Jumat, 11 September 2009

Misteri Angka 8

Bisa jadi angka 8 menjadi angka bersejarah dalam perjalanan bangsa Indonesia. Korban 88 warga Autralia dalam Bom Bali I melahirkan Detasemen khusus Antiteror (Densus) 88. Densus 88 ini pula yang bertugas memburu, mengejar dan menangkap siapa saja yang dianggap sebagai teroris benar atau salah. Korp Burung Hantu ini menjadi garda terdepan setiap aksi teror yang terjadi di Indonesia.

Konon arti angka 88 pada tulisan Detasemen Khusus 88 menyerupai dua buah borgol yang berarti polisi serius menangani kasus-kasus teroris. Selain itu, angka 88 adalah angka yang tidak terputus dan terus menyambung. Artinya bahwa pekwerjaan Detasemen 88 Antiteror ini terus berlangsung dan tidak kenal berhenti. Densus 88 yang diresmikan pada tanggal 26 Agustus 2004, awalnya terdiri dari 75 orang dan dipimpin pertama kali Ajun Komisaris Besar Polisi Tito Karnavian itu, kini diperkirakan berkekuatan 400 personil.

Saat Indonesia kembali dikagetkan bom di Hotel JW Marriot dan Ritz Calton, dua hotel yang menjadi kesenangan orang asing menginap di Indonesia, perburuan segera dilakukan. Noordin M. Top kembali menjadi sorotan. Jejaknya kembali disisir, termasuk siapapun yang terlibat dalam jaringannya. Lagi-lagi pengeboman di kedua hotel tersebut meninggalkan jejak angka 8. Entah ketepatan atau tidak, tertinggalnya bom di kamar 1808 hotel JW Marriot seakan menambah panjang sejarah angka 8 dalam peristiwa terorisme. Kamar 1808 seakan memberi pesan akan arti penting angka 8 di hotel yang dijaga super ketat tersebut. Angka 8 menjadi symbol perebutan yang seakan memiliki nilai, gengsi, harga diri, kecepatan, ketangkasan, ketangguhan dan kemenangan.

Berbagai analisa muncul. Menurutnya, tidak mungkin teroris professional meninggalkan jejak bom begitu saja. Bisa jadi itu sebuah pesan "cinta" kepada kepolisian khususnya Densus '88'. Apalagi, sebelum kejadian, pemesan kamar ditawari dengan kamar lain namun tidak mau. Akhirnya ia memilih kamar 1808, sebuah pilihan yang akhirnya melahirkan spekulasi kembali arti angka 8.

Saling memberikan pesan dengan 'sandi' 8 kembali muncul ketika terjadi penggrebekan rumah Mohzahri atau Jahri (70), di RT 01 RW 07, Dusun Beji, Desa Kedu, Kecamatan Kedu, Temanggung, Jawa Tengah. Sekali lagi entah ketepatan atau tidak, penggrebekan tersebut berakhir setelah terjadinya pengepungan selama 18 jam pada tanggal 8 bulan 8. Tim Densus 88 juga tercatat meledakkan bom di rumah itu sebanyak 8 kali. Penggrebekan tersebut juga disiarkan nonstop oleh dua stasion TV, TVOne dan Metro TV.

Apapun komentar, sengaja atau tidak, sandi atau bukan angka 8 menjadi simbol peperangan melawan terorisme. Masing-masing seakan ingin meyampaikan pesan untuk membuat sejarah dengan angka 8. Masing-masing meneguhkan angka 8 sebagai simbol 'kemenangan'. Nampaknya, angka 8 masih terus melahirkan spekulasi seiring perang melawan terorisme. Waktu pula yang akan menjawab apa makna angka 8 tersebut.

Bukan maksud mencocok-cocokkan tentang uraian diatas.
Coba anda pahami :
Surat 8 (Al Anfal ) ayat 8: "agar Allah menetapkan yang hak (Islam) dan membatalkan yang batil (syirik) walaupun orang-orang yang berdosa (musyrik) itu tidak menyukainya."
Surat 8 (Al Anfal) ayat 88: "Mengapakah kamu tidak memerangi orang-orang yang merusak sumpah (janjinya), Padahal mereka telah keras kemauannya untuk mengusir Rasul dan merekalah yang pertama mulai memerangi kamu?. Mengapakah kamu takut kepada mereka Padahal Allah-lah yang berhak untuk kamu takuti, jika kamu benar-benar orang yang beriman."
Surat 88 (Al Ghaasyiyah):Menceritakan tentang hari pembalasan

Kamis, 10 September 2009

Nasionalisme (Lanjut)

