Selasa, 30 Juni 2009

Gapai Kejayaan Islam

Memperkokoh Ukhuwah Demi Kejayaan Islam

Umat Islam hari ini semakin terpuruk dalam kondisi yang menyedihkan. Berbagai fitnah dan makar dilontarkan orang – orang kafir yang didukung oleh orang – orang munafik untuk menghancurkan kaum muslimin di seluruh dunia. Bosnia, Checnya, Palestina, Afganistan dan Iraq adalah saksi bagaimana tentara – tentara kafir membantai Muslimin. Begitu juga di negeri ini yang katanya mayoritas penduduknya muslim. Kita masih ingat tentang peristiwa Ambon dan Poso. Pelakunya bukan saja orang kafir, namun sebagian orang islam yang telah hancur loyalitasnya. Umat Islam yang anti peradaban barat, ingin menerapkan Syari’at Islam, akan membangun peradaban Islam, tidak mau memisahkan antara Islam sebagai agama dan negara dan menjadikan sunnah Rasulullah sebagai panduan kehidupan, dicap sebagai Islam garis keras, radikal, dan bahkan dikategorikan sebagai teroris yang ironisnya semua itu diiyakan oleh sebagian besar ummat Islam di negeri ini yang memang telah hancur aqidah dan loyalitasnya.

Sejarah pernah mencatat bahwa di atas bumi ini pernah ada sebuah negeri yang didirikan oleh seorang buta huruf bernama Muhammad saw, Negeri yang kemudian mampu menguasai hampir sepertiga bumi, mengalahkan dua super power masa itu, Romawi dan Persia. Kunci pemersatunya bukan kekayaan alam, bukan kecanggihan teknologi, bukan pula persenjataan yang canggih, tapi ‘sekedar’ keteguhan aqidah, kekuatan ukhuwah dan ketegasan loyalitas. Ketiga kunci inilah yang telah berhasil membawa dunia kepada peradaban manusia yang paling beradab.

Namun, kehormatan dan ‘izzah kaum muslimin hari ini berada dalam kurva yang paling rendah. Tidak ada lagi keberanian dan kegagahan kaum muslimin dalam menghadapi orang kafir dan munafik. Sebaliknya, telah hilang ketakutan dalam diri kaum kafir terhadap kekuatan Islam, sehingga dengan mudahnya mereka melakukan makar. Mereka sadar betul, bahwa inti kekuatan umat Islam, yaitu aqidah, ukhuwah dan loyalitas telah sirna dari diri kaum muslimin.

Generasi awal kaum muslimin telah memberikan contoh betapa eratnya rasa persaudaraan mereka. Sebagai golongan minoritas ditengah mayoritas musrikin Quraisy, mereka merasa bahwa setiap orang yang telah beriman kepada Muhammad saw telah menjadi saudara yang harus ditolong, dibela dan dilindungi. Ikatan persaudaraan mereka bahkan mengalahkan nasab.

Ukhuwah semacam ini juga yang telah memungkinkan Rasulullah saw dan muslimin Makkah untuk hijrah ke Madinah, dan membentuk daulah Islam yang pertama. Rasulullah saw kemudian mempersaudarakan Muhajirin dan Anshar sebagai satu kekuatan. Sungguh tidak ada ikatan yang paling kuat selain ikatan persaudaraan karena kesatuan aqidah.

Allah I berfirman : “ Dan berpeganglah kamu sekalian kepada agama Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai. Ingatlah akan nikmat Allah kepadamu, ketika dahulu kamu bermusuh-musuhan maka Allah menjinakkan hati kamu, lalu jadilah kamu orang-orang yang bersaudara “. (QS. Ali Imran : 103).

Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu (ukhuwah), niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar”. (Al Anfal 73).

Inilah dasar kesatuan dan kekuatan kaum muslimin saat itu. Diantara mereka merasa saling membutuhkan, memberi dan menerima, melindungi dan membela. Hingga Rasulullah saw mengibaratkan : “ Orang mukmin terhadap orang mukmin lainnya itu laksana sebuah bangunan, sebagiannya memperkokoh bagian yang lain”.(HR Muslim).

Kondisi hari ini sebenarnya telah digambarkan Rasulullah saw
sejak lima belas abad yang lalu : “ Kelak kalian (kaum muslim) akan dikerubuti oleh umat – umat lain dari berbagai penjuru persis seperti hidangan yang dikerubuti oleh orang-orang “. Kami (para sahabat) bertanya :”Apakah saat itu jumlah kami sedikit ya Rasulullah ?” Rasul menjawab,”Justru jumlah kalian saat itu sangat banyak. Akan tetapi, kalian hanyalah buih seperti buih di lautan sehingga hilanglah rasa takut dari kalbu musuh – musuh kalian (terhadap kalian), sementara dalam kalbu-kalbu kalian ada penyakit wahn.”Kami bertanya lagi, “Apakah penyakit wahn itu?” Rasul menjawab,”Yaitu cinta dunia dan takut mati.”(HR Ahmad).

Apa yang digambarkan Rasulullah saw betul-betul telah terjadi. Realitanya, kaum kufar (Yahudi dan Nasrani) makin ‘kemaruk dalam menghancurkan kaum muslimin, yang justru sadar atau tidak umat Islam yang tergolong munafik membantu dalam penghancuran itu baik dalam bidang aqidah, fisik maupun moral.

Apa yang dilakukan Amerika dan Inggris di Afganistan dan Iraq, Rusia di Checnya, Israel di Palestina, Kaum Nasrani di Ambon dan Poso, dan penangkapan – penangkapan dan penculikan terhadap ulama – ulama dan para aktifis di Indonesia dengan isu teroris adalah gambaran permusuhan yang nyata oleh kaum kufar dan munafik terhadap kaum muslimin. Ironisnya sedikit sekali pembelaan dari umat Islam sendiri, justru kebanyakan mereka menyetujui tindakan-tindakan itu. Penyebabnya adalah lemahnya aqidah, rasa ukhuwah dan hilangnya loyalitas terhadap Islam. Kebanyakan kaum muslimin hari ini lebih kuat loyalitasnya terhadap kaum kafir. Berapa banyak orang Islam yang lebih percaya pada berita-berita yang diberikan media-media kafir, mengambil perlindungan dari mereka dan bahkan membantu mereka memerangi kaum muslimin yang benar-benar ingin menegakkan kalimatullah.Wallahu a’lam bish-showwab. KOKAM Sleman

