akan sukses untuk menyelesaikan yang kedua kecuali jika telah sukses menyelesaikan yang pertama.

Sebelum saya mengakhiri pembicaraan tentang kemaksiatan ini, saya ingin mengingatkan adanya satu masalah yang sangat penting; saya tidak memaksudkan pembicaraan saya di muka untuk kemaksiatan lahir saja, namun saya maksudkan juga untuk yang batin. Apalagi yang terakhir ini seperti riya’, ujub, iri, cinta kekuasaan dan sombong, cinta dunia bisa jadi jauh lebih berbahaya dibandingkan dengan kemaksiatan lahir.

KOKAM

KOKAM