Sejarah akan senantiasa terulang, berganti seiring perjalanan waktu. Memasuki ruang dan zaman dengan peristiwa dan dinamikanya sendiri-sendiri. Jika zaman dahulu manusia menjadikan berhala yang berbentuk patung untuk mempersatukan manusia, maka zaman sekarang manusia menjadikan isme untuk merekatkan satu sama lain. Ada sebuah ayat dalam Al-Qur’an yang mengisyaratkan bahwa suatu masyarakat sengaja menjadikan “berhala” tertentu sebagai perekat hubungan antara satu individu dengan individu lainnya. Sedemikian rpa berhala itu diagungkan sehingga seluruh anggota masyarakat yang menyembahnya merasakan tumbuhnya semacam “kasih-sayang” di antara mereka satu sama lain. Suatu bentuk kasih-sayang yang bersifat artificial atau temporer. Ia bukan kasing-sayang yang sejati, apalagi abadi. Gambaran mengenai berhala pencipta kasih-sayang palsu ini dijelaskan berkenaan dengan kisah Nabiyullah Ibrahim ‘alaihi-salam.
“ Dan berkata Ibrahim ‘alaihi-salasam:”Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu sembah selain Allah adalah untuk menciptakan perasaan kasih saying diantara kamu dalam kehidupan dunia ini kemudian di hari kiamat sebahagian kamu mengingkari sebahagian (yang lain) dan sebahagian kamu melaknati sebahagian (yang lain); dan tempat kembalimu ialah neraka, dan sekali-kali tak ada bagimu para penolongpun.”(QS Al-Ankabut : 25).
Jika “berhala-berhala” di zaman dahulu adalah berupa patung-patung yang disembah dan dijadikan sebab bersatunya mereka yang sama-sama menyembah berhala patung itu padahal itu merupakan produk manusia, di zaman modern sekarang “berhala” bisa berupa aneka menjadi isme/ideology/falsafah/jalan hidup/system hidup/way of live/ pandangan hidup produk manusia. Manusia di zaman sekarang juga “menyembah” berhala-berhala modern tersebut dan mereka menjadikannya sebagai “pemersatu” di antara aneka individu dan kelompok di dalam masyarakat. Berhala modern itu menciptakan semacam persatuan dan kasih saying yang berlaku sebatas kehidupan mereka di dunia saja. Berhala modern itu bisa memiliki nama yang beraneka ragam. Tapi apapun namanya, satu hal yang pasti bahwa itu semua merupakan produk fikiran terbatas manusia. Ia bisa bernama Komunisme, Sosialisme, Kapitalisme, Liberalisme, Nasionalisme, Sekulerisme atau apapun selain itu.
Islam adalah negeri kita, tempat keluarga dan kerabat kita. Di mana syari’at Islam ditegakkan dan kalimat Allah Ta’ala ditinggikan, makas disanalah negeri kita kita tercinta. Adapun Negara Islam arti sempit, yakni sepotong tanah yang ditulis batas-batasnya oleh manusia, dibuat pemisah, dibatasi warna kulit, suku dan kebangsaan maka itu sesuatu yang tidak pernah dikenal oleh Islam. Dalam kata lain, Islam tidak mengenal nasionalisme. Hal itu muncul dalam rangka memberikan pemahaman yang rusak dan merusak yang ditebarkan oleh Barat dan para pengekornya untuk menyingkirkan semangat keIslaman, meredupkan jati diri Islam yang telah mempersatukan berbagai suku, bangsa dan ummat serta menjadikannya satu ummat saja”Ummat Islam serta “Ummat Tauhid”.

Kamis, 03 September 2009

Nasionalisme

Nasionalisme dalam Perspektif Islam

Nasionalisme menjadi sebuah faham yang telah melekat bagi mayoritas masyarakat Indonesia. Faham yang merupakan manmade ideology (idiologi karya manusia) ini telah menjadi sesuatu yang agung dan dijunjung tinggi melebihi Islam sebagai sebuah dien. Idiologi masionalisme membawa implikasi pada kacaunya tatanan al-wala' wal bara' di tubuh kaum Muslimin.
Fanatisme kebangsaan yang keliru ini bukan muncul begitu saja di negeri ini. Ada intrik dan konspirasi yang dimainkan.