Minggu, 21 Juni 2009

ISTIQOMAH

Muhammadiyah Istiqomah
Istiqomah Bermuhammadiyah

Salah satu aspek yang tidak kalah pentingnya untuk dikaji menyangkut gerakan Muhammadiyah adalah persoalan konsistensi dalam gerakan Muhammadiyah, yang dalam konsep Islam disebut dengan lafazh istiqomah. Justru selama ini karena keistiqomahan itulah Muhammadiyah dapat diterima oleh banyak umat dan menjadi lestari dan survive dalam masa yang cukup panjang. Bahkan tidak hanya survive tetapi terus berkembang pesat dalam membangun umat dan membina bangsa. Dan ketika konsistensi atau keistiqomahan mulai luntur atau mengalami kegamangan dalam dasawarsa terakhir, kita dapati kegodal-gadulan (istilah Pak AR) Muhammadiyah ,keguncangan dan kegamangan ideologis, bahkan menyentuh sendi-sendi gerakan Muhammadiyah, Keistiqomahan Muhammadiyah sebagai gerakan Tajdid fil Islam, mencakup beberapa hal, (1) gerakan pemurnian pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran Islam, yang berdasar kepada al-Qur'an dan al-Sunnah serta pemahaman salaf al shalih, (2) modernisasi dan pembaharuan bidang manajemen dan gerakan keumatan dengan tetap berlandaskan orisinalitas ajaran Islam, mestinya tetap tegak dan tegar ditubuh Muhammadiyah, dengan dipelopori oleh elite kepemimpinannya. Bukan malah istiqomah dalam ketidakistiqomahannya.
Istiqomah dalam bidang diniyah ini meniscayakan Muhammadiyah untuk membentengi diri dari unsur-unsur yang mengotori pemahaman, pemikiran, penghayatan dan pengamalan agama, baik yang bernuansakan TBC (takhayyul, bid'ah, dan khurafat klasik), maupun TBC modern seperti paham Islam liberal sekular, yang mencoba mengadopsi berbagai metodologi, pemikiran yang datang dari luar Islam tanpa kritik, yang implikasi berikutnya berbentuk berbagai penyimpangan dan penyakit sosial; seperti korupsi, manipulasi, kolusi dan nepotisme, yang melanda negeri ini, termasuk dalam tubuh Muhammadiyah.
Sekiranya keistiqomahan ini tetap terjaga di Muhammadiyah, sudah semestinya tidak perlu gamang menghadapi kritik tentang kebekuan dan kajumudan pemikiran Muhammadiyah. Karena kritik itu banyak dilontarkan oleh kaum pragmatis liberal dan sekular, meskipun ada juga sedikit kritik yang positif dan konstruktif. Namun, kalau disimak lebih mendalam, sebenarnya terlalu banyak kritik vang justru ingin mengobrak abrik tatanan Muhammadiyah bahkan Islam, tanpa memperhatikan apakah hal itu termasuk bidang al-tsawabit (hal-hal baku dalam agama) atau bidang al-mutaghayyirat (hal-hal yang memungkinkan terjadinya perubahan). Prinsip Muhammadiyah sebagai gerakan pemurnian pemahaman, pemikiran, penghayatan dan pengamalan ajaran Islam merupakan prinsip yang baku yang harus dipegang teguh Muhammadiyah ingin diobrak-abrik, dengan pamahaman liberalisme sekular dengan menawarkan teori relativisme. Paham ini mengandaikan bahwa tidak mungkin seseorang mencapai kebenaran yang hakiki dalam beragama, dan dengan itu tidak mungkin pula seseorang dapat mencapai kepada orisinalitas dan otentitas ajaran Islam. Oleh karena itu, menurut paham ini, Muhammadiyah tidak perlu mempertahankan prinsip purifikasinya, melainkan harus menggantinya dengan paham pluralisme, multikulturalisme dan liberalisme sekular. Pengaruh paham pluralisme, multikulturalisme dan liberalisme-sekular yang sedikit demi sedikit menggusur komitmen pemurnian ajaran Islam ini telah membuat Muhammadiyah lengah, lalai dan pongah terhadap nilai-nilai aqidah, ibadah, muamalah dan akhlak Islam. Sebagai contoh konkret dari kelalaian itu adalah mudahnya Muhammadiyah mengundang foundation asing (non Islam) sebagai donotur untuk berbagai kegiatannya, bahkan dalam kegiatan yang sangat prinsip, seperti pendidikan (seperti civic education dengan the Asia foundation), pengembangan manhaj dakwah dan tarjih (kasus dakwah kultural dan beberapa halaqah tarjih dengan the ford foundation) dan kajian fiqh Islam (kasus fiqh perempuan dengan the asia foundation). LSM-LSM tersebut selama ini terbukti menyebarluaskan virus yang merusak aqidah Islam. Kita harus pegang teguh pernyataan Umar bin Khattab.”Min aina laka hadza?”. Dari mana uang atau harta yang kau dapatkan ini?.
Akhirnya hasil kajian-kajian tersebut mengarah kepada penggugatan dan penggusuran prinsip pemurnian dan kemurnian ajaran Islam, dengan diakomodasinya kembali paham TBC klasik dengan dalih perluasan mitra dakwah, ngombyongi masyarakat, pengembangan sikap empati terhadap kelompok lain, serta masuknya secara hegemonik paham pluralisme, multikulturalisme dan liberalisme-sekular. Tapi kita harus ingat bahwa KH. Ahmad Dahlan hadir untuk mengadakan purifikasi dalam berbagai aspek dan berusaha mengintervensi serta menghilangkan kultur beragama yang sesat, memberantas TBC dengan hikmah, mau’izah hasanah dan mujadalah, bukan dengan cara yang sinis dan mencaci maki.
Keagamaan atas kritik pemikiran Islam Muhammadiyah juga melanda cara pikir Majelis Tarjih terutama setelah ditambah dengan Pengembangan Pemikiran Islam. Yang terjadi tidak menyemangati pemikiran Islam dalam rangka memandu umat justru sebaliknva menimbulkan kontroversi, karena memisahkan antara pemikiran dengan penghayatan dan pengamalan, memisahkan antara wacana dan fatwa. Padahal semestinya, kesemuanya itu adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan, dengan landasan sumber ajaran Islam yang otentik, dengan tetap memahami realitas umat untuk didekati dan dibawa menuju otentitas dan orisinalitas Islam ideal. Kontroversi itu muncul dari produk wacana pemikiran yang ditawarkan sepetrti Tafsir Tematik Hubungan Antar Agama, yang kental dengan paham pluralisme, juga lontaran personil pimpinan majelis Tarjih yang mengatakan jilbab tidak wajib dan aurat perlu didefinisi ulang, dan seterusnya. Kontroversi ini jelas, secara akademik tidak memiliki manfaat signifikan, dan dari sudut keagamaan justru mengarah kepada pendangkalan aqidah dan pengaburan syari'at. Dan kita harus ingat bahwa KH. Ahmad Dahlan dalam sejarah belum pernah berteman dengan pendeta dan pastor, kalau toh ada pertemuan adalah untuk berdebat bukan berkawan.
Berkali-kali, Muhammadiyah menegaskan dirinya sebagai organisasi dakwah, yang bergerak dalam bidang sosial pendidikan dan kesejahteraan sosial serta sebagai organisasi kemasyarakatan yang tidak berafiliasi kepada partai politik tertentu, tidak merupakan kendaraan untuk meraih kekuasaan, dan seterusnya. Namun, karena goyahnya keistiqomahan kepemimpinan Muhammadiyah, berulangkali juga, Muhammadiyah terjebak dalam arus politik kekuasaan, yang seringkali menanggalkan khittahnya sebagai gerakan dakwah Islam. Kalau Muhammadiyah konsisten dan istiqomah dengan Khittah dan Kepribadiannya, tidak akan tergiur untuk terseret dan menyeret diri dalam syahwat politik praktis dan politik kekuasaan. Gerakan politik Muhammadiyah adalah politik untuk dakwah, sehingga Muhammadiyah memang harus aktif dan proaktif memberikan kontribusi pemikiran strategis-islami bagi pengembangan dan pembangunan bangsa, tanpa harus terjebak pada politik kekuasaan. Namun, karena syahwat politik beberapa oknum dalam kepemimpinan elite Muhammadiyah, baik pusat daerah maupun cabang, akhirnya terjadi konflik internal Muhammadiyah, karena perbedaan aspirasi politik, dan parahnya adalah menjadikan Muhammadiyah sebagai kendaraan atau batu loncatan untuk meraih kedudukan politik sementara orang atau aktif di Muhammadiyah hanya sebagai sarana untuk mendapat dukungan politik tapi setelah jadi tidak mau tahu tentang Muhammadiyah. Yang lebih parah lagi adalah campur tangannya organisasi lain yang masuk ditubuh Muhammadiyah dengan cara memasukkan kader-kadernya atau merekrut kader dengan cara menyelenggarakan kajian-kajian dengan mengundang tokoh-tokoh atau pimpinan Muhammadiyah (yang memang tidak melek politik dan mudah dikibulin) dengan tujuan mencari dukungan bagi kepentingan politiknya, Muhammadiyah hanya digunakan sebagai lahan untuk meraih suara, yang ujung-ujungnya para banyak pimpinan dan aktifis itu kemudian tidak lagi istiqomah dalam bermuhammadiyah mereka lebih semangat menghadiri kajian-kajian itu tapi khianat terhadap Amanahnya sebagai pimpinan atau pengurus Muhammadiyah dengan menterlantarkan Organisasinya. Yang kemudian diperparah lagi dengan tidak PD – nya para aktifis dan Pengurus Muhammadiyah dengan Muhammadiyah akibat dari tidak mengenalnya mereka terhadap Organisasinya sehingga memandang organisasi lain lebih baik. Comeback-nya, beberapa aktivis politik (baca: partai politik) Muhammadiyah ke rumah besar Muhammadiyah perlu diwaspadai dan diuji apakah mereka benar-benar comeback jihad fi sabilillah, ataukah untuk meraih kedudukan politik yang lebih tinggi atau mencari dukungan politik, karena Muhammadiyah dipandang sebagai kekuatan sosial kemasyarakatan yang memiliki kekuatan politik yang signifikan.
Ala kulli haj, pemimpin Muhammadiyah harus Amanah dan istiqomah dalam dakwah, istiqomah menggarap pendidikan Islami, dan istiqomah membina umat dengan berbagai bentuk pengajian dan kajian Islam dalam berbagai aspek kehidupan serta Istiqomah dalam ber Muhammadiyah. Sebagai gerakan Dakwah Islam Yang memiliki komitmen untuk pemurnian dan menjaga kemurnian ajaran Islam, Muhammadiyah memahami bahwa kebudayaan adaIah pemikiran, karya dan penghayatan hidup yang merupakan refleksi umat Islam atas ajaran agamanya. yang bersumber pada otentisitas ajaran Islam. Dengan pandangan itu, Muhammadiyah memandang. bahwa adanya pluralitas budaya (multikulturalitas) adalah sesuatu kenyataan yang mesti diterima. Namun, tidak berimplikasi kepada paham pluralisme dan multikulturalisme, yang memandang semua agama dan semua budaya manusia adalah benar dan baik bagi umat manusia, sebagaimana statemen al-Qur'an memandang bahwa dalam pluralitas budaya atau multikulturalitas terdapat kategori budaya ma'rufat (segala budaya yang baik, yang sesuai dengan nilai-nilai Islam) dan budaya munkarat (segala sesuatu yang jelek, batil dan jahat bagi kehidupan manusia dan tidak sesuai dengan syariat Islam. Derasnya paham multikulturalisme dan pluralisme di dalam tubuh Muhammadiyah ditandai dengan kritik tajam yang dilontarkan oleh kalangan internal Muhammadiyah atas konsep pemurnian agama (purifikasi). Bahkan kritik itu telah berubah menjadi hujatan bahwa gerakan purifikasi dalam Muhammadiyah telah menggusur potensi kultur lokal, tanpa memahami persoalan dan konteks budaya lokal tersebut jika dikaitkan dengan aqidah, akhlak dan muamalah Islam. Akibat lanjut dari kegamangan atau kegodal-gadulan adalah kecenderungan warga dan pimpinan Muhammadiyah yang permisif terhadap berbagai budaya lokal dan global, tanpa memperdulikan aspek-aspek munkarat yang terjadi. Melihat kondisi terakhir Muhammadiyah yang gamang, godal-gadul dalam menghadapi perkembangan masyarakat, bahkan terkooptasi oleh hegemoniknya pemikiran Islam liberal-sekular yang sempat memporakporandakan bangunan organisasi dan gerakan dakwahnya, Muhammadiyah memerlukan kepemimpinan yang kompak (barakah jama'i) dan konsisten (istiqomah) terhadap nilai-nilai dasar Islam. Dengan jalan itulah, Muhammadiyah akan lebih memiliki daya tarik dalam membina umat dan memberi arah kepada setiap perubahan dan perkembangan masyarakat. Sementara dengan kegamangan seperti saat ini banyak warga Muhammadiyah eksoduse, dan lebih dari itu Muhammadiyah jadi bahan pergunjingan yang melelahkan. Akhirnya, semoga Muhammadiyah tetap Amanah dan istiqomah dalam gerakannya, kokohkan khittah pemurnian, dakwah dan tajdid, bersihkan TBC dan liberalisme-sekular. Innallaha ma'ana. Nasrun Minallah wa-fathun qariib.