Pengertian Nasionalisme
Nasionalisme berasal dari kata nation yang berarti bangsa. Istilah nasionalisme dalam bahasa Indonesia memiliki dua pengertian: pertama; paham(ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri. Kedua; kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yang secara potensial atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabdikan identitas, integritas, kemakmuran, dan kekuatan bangsa itu.
Kecintaan terhadap tempat kelahiran menjadi bagian tak terpisahkan dari perjalanan hidup manusia sebagai makhluk sosial, begitu pula cinta terhadap tanah air, Rasulullah juga mempunyai perasaan cinta terhadap tanah kelahirannya. Hal ini sebagaimana sabda beliau ketika di usir dari Mekkah oleh orang-orang Qurays.
"Sesungguhnya engkau (Makkah) adalah bumi Allah yang paling aku cintai. Dan seandainya kaumku tidak mengeluarkanku darimu maka aku tidak akan keluar."
Cinta tanah air berbeda dengan nasionalisme. Selain mencintai bangsa, Nasionalisme menyerukan persatuan dan bernegara atas nama bangsa, bahasa, ras, suku, sejarah dan batas geografis sebuah wilayah. Itu semua ditempatkan lebih tinggi melebihi Islam.

Sejarah Kemunculan Nasionalisme
Nasionalisme muncul pertama kali di benua Eropa sekitar abad pertengahan. Kesadaran berbangsa - dalam pengertian nation state - dipicu oleh gerakan Reformasi Protestan yang dipelopori oleh Martin Luther di Jerman. Saat itu, Luther yang menentang Gereja Katolik Roma menerjemahkan Perjanjian Baru ke dalam bahasa Jerman dengan menggunakan gaya bahasa yang memukau dan kemudian merangsang rasa kebangsaan Jerman. Terjemahan Injil membuka luas penafsiran pribadi yang sebelumnya merupakan hak ekslusif bagi mereka yang menguasai bahasa Latin, seperti pastor, uskup, dan kardinal. Implikasi yang sedikit demi sedikit muncul adalah kesadaran tentang bangsa dan kebangsaan yang memiliki identitas sendiri. Bahasa Jerman yang digunakan Luther untuk menerjemahkan Injil mengurangi dan secara bertahap menghilangkan pengaruh bahasa Latin yang saat itu merupakan bahasa ilmiah dari kesadaran masyarakat Jerman. Mesin cetak yang ditemukan Johann Gothenberg turut mempercepat penyebaran kesadaran bangsa dan kebangsaa.
Namun demikian, nasionalisme Eropa yang pada kelahirannya menghasilkan deklarasi hak-hak manusia berubah menjadi kebijakan yang didasarkan atas kekuatan dan self interest dan bukan atas kemanusiaan. Dalam perkembangannya nasionalisme Eropa berpindah haluan menjadi persaingan fanatisme nasional antar bangsa-bangsa Eropa yang melahirkan penjajahan terhadap negeri-negeri yang saat itu belum memiliki identitas kebangsaan (nasionalisme) di benua Asia, Afrika, dan Amereika Latin. Fakta ini merujuk pada dua hal, yaitu ledakan ekonomi Eropa pada masa itu yang berakibat pada melimpahnya hasil produksi dan pandangan pemikir Italia, Nicolo Machiaveli, yang menganjurkan seorang penguasa untuk melakukan apapun demi menjaga eksistensi kekuasaannya.
Nasionalisme mulai berkembang di Negeri Islam (kawasan Timur Tengah) pada abad 19 dan awal abad 20. Sejumlah pelajar Timur Tengah yang belajar di Eropa kembali dengan membawa konsep nasionalisme yang dipelajari di Barat. Konsep Barat tentang patria (tanah air) mempengaruhi kata wathan dalam bahasa Arab dengan memberi pengertian politik padanya. Mereka menganggap bahwa kemajuan yang dicapai Eropa dipengaruhi oleh kuatnya patriotisme individu dan masyarakat terhadap negara.

Pemikiran Nasionalisme
Nasionalisme tidak hanya perasaan cinta terhadap tanah air dan bangsa. Namun lebih dari itu, nasionalisme merupakan sebuah ideologi dan paham kecintaan tanah air, bangsa dan negara di atas segalanya. Hal ini dapat kita lihat dari beberapa pemikiran nasionalisme berikut:

1. Wala' dan Bara' atas Nama Bangsa
Nasionalisme memberikan wala' (loyalitas) dan bara' (permusuhan), cinta dan benci, hak dan kewajiban atas nama bangsa dan batas-batas geografis. Sehingga tidak ada perbedaan antara kafir dan mukmin, orang yang bermaksiat dengan orang yang taat kepada Allah dalam memberikan kecintaan dan permusuhan selama mereka masih dalam satu negara.
Dengan demikian akan menuntut seorang mukmin untuk mencintai orang kafir dan musyrik selama mereka berada dalam satu negara dan bersikap bara' kepada mukmin yang tinggal di luar negaranya. Sikap yang demikian akan menghapus wala' dan bara' yang berdasarkan ikatan iman. Karena agama Islam menuntut untuk berwala' kepada orang mukmin dan berbara' kepada orang kafir dimanapun mereka berada, baik dalam satu negara atau pun tidak. Padahal wala' dan bara' merupakan tuntutan keimanan seseorang. Seseorang tidak dapat dikatakan beriman sebelum berwala' kepada orang-orang mukmin dan berbara' kepada orang-orang kafir. Allah berfirman:
"Hai orang-orang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mu'min. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)." (An Nisa : 144)
Diriwayatkan dari Muslim, Rasulullah bersabda:
"Tidak termasuk golongan kami orang yang menyeru kepada ashabiyah jahiliyah, tidak termasuk golongan kami orang yang membunuh karena ashabiyah dan tidak termasuk golongan kami orang yang marah karena ashabiyah." (HR. Muslim).

2. Nasionalisme Menyeru kepada Kesyirikan
Nasionalisme menyeru kepada kesyirikan. Karena diantara idiologinya adalah rela berkorban dan menyerahkan jiwa raga untuk bangsa. Seperti ungkapan, Padamu negeri kami berjanji, Padamu negeri kami berbakti, Padamu negeri kami mengabdi, bagimu negeri jiwa raga kami.
Ungkapan seperti ini menunjukkan peribadahan kepada bangsa dan negara. Karena sesungguhnya berserah diri dan mengorbankan jiwa raga hanyalah untuk Allah semata. Maka berserah diri dan berkorban kepada selain Allah merupakan perbuatan syirik. Allah berfirman:
"Katakanlah: sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah). Al An'am : 162-163)

3. Membebaskan manusia dari Agama
Diantara ideologi Nasionalisme adalah menyerukan pembebasan menusia dari kepercayaan kepada yang ghaib dan kepercayaan kepada Agama. Ideologi ini mengambil slogan,"Agama untuk Tuhan dan tanah air untuk semua". Tujuan slogan ini ialah untuk menjauhkan Islam dari para pemeluknya.
Nasionalisme menganggap, bahwa agama adalah kendala yang harus disingkirkan demi membangun masa depan bangsa. Islam yang mengajarkan wala' dan bara' dianggap sebagai pemecah persatuan dalam sebuah bangsa.
Mereka juga meyakini kemajuan yang dicapai Eropa dipengaruhi oleh kuatnya nasionalisme masyarakat terhadap negara. Hal ini tergambar dari pernyataan Al-Tahtawi, seorang nasionalisme Arab berpengaruh, bahwa"Patriotisme adalah sumber kemajuan dan kekuatan, sarana untuk mengatasi jarak antara wilayah Islam dengan Eropa." Sehingga menurut mereka, bila sebuah bangsa ingin maju, maka harus memisahkan masyarakatnya dari agama.

Bersambung....

Rabu, 02 September 2009

Muhammad Jibriel

Muhammad Jibriel Abdul Rahman

Alhamdulillah, hari ini, Selasa, 1 September 2009, Akhuna (saudara kita) M Jibriel Abdul Rahman bisa ditemui. Mengenakan kaos putih, celana krem, dengan senyum khasnya, pimpinan Ar Rahmah Media ini menemui rombongan yang dipimpin ayah beliau sendiri, Ustadz Abu Jibriel. Dalam kesempatan singkat tersebut, M Jibriel berpesan agar Arrahmah.com bisa tetap istiqomah memberitakan jihad dan berita dunia Islam. Allahu Akbar!

Dari Mabes Polri Ke Kelapa Dua

Rombongan berangkat dari kediaman Ustadz Abu Jibriel di Komplek Witana Harja, Pamulang sekitar pukul 11 pagi. Dengan dua mobil, rombongan pada awalnya meluncur ke Mabes Polri, Bareskrim, di Jl Trunojoyo No. 3, Kebayoran Baru. Tujuan rombongan sudah pasti ingin bertemu dengan Akhuna, M Jibriel, karena setelah 7 x 24 jam dari ‘penculikan’ beliau pada hari Selasa, 25 Agustus 2009, belum ada kejelasan baik status maupun kondisinya.