Minggu, 14 Juni 2009

Amar Ma'ruf Nahi Munkar

AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR

Diriwayatkan dari Anas Ibn Malik r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Barangsiapa yang menunaikan salat satu kali, dari nafas orang yang salat itu Allah menciptakan awan putih itu untuk mengambil rahmat dari laut. Lalu Ia mengambilnya. Kemudian Allah SWT menyuruhnya agar menjadi hujan. Lalu dari tetesan jatuh kebumi Allah menciptakan emas, dari tetesan yang jatuh ke gunung Allah menciptakan perak, dan dari tetesan yang jatuh kepada orang kafir Allah SWT menganugerahinya keimanan”.

Allah SWT berfirman : “Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia...(QS.Ali ‘Imran : 110). Tentang ayat ini, al-Kalbi berkata; “Ayat ini mengandung penjelasan tentang keadaan umat ini dalam hal keutamaannya atas umat-umat lain. Disitu terdapat dalil bahwa umat Islam ini merupakan umat terbaik secara mutlak. Hal ini mencakup generasi dari umat-umat yang lain walaupun ada perbedaan dalam esensinya, sebagaimana keutamaan sahabat terhadap generasi berikutnya”.

Makna ukhrijat adalah “ditampakkan kepada manusia” yakni agar memberikan manfaat dan kebaikan kepada mereka di segenap penjuru dunia sehingga mereka dapat dibedakan dan dikenal. Selanjutnya firman Allah SWT : “...Engkau menyuruh kepada kebaikan, mencegah kemunkaran dan beriman kepada Allah...(QS.Ali ‘Imran : 110). Ayat mengandung penjelasan tentang keberadaan mereka sebagai yang terbaik selain mencakup juga kelebihan mereka yang tegak di atas sifat-sifat tersebut. Kalau mereka meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar, mereka kehilangan sifat tersebut. Oleh karena itulah Allah menjadikan mereka sebagai manusia terbaik untuk orang lain. Mereka menyuruh kebaikan, mencegah kemunkaran, dan memerangi orang-orang kafir agar mereka selamat sehingga manfaat mereka mengungguli yang lain. Nabi Saw bersabda :”Sebaik-baik manusia adalah yang memberikan manfaat kepada orang lain dan sejahat-jahat manusia adalah yang mendatangkan kerugian bagi orang lain.”

Firman-Nya,”...Mereka beriman kepada Allah...” Artinya, mereka meyakini keesaan Allah Swt dan teguh di atas prinsip itu. Mereka pun mengakui bahwa Muhammad adalah Nabi Allah Swt. Sebab, barangsiapa yang mengingkari Muhammad Saw.,berarti ia tidak beriman kepada Allah. Nabi Saw bersabda :”Barangsiapa melihat kemunkaran, ubahlah dengan tangan. Jika tidak mampu, ubahlah dengan lidah. Jika masih tidak mampu, ubahlah dengan hati, tetapi ini merupakan selemah-lemah iman.”

Sebagian ulama mengatakan bahwa mengubah dengan tangan adalah untuk para pemimpin, dengan lidah untuk para ulama, dan dengan hati adalah untuk masyarakat awam. Sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa setiap orang yang mampu melakukan hal itu, ia wajib mengubahnya, sebagaimana Allah SWT berfirman: “Tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan taqwa; janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”. (QS. Al-Ma’idah ayat 2)

Termasuk sikap tolong-menolong adalah memberikan dorongan, memudahkan jalan kebaikan, serta menutup jalan kejahatan dan permusuhan sedapat mungkin.

Di dalam hadits lain, Nabi Saw, bersabda,”Barangsiapa yang menegur ahli bid’ah, Allah memenuhi kalbunya dengan keamanan dan keimanan. Barang siapa yang merendahkan ahli bid’ah, Allah memberinya ketenangan pada hari yang sangat menakutkan. Barangsiapa yang menyuruh kebaikan dan mencegah kemunkaran, berarti ia adalah khalifah Allah serta khalifah kitab dan Rasul-Nya di bumi”.

Hudzayfah r.a. berkata, “Akan datang suatu zaman kepada manusia ketika bangkai keledai lebih mereka sukai dari pada orang Mukmin yang menyuruh mereka berbuat kebaikan dan mencegah mereka dari kemunkaran.”

Musa a.s. berkata, “Tuhanku, apa balasan bagi orang yang mengajak saudaranya kepada kebenaran, menyuruhnya berbuat kebaikan, dan mencegahnya dari kemunkaran?”Allah menjawab,”Untuk setiap kata-katanya, aku menuliskannya sebagai ibadah sunnah untuknya dan Aku merasa malu untuk mengazabnya dengan api neraka.”

Di dalam hadits qudsi, Allah SWT berfirman,”Wahai anak Adam, janganlah kalian termasuk orang-orang yang menunda tobat, memanjangkan angan-angan, dan kembali ke akhirat tanpa amalan. Janganlah kalian menjadi orang yang mengucapkan perkataan orang-orang ahli ibadah, tetapi melakukan perbuatan orang-orang munafik. Janganlah kalian menjadi orang yang tidak merasa cukup jika diberi karunia; tidak bersabar jika tidak diberi; mencintai orang-orang sholeh tetapi tidak menjadi bagian dari mereka; membenci orang-orang munafik tetapi menjadi bagian dari mereka; menyuruh kebaikan tetapi tidak mengerjakannya; serta mencegah kejahatan tetapi tidak menghindarinya”.

Ali kw. Berkata, “saya pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Pada akhir zaman akan datang suatu kaum yang muda usia dan lemah akal. Mereka mengutip ucapan manusia terbaik (Nabi Saw.) tetapi tidak melewati tenggorokan mereka (tidak diamalkan). Mereka tercabut dari agama sebagaimana anak panah tercabut dari busurnya.”

Nabi Saw. bersabda, “Pada malam Isra ke langit, aku melihat orang-orang yang dipotong lidah mereka dengan pemotong dari api. Lalu aku bertanya, “Siapa mereka itu, Jibril?” mereka adalah para khatib dari umat anda yang menyuruh manusia berbuat kebajikan tetapi lupa pada diri mereka sendiri,” jawab Jibril.”

Tentang mereka, Allah SWT berfirman: “Mengapa kalian menyuruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sementara kalian melupakan diri kalian sendiri, padahal kalian membawa al-kitab? Tidakkah kalian berfikir?” (QS al-Baqarah ayat 44)

Artinya, mereka itu membaca kitab Allah, tetapi tidak mengamalkan isinya; mereka menyuruh orang lain bersedekah, tetapi mereka sendiri tidak bersedekah. Oleh karena itu, wajib bagi kaum mukmin untuk menyuruh kebaikan dan mencegah kemunkaran, tetapi tidak melupakan diri mereka sendiri, sebagaimana Allah SWT berfirman. “Kaum Mukmin, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh kebaikan , mencegah kemunkaran, menegakkan shalat…”(QS at-taubah ayat 71)

Kaum Mukmin berwatak menyuruh kebaikan. Jadi, orang yang meninggalkan watak itu bukan bagian dari mereka yang dijelaskan di dalam ayat ini. Allah mencela banyak kaum karena meninggalkan amar ma’ruf . Allah SWT berfirman: “Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan kemunkaran yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu”. (QS Al-Ma’idah ayat 79).

Abu ad-Darda r.a. berkata: “Apakah kalian menyuruh kebajikan dan mencegah kemunkaran atau Allah mengalahkan mereka malalui kekuasaan yang dolim, ketika orang tua tidak dihargai dan anak-anak tidak disayang? Mereka memohon kebaikan kalian, tapi kalian tidak memberi jawaban kepada mereka. Mereka meminta pertolongan, tetapi tidak ada yang menolong. Mereka memohon ampunan, tetapi tidak dimaafkan.

Aisyah r.a. meriwayatkan bahwa Nabi Saw. bersabda, “Allah mengazab penghuni kampung yang disitu mereka mengerjakan delapan belas ribu perbuatan para Nabi.Bagaimana bisa demikian tanya para sahabat. Mereka tidak membenci karena Allah, tidak menyuruh kebajikan, dan tidak mencegah kemunkaran, jawab Nabi Saw”.

Abu Dzar al-Ghifari r.a. meriwayatkan bahwa Abu Bakar As-Shiddiq r.a. bertanya, “Ya Rosulullah, apakah ada jihad lain selain memerangi orang-orang musyrik? “Ada wahai Abu Bakar. Allah memiliki para pejuang di bumi yang lebih utama dari pada para syuhada yang hidup dengan diberi rezeki dan berjalan di bumi. Allah membanggakan mereka kepada para malaikat langit dan menghias syurga untuk mereka seperti Ummu Salamah berhias untuk Rosulullah Saw jawab Rosulullah Saw. “Ya Rosulullah siapakah mereka itu? “Rosul menjawab, “Orang-orang yang menyuruh kebajikan, mencegah kemunkaran, serta mencinta dan membenci karena Allah.” Selanjutnya beliau bersabda,”Demi zat yang diriku dalam kekuasaan-Nya, hamba itu berada di kamar yang terletak diatas kamar-kamar lain diatas kamar-kamar para syuhada. Masing-masing kamar itu memiliki tiga ratus pintu dari yakut, zamrut, dan emas. Diatas setiap pintu ada cahaya. Laki-laki dari mereka menikahi tiga ratus ribu bidadari yang menyilaukan mata. Setiap kali memandang salah satunya, bidadari itu berkata, Ingatkah anda pada hari begini dan begitu ketika anda menyuruh kebaikan dan mencegah kemunkaran?”Setiap kali memandangnya, bidadari itu menyebutkan tentang perintah untuk mengerjakan kebaikan dan mencegah kemunkaran.”