Rombongan tiba di Mabes Polri tidak lama setelah adzan zuhur berkumandang. Rombongan mendahulukan untuk sholat berjama’ah dipimpin langsung oleh Ustadz Abu Jibriel, sekaligus menjama’ dan menqoshor sholat. Setelah itu, rombongan ke ruang Bareskrim, dengan puluhan wartawan cetak dan elektronik yang selalu membuntuti. Sayangnya, M Jibriel tidak ada di sana. Ustadz Abu Jibriel tiba-tiba dikontak oleh Kadensus yang memberitahukan bahwa keberadaan M Jibriel ada di Markas Brimob, di Kelapa Dua, Depok. Rombongan pun bergegas menuju ke Kelapa Dua.

Pukul 2 tepat, rombongan berhasil masuk ke Markas Brimob Kelapa Dua yang dijaga sangat ketat, dimana wartawan pun tidak diperkenankan masuk. Setelah ditemui langsung oleh Kadensus di pintu masuk, dan sedikit basa-basi, Ustadz Abu Jibriel beserta istri, dan dua orang lawyer masuk terlebih dahulu untuk menemui Akhuna M Jibriel. Kurang lebih 30 menit kemudian, rombongan kedua menyusul, hingga semua rombongan bisa bertemu dan melihat langsung keadaaan M Jibriel. Alhamdulillah!

Istiqomah, dan Lanjutkan Perjuangan

Rasa haru dan syukur bercampur baur ketika melihat kondisi Akhuna M Jibriel yang sehat wal afiat, tidak kurang suatu apa pun. Wajah beliau cerah dan senyum selalu tersungging di bibirnya. Memang, ketika didekati, di hidung beliau, ada bekas luka, juga di mata sebelah kiri, terlihat lebam. Beliau juga mengiyakan kondisi tersebut dan mengatakan bahwa itu adalah ujian buat dirinya dari Allah SWT. Namun yang mengharukan adalah ucapannya bahwa dia menikmati ujian tersebut, bagaikan menikmati hidangan yang sangat lezat sekali. Itu yang beliau rasakan saat ini, Masya Allah.

Dengan senyum yang khas, beliau juga berpesan kepada Arrahmah.com dan seluruh sahabat-sahabat beliau, agar tetap istiqomah dalam menyuarakan dunia Islam dan jihad, serta tetap berimbang dalam pemberitaan. Dengan wajah ceria, beliau juga masih sempat menanyakan bagaimana kondisi kantor Arrahmah dan para pegawai, serta mendoakan agar mereka baik-baik saja. Setelah 1 jam lebih bersama beliau, rombongan pun harus pamit. Beliau dibawakan Mushaf Al Qur’an dan beberapa keperluan beliau. Ayah dan Ibu beliau berpesan, agar Al Qur’an yang mereka bawakan bisa menemani sepanjang hari, dan menasehati agar beliau selalu menjaga shalat.

Perjuangan & Doa Untuk M Jibriel

Rombongan meninggalkan Markas Brimob Kelapa Dua menjelang sore. Tentu saja, setelah memberi keterangan pers kepada para kuli tinta yang sudah lama menunggu di gerbang Markas Brimob sejak siang. Ustadz Abu Jibriel pun memberikan keterangan pers yang langsung diserbu oleh para wartawan. Ustadz Abu Jibriel menyampaikan apa adanya tentang keadaaan M Jibriel, anaknya, termasuk pemukulan yang dialaminya. Ustadz Abu Jibriel menganggap bahwa itu hak beliau sebagai seorang ayah untuk menyampaikannya.

Status Akhuna M Jibriel juga sudah berubah, menjadi tersangka. Anehnya, kali ini bukan lagi dengan tuduhan terkait dengan aliran dana untuk membiayai terorisme, namun dengan tuduhan lain, yakni tentang menyembunyikan informasi terorisme dan menyembunyikan buronan teroris. Tuduhan lainnya adalah terkait masalah imigrasi atau pemalsuan dokumen perjalanan. Semua tuduhan tersebut tentunya harus dibuktikan, dan bukan asal tuduhan.

Sepanjang perjalanan pulang rombongan tidak pernah lepas dari berdoa dan mempersiapkan perjuangan untuk Akhuna M Jibriel. Meskipun saat ini beliaunya sendiri merasakan ujian tersebut sebagai sesuatu yang ‘lezat’ dan merupakan kesempatan beliau untuk berkhalwat dengan Robbnya, Allah SWT, namun doa dan perjuangan untuk beliau tetap dibutuhkan. Semoga beliau juga tabah dan istiqomah dalam ujian tersebut, tidak bergeming dari jalan dakwah dan jihad, serta tetap dalam lindungan Allah SWT. Amien Ya Robbal Alamien…! (fachry/arrahmah.com)

Posted in Berita, Headline, Lokal




KOKAM

KOKAM