Di dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Allah bertanya kepada Musa as, Musa, Apakah engkau telah mengerjakan suatu amalan untuk-Ku? “Tuhanku saya telah shalat, puasa, dan bersedekah, bersujud karena-Mu, serta memuji-Mu, membaca kitab-Mu, dan berdzikir kepada-Mu. Jawab Musa as. Musa, didalam shalat ada pembelaan bagimu, di dalam puasa ada syurga untukmu, di dalam sedekah ada naungan untukmu, dan di dalam tasbih ada cahaya untukmu. Lalu amalan apa yang lain yang engkau kerjakan untuk-Ku?“Tuhanku, tunjukkan kepada saya amalan yang dapat saya kerjakan untuk-Mu,”Musa, apakah engkau menolong waliku? Apakah engkau memusuhi musuhku?“.Musapun mengerti bahwa amalan yang paling utama adalah mencinta dan membenci karena Allah serta membenci musuh-musuh-Nya.

Abu Ubaydah Ibnu Jarrah r.a. berkata, “Saya bertanya, Ya Rosulullah, syuhada mana yang paling mulia disisi Allah SWT? beliau menjawab, seseorang yang mendatangi pemimpin yang durhaka, menyuruhnya berbuat kebaikan dan mencegah kemunkaran, lalu terbunuh. Jika tidak terbunuh, qolam tidak bekerja setelah itu. Kalaupun hidup, ia tidak bergerak”.

Al-hasan Al-Bashri r.a meriwayatkan bahwa Rosulullah Saw bersabda, “Seutama-utama syuhada umatku adalah orang yang mendatangi pemimpin yang durhaka, memerintahkannya berbuat kebaikan dan mencegah kemunkaran, lalu ia terbunuh itulah syahid. Tempatnya di syurga adalah diantara tempat Hamzah dan Ja’far”.

Allah mewahyukan kepada Yusa Ibnu Nun a.s. “Aku akan membinasakan empat puluh ribu orang baik dan enam puluh ribu orang jahat diantara kaummu”. “Tuhanku tentang orang jahat saya maklum akan tetapi bagaimana dengan orang-orang yang baik, tanya Yusa” Mereka tidak membenci karena kebencian-Ku serta makan dan minum bersama orang-orang jahat.”

Anas r.a berkata,”Kami bertanya kepada Rasulullah Saw, “Ya Rosulullah, tidakkah kami memerintah kebaikan sebelum mengerjakan seluruhnya dan tidak mencegah kemunkaran sebelum menjauhi semuanya ?” Nabi Saw menjawab, “Perintahkanlah kebaikan walaupun kalian tidak mengetahui seluruhnya dan cegahlah kemunkaran walaupun kalian tidak menjauhi semuanya” jawab Nabi Saw.

Kemaksiatan Mempengaruhi Eksistensi Jamaah

Terkadang kemaksiatan seseorang atau sekelompok ikhwah bisa mengakibatkan seluruh bagian dari jamaah akan merasakan pengaruh buruknya, atau menjadi faktor kehancuran dan malapetaka, atau menjadi sebab hadirnya ujian yang sangat berat. Khususnya jika kemaksiatan itu berupa dosa besar atau dilakukan oleh jajaran qiyadah atau orang-orang yang seharusnya menjadi uswah dan qudwah. Allah Swt berfirman : “Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zhalim saja diantara kamu”.(Al-Anfal : 25).

Kalau kita perhatikan perang Uhud misalnya, kita akan mendapati bahwa sebab kekalahan kaum muslimin di sana adalah implikasi dari kemaksiatan yang dilakukan oleh sebagian pasukan pemanah. Jumlah mereka tidak lebih dari 4% keseluruhan pasukan kaum muslimin dalam peperangan itu. Apa hasil dari kemaksiatan itu ? 70 orang sahabat Rasul Swa terbunuh, .

Kalau kita perhatikan perang Uhud misalnya, kita akan mendapati bahwa sebab kekalahan kaum muslimin di sana adalah implikasi dari kemaksiatan yang dilakukan oleh sebagian pasukan pemanah. Jumlah mereka tidak lebih dari 4% keseluruhan pasukan kaum muslimin dalam peperangan itu. Apa hasil dari kemaksiatan itu ? 70 orang sahabat Rasul Swa terbunuh, perut mereka dicabik-cabik, telinga dan hidung mereka diiris, Rasul terluka, wajahnya yang mulia robek, gigi ruba’iyahnya pecah. Itupun Allah telah memaafkan mereka sebagaimana tertera di dalam Al-Qur’an,”Dan dia telah memaafkan kalin”.(Ali ‘Imran : 152). Seseorang pernah bertanya kepada Hasan Al-Bashri, “Bagaimana bisa dikatakan Allah telah memaafkan mereka, sedangkan tujuh puluh orang dari mereka terbunuh? Hasan menjawab,”Kalau seandainya Allah tidak memaafkan mereka, niscaya mereka semua tertumpas habis.”

Itu semua merupakan implikasi dan akibat buruk dari kemaksiatan. Al-Qur’an menjelaskan.”Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padalah kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar) kamu berkata, “Dari mana datangnya (kekalahan) ini?” Katakanlah,”Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri.”.(Ali ‘Imran : 165).

Sampai pada saat kamu lemah dan berselisih dalam urusan itu dan mendurhakai perintah (Rasul) sesudah Allah memperlihatkan kepadamu apa yang kamu sukai. (Ali ‘Imran : 152)

Hal seperti ini juga tampak jelas dalam perang Hunain, pada awal-awal peperangan kaum muslimin sempat kocar-kacir akibat segelintir orang yang ‘ujub dan lupa bahwa kemenangan itu semuanya hanya datang dari Allah. Padahal mereka termasuk at-Thulaqa’, orang-orang yang baru saja masuk Islam. Mereka mengatakan,”Hari ini kita tidak mungkin kalah karena jumlah kita banyak”. Buahnya, seperti yang dijelaskan oleh Al-Qur’an.”Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai orang-orang yang beriman) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu ketika kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlahmu, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari ke belakang dan bercerai-berai. (at-Taubah:25)

Dari sini saya sampaikan, sebuah jamaah yang ingin eksis di muka bumi hendaklah memberikan perhatian yang penuh terhadap urusan mencegah kemunkaran yang ada di dalam tubuh jamaah, melebihi perhatiannya terhadap urusan mencegah kemunkaran yang ada di masyarakat tempat jamaah ini berada. Sungguh jika sebuah jamaah telah sukses untuk menyelesaikan yang pertama, niscaya ia akan lebih sukses lagi untuk menyelesaikan yang kedua. Dan saya tegaskan, sekali-kali sebuah jamaah tidak akan sukses untuk menyelesaikan yang kedua kecuali jika telah sukses menyelesaikan yang pertama.

Sebelum saya mengakhiri pembicaraan tentang kemaksiatan ini, saya ingin mengingatkan adanya satu masalah yang sangat penting; saya tidak memaksudkan pembicaraan saya di muka untuk kemaksiatan lahir saja, namun saya maksudkan juga untuk yang batin. Apalagi yang terakhir ini seperti riya’, ujub, iri, cinta kekuasaan dan sombong, cinta dunia bisa jadi jauh lebih berbahaya dibandingkan dengan kemaksiatan lahir.

Kamis, 11 Juni 2009

Sholawat Berbau Syirik

AWAS !! SHOLAWAT BERBAU SYIRIK

SHOLAWAT NARIYAH

Sholawat nariyah sering dibaca oleh sebagian kalangan kaum muslimin. Dipercayai oleh sebagian pihak bahwa sholawat ini punya kasiat luar biasa. Sholawat nariyah yang sangat terkenal itu bunyinya sebagai berikut :

اللهم صل صلاة كاملة وسلام سلام تاما على سيد نا محمد الذي تنحل به العقد وتنفرج به الكرب وتنال به الرغائب وتقضى به الحوائج ويستسقى الغمام بوجهه الكريم عدد كل لمحة ونفس بعدد كل معلوم لك

“Wahai Allah! Curahkanlah rahmat yang sempurna dan kesejahteraan yang sempurna kepada sayyidina Muhammad sebanyak jumlah kedipan mata, hembusan nafas dan sebanyak seluruh apa yang Engkau ketahui. Yang dengannya segala ikatan menjadi lepas (segala kesulitan akan terselesaikan), segala kesedihan akan lenyap karenanya, dan dengannya segala cita-cita tercapai, dengannya pula segala kebutuhan akan terpenuhi, dan dengan wajahnya mulia awan berubah menjadi hujan.”

Sholawat untuk Rasulullah SAW tersebut mengandung kalimat syirik. Kalau kita mau mengkaji berbagai buku dan kitab untuk melacak sumber dan asal-usulnya maka akan sia-sia. Asal-usulnya gelap, kegelapannya seakan sepekat kegelapan lumpur kesyirikan yang dikandungnya. Dalam buku-buku hadits, fikih, dan tasawuf manapun tidak ditemukan siapa pencetus dan pencipta sholawat yang telah membodohi jutaan orang awam tersebut.

Kalau kita perhatikan dari sholawat tersebut maka akan jelas ada bau kesyirikan yang jelas, “ Yang dengannya segala ikatan menjadi lepas (segala kesulitan akan terselesaikan) “ . Berarti bukan karena Allah tapi karena Rasulullah saw. “segala kesedihan akan lenyap karenanya”. Jadi bukan karena pertolongan, rahmat, atau karunia Allah, dst. Coba dicerna dan pahami.

Sholawat tersebut mengandung kalimat yang bertentangan dengan ayat al-Qur’an, :

“Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?", niscaya mereka menjawab: "Allah". Katakanlah: "Maka Terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmatNya?. Katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku". kepada- Nyalah bertawakkal orang-orang yang berserah diri.” Surat az-Zumar:38

“Katakanlah: " Serulah mereka yang kamu anggap (sebagai Tuhan) selain Allah, mereka tidak memiliki (kekuasaan) seberat zarrahpun di langit dan di bumi, dan mereka tidak mempunyai suatu sahampun dalam (penciptaan) langit dan bumi dan sekali-kali tidak ada di antara mereka yang menjadi pembantu bagi-Nya”.Surat Saba:22

YA RABBI BIL MUSHTHAFA

Ada syair lain yang juga sangat akrab di berbagai daerah. Sering dilantunkan di masjid-masjid atau surau-surau dengan suara merdu bersama-sama atau sendirian. Kalau kita pahami artinya maka syair tersebut pun tidak terlepas dari unsur kesyirikan. Coba kita perhatikan sejenak syair tersebut :

يارب بالمصطف بلغ مقاصدنا واغفرلنا مامضى ياواسع الكرم

Wahai Tuhanku dengan al-Mustafa (salah satu sebutan Rasulullah saw) jadikanlah tujuan-tujuan kami tercapai dan ampunilah dosa-dosa kami yang telah lampau wahai Tuhan yang luas kemurahan-Nya”

Letak kesyirikan syair tersebut adalah menjadikan Rasulullah saw sebagai wasilah untuk mendapat pencapaian cita-cita dan ampunan. Rasulullah saw, para sahabat, para imam madzhab yang empat dan seluruh ulama shaleh tidak pernah mempraktikkan atau mengajarkan doa semacam itu. Doa dengan memakai perantaraan kehormatan dan derajat orang yang sudah mati.

SHOLAWAT BADAR

Sholawat dan salam Allah semoga terlimpah kepada Thaha, sang utusan Allah

Sholawat dan salam dari Allah semoga terlimpah kepada Yasin sang kekasih Allah

Kami bertawasul dengan nama Allah dan Rasulullah saw sang pemberi petunjuk

Juga dengan setiap mujahid di jalan Allah, dengan pahlawan Badar pula wahai Allah

Wahai Tuhanku! Selamatkan umat dari kerusakan, murka, kesedihan, dan bencana karena pahlawan Badar, wahai Allah!

صلاة الله سلام الله على طه رسول الله

صلاة الله سلام الله على يس حبيب الله

تو سلنا ببسم الله وبا لهادي وسول الله

وكل مجاهد لله بأهل البدر ياالله

إلهي سلم الأمة من الآفات والنقمة

ومن هم ومن غمة بأهل البدر ياالله

Dan syair selanjutnya masih cukup panjang, yang kesemuanya mengandung unsur syirik

Berdoa dengan cara bertawasul kepada Rasulullah saw dan para pahlawan tidak dijumpai dalil. Perintahnya adalah berdoa langsung sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an :

Dan Aku akan menjauhkan diri darimu dan dari apa yang kamu seru selain Allah, dan Aku akan berdoa kepada Tuhanku, Mudah-mudahan Aku tidak akan kecewa dengan berdoa kepada Tuhanku". Maryam : 48

Dan Sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.” al-jin : 18

Bertawasul dengan orang yang sudah mati tidak pernah dilakukan oleh para Nabi, shahabat, maupun para ulama salaf dan imam madzhab. Bahkan menurut Komisi Tetap untuk Penelitian Ilmiah dan Fatwa Kerajaan Saudi Arabia kebiasaan tawasul semacam ini termasuk syirik

Semoga apa yang saya sampaikan ini menjadi bahan renungan dan kita ini terlepas dari perilaku-perilaku syirik yang menyebabkan kita terjerumus di neraka. Semoga Allah senantiasa memberikan hidayah-Nya pada kita dan memberikan kemudahan serta kekuatan pada kita untuk mengetahui yang benar maupun yang bathil.

Abdullah al-Muttaqin

Pertolongan

Kapankah Pertolongan itu Datang?

Pertolongan Allah itu mahal dan tidak diberikan kepada sembarang muslim. Pertolongan dari Allah hanya diberikan kepada satu thaifah (kelompok) khusus yang memiliki sifat-sifat tertentu. Thaifah ini telah dipersiapkan oleh Allah untuk mendapatkan pertolongan dari–Nya dan untuk melaksanakan perintah-Nya. Allah mentarbiyah mereka dengan tarbiyah khusus sehingga nantinya mereka layak dikuasakan di muka bumi dan sanggup untuk menegakkan dien dengan segala keistimewaan dien itu. Thaifah yang akan mendapatkan pertolongan inilah thaifah yang disebut oleh Rasulullah saw dalam sabdanya, “Akan senantiasa ada satu thaifah dari umatku yang berdiri kukuh di atas kebenaran. Orang-orang yang menghinakan mereka tidaklah mendatangkan mudlarat bagi mereka. Sampai tiba keputusan Allah, mereka tetap dalam keadaan itu”.(HR. al-Bukhariy, Muslim, at-Tirmidziy, Ibnu Majah). Dalam memenangkan pertempuran melawan musuh, thaifah yang berdiri kukuh di atas kebenaran ini tidak pernah mendapatkan kemenangan itu dikarenakan jumlah mereka banyak. Sebaliknya, jumlah mereka selalu sedikit. Dan sepanjang zaman, ahlul-iman dapat mengalahkan musuh-musuh mereka bukan dengan jumlah dan bekal logistik mereka, tetapi mereka dapat memenangkan dengan berbekalkan dien ini. Dien yang dengannya Allah memuliakan mereka, seperti yang dikatakan oleh ‘Abdullah bin Rawahah dalam perang Mut’ah.”Kita tidak memerangi manusia dengan bilangan, kekuatan, dan jumlah kita. Kita hanya memerangi mereka karena dien ini. Dien yang Allah memuliakan kita dengannya.”(Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq).

Bahkan, jika anda memperhatikan semua kancah peperangan antara kaum muslimin dengan musuh-musuh mereka Anda akan mendapati jumlah dan perbekalan kaum muslimin jauh lebih sedikit dibandingkan jumlah dan perbekalan musuh. Kebenaran ada pada Abu Bakar ash-Shiddiq. Beliau menulis surat kepada panglima perangnya,’Amru bin ‘Ash. Bunyinya,”Semoga keselamatan senantiasa dilimpahkan kepadamu! Suratmu yang mengabarkan bahwa Romawi telah mengumpulkan pasukannya yang jumlahnya sangat banyak telah sampai. Sesungguhnya Allah tidak memberikan kemenangan kepada kita kala bersama Nabi-Nya saw dengan banyaknya perbekalan dan jumlah pasukan. Dahulu, kita pernah berperang bersama Rasulullah saw sedangkan yang kita miliki hanyalah dua ekor kuda. Adapun kita sendiri, waktu itu hanya berjalan di belakang onta. Dalam perang Uhud yang disertai Rasulullah saw pun kami hanya membawa seekor kuda yang ditunggangi oleh beliau saw. Meski demikian, Allah tetap memenangkan dan menolong kita atas orang-orang yang menyelisihi kita. Juga, ketahuilah bahwa manusia yang paling taat kepada Allah adalah orang yang paling benci kepada kemaksiatan. Maka, taatilah Allah dan perintahkan sahabat-sahabatmu untuk mentaatinya!(Diriwayatkan oleh at-Thayalisiy dari al-Waqidiy dari ‘Abdullah bin ‘Amru ra).

Sungguh sunnatullah itu tidak berlaku bagi orang-orang tertentu saja. Baik untuk kemenangan atau pun kekalahan, keduanya ada sebabnya. Barangsiapa diberi taufiq oleh Allah berupa sebab-sebab kemenangan, niscaya Allah akan memenangkannya. Begitu pun sebaliknya, barangsiapa tidak diberi taufiq oleh Allah hendaknya ia tidak mencela selain mencela dirinya sendiri. Dalam Al-Qur’an surat An-Nisa’:123 Allah berfirman:”(Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong dan tidak (pula) menurut angan-angan Ahli Kitab. Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya diberi pembalasan dengan kejahatan itu. Jika sebuah jamaah Islam menghajatkan kemenangan atas musuh-musuhnya, maka ia harus memenuhi sebab-sebab datangnya kemenangan. Sama seperti yang dilakukan oleh para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik.

Memerinci sebab-sebab kemenangan secara detail akan menghabiskan banyak halaman. Karenanya saya hanya akan menyebutkan secara global, sebab-sebab yang melatarbelakangi seluruh kemenangan agung yang dicapai oleh para sahabat dan para tabi’in.Tersebut dalam sirah, bahwa musuh-musuh para sahabat itu tidak pernah mampu bertahan lama di dalam peperangan melawan mereka. Bahkan ketika Heraclius mendengar kabar bahwa Romawi telah bertekuk lutut, ia berkata,”Celaka kalian! Coba ceritakan tentang musuh yang memerangi kalian itu! Bukankah mereka juga manusia seperti kalian?!”Mereka menjawab,”Benar…”. “Jumlah kalian lebih banyak ataukah sebaliknya?”,tanyanya lagi.”Bahkan jumlah kami berlipat-lipat lebih banyak daripada jumlah mereka di dalam setiap kancah.”, jawab mereka.”Lalu, ada apa dengan kalian sehingga kalian menjadi pecundang?,”Salah seorang pembesar mereka menjawab,”Karena mereka semua bangun menunaikan shalat malam, mereka berpuasa di siang hari, mereka menepati janji, mereka beramar ma’ruf nahi munkar, serta mereka saling tolong menolong. Juga karena kami semua meminum arak, berzina, melanggar yang haram, menyelisihi janji, berbuat ghashab, berbuat zhalim, menyebarkan perseteruan, meninggalkan hal-hal yang diridlai oleh Allah, serta membuat kerusakan di muka bumi.” “Benar yang kamu katakan.”, komentar Heraclius.(Diriwayatkan oleh Ahmad bin Marwan al-Malikiy, Ibnu ‘Asakir dari Ibnu Ishaq).

Dengan kecerdasannya seorang pembesar Romawi telah menyimpulkan tentang sebab-sebab kemenangan dan kekalahan. Ia menjelaskan bahwa pasukan muslimin telah memenuhi semua sebab untuk mendapatkan kemenangan, total. Sebaliknya, Romawi telah memenuhi semua sebab untuk mendapatkan kekalahan, total. Seorang mata-mata Romawi yang dikirim untuk mencari tahu kabar dan keadaan kaum muslimin, menguatkan pernyataan di atas. Waktu itu menjelang penaklukan kota Syam, sepulang dari memata-matai pasukan muslimin ia melaporkan semuanya. Ia berkata,”Mereka adalah pendeta di waktu malam dan ahli menunggang kuda di siang hari. Jika salah seorang anak raja mereka mencuri, mereka tetap memotong tangannya. Jika ia berzina ia pun akan dirajam, demi menegakkan kebenaran pada diri mereka.”

Ada juga salah seorang pengikut setia Thulaihah al-Asadiy yang menceritakan tentang sebab-sebab kemenangan dan kekalahan. Ketika Thulaihah melihat banyak sekali pasukannya yang menjadi pecundang di medan perang, ia berkata,”Celaka! Apa yang membuat kalian kocar-kacir begini?!”Salah seorang pengikut setianya itu menjawab,”Saya beritahukan kepadamu apa yang membuat kita kalah total. Sesungguhnya tidak seorang pun dari mereka yang menginginkan sahabatnya terbunuh lebih dahulu. Kami benar-benar mendapati suatu kaum yang semuanya ingin kematiannya datang lebih dahulu daripada kematian sahabatnya. (Diriwayatkan oleh Walid bin Muslim dari Yahya bin Yahya al-Ghassaniy).

Ada pula seorang mata-mata Romawi yang diutus oleh penguasa Damaskus. Ketika itu pasukan muslimin datang dari arah Yordania. Mata-mata itu berkata,”Saya datang kepada Anda usai berjumpa dengan kaum yang tubuh mereka kurus kering, mereka mengendarai kuda-kuda pilihan, di malam hari mereka bagai pendeta, dan di siang hari mereka adalah penunggang kuda nan tangkas…Seandainya Anda mengajak bicara orang yang ada di samping Anda, niscaya ia tidak memahami apa yang mereka katakan karena begitu gegap gempita suara mereka oleh bacaan al-Qur’an dan dzikir.” Lalu penguasa Damaskus itu menoleh kepada sahabat-sahabatnya seraya berkata,”Mereka mengamalkan sesuatu yang tidak mungkin kalian mampu melakukannya.” Dalam Tarikh at-Thabariy disebutkan,”Ketika kaum muslimin menaklukan Madain mereka mengumpulan semua harta rampasan perang. Ada seorang laki-laki membawa wadah untuk mengumpulkannya lalu ia serahkan kepada yang bertanggungjawab untuk dibagi. Orang-orang bertanya kepadanya,”Wow, kami belum pernah melihat yang seperti itu! Dari apa yang kami kumpulkan, tidak ada sesuatu pun yang senilai dengannya atau bahkan mendekatinya. Apakah kamu mengambilnya barang sebuah?’Laki-laki itu menjawab,’Demi Allah, jika bukan karena Allah aku tidak akan mengumpulkannya.’ Maka orang-orang pun mengerti bahwa orang itu bukan sembarang laki-laki. Mereka bertanya,’Siapakah Anda ini?’ Laki-laki itu menjawab,’Demi Allah, aku tidak akan memberitahukan kepada kalian karena aku khawatir akan pujian dan tidak akan kuberitahukan kepada kalian karena aku khawatir akan sanjungan. Sungguh, aku memuji Allah dan ridla terhadap pahala dari-Nya.’ Lalu mereka mnyuruh seseorang untuk membuntutinya sampai ketika ia telah berkumpul dengan teman-temannya, suruhan itu bertanya kepada mereka. Laki-laki itu adalah ‘Amir bin ‘Abdu Qais. At-Thabariy juga menyebutkan,”Ketika pedang, ikat pinggang, dan mahkota Kisra diserahkan kepada ‘Umar ra beliau berkata,’Sungguh, kaum yang menyerahkan semua ini adalah kaum yang benar-benar beramanah.’Mendengar hal itu ‘Ali ra berkata,’Sesungguhnya Anda bersikap ‘iffah (menjaga diri) sehingga semua rakyat pun memilih sikap yang sama.

PRINSIP DAN TAHAPAN DALAM GERAKAN ISLAM

PRINSIP DAN TAHAPAN DALAM GERAKAN ISLAM

DAN KEWAJIBAN MEMEGANG PRINSIP

Sebagian aktivis gerakan Islam – yang terpengaruh oleh perhelatan antar partai dan pertarungan di dunia pulitik – menganggap bahwa ketidakinginan Harakah Islamiyah atau aktivis lainnya memasuki bidang ini dengan menggunakan trik-trik persaingan dan provokasi yang dipergunakan partai-partai politik umumnya adalah cara berpikir yang kuno dan tidak mengerti akan taktik dan strategi. Mereka menganggabnya sebagai sebab utama keterlambatan gerakan Islam dalam mencapai tujuan. Mereka berpandangan bahwa mengurangi sedikit komitmen terhadap aqidah dan syariat akan memberikan peluang bagi gerakan Islam untuk lebih cepat bergerak dan mendapatkan kekuatan, yang akhirnya dapat meraih kemenangan. Menurut saya, pendapat ini salah, bahkan yang benar adalah sebaliknya. Wallahu A'lam.

Sesungguhnya kurangnya peluang gerak bagi gerakan Islam tidak sebesar kurangnya komitmen terhadap gerakan Islam itu sendiri. Yang berpandangan bahwa tahapan dan prinsip dalam gerakan Islam adalah dua hal yang bertentangan ialah orang-orang yang tidak mengerti karakter Islam dan tidak mengerti faktor-faktor kemenangan Islam.

Sesungguhnya keberhasilan gerakan Islam akan ditentukan oleh ghirah para Aktivis dalam memperjuangkan gerakan Islam dan komitmen mereka terhadap aturan-aturan Allah swt. Begitu juga sebaliknya, sikap menganggap sepele masalah ini adalah penyebab kemunduran dan kegagalan gerakan Islam.

Ketika ada keterlambatan dalam penaklukan Mesir, Khalifah Umar bin Khattab ra. Mengirim surat kepada Amru bin 'Ash sebagai panglima pasukan, yang berisikan, "Amma ba'du. Saya heran dengan keterlambatan kalian menaklukan Mesir. Sudah dua tahun kalian melakukan peperangan. Keterlambatan ini tidak lain adalah karena sifat cinta dunia yang merasuki kalian sudah seperti kecintaan musuh kalian terhadap dunia. Sungguh Allah SWT, tidak memberikan pertolongan kepada sebuah kaum kecuali karena niat mereka yang benar..".

Begitu juga dengan nasehat Umar bin Khattab kepada Sa'ad bin Abi Waqqash,"Wahai Sa'ad, jangan kamu tersanjung jika ada yang mengatakan bahwa kamu adalah paman dan sahabat Rasulullah saw, karena Allah tidak menghapus keburukan dengan keburukan, akan tetapi Allah swt menghapus keburukan dengan kebaikan. Allah swt tidak memiliki hubungan dengan seorang pun kecuali karena ketaatannya. Orang yang berpangkat dan yang jelata adalah sama dihadapan Allah swt. Allah adalah tuhan mereka dan mereka adalah para hamba-Nya. Mereka berbeda-beda dengan kesehatan mereka dan mereka akan mendapatkan apa yang ada di sisi Allah swt dengan ketaatan. Oleh karena itu, perhatikan hal-hal yang ada pada Rasulullah saw. Semenjak beliau diutus menjadi Rasulullah hingga beliau wafat, lalu laksanakanlah hal-hal tersebut. Inilah nasihatku kepadamu, jika kamu benci dan tidak menghiraukannya niscaya amal perbuatanmu akan sia-sia dan kamu akan merugi."

Multiorientasi dalam gerakan Islam menjadikan munculnya konsepsi-konsepsi yang kontradiktif sekitar gerakan Islam itu sendiri, antara lain. a) Apakah gerakan Islam bersifat islah (perbaikan) atau taghyir (pengubahan), b) Apakah gerakan Islam merupakan gerakan politik atau gerakan moral, c) Apakah gerakan Islam merupakan gerakan damai atau gerakan kekerasan. Banyak lagi keraguan dan kontradiksi-kontradiksi lain, yang diantaranya ada yang berhubungan dengan tema pada pembahasan ini dan berkaitan dengan konsepsi prinsip (Mabda'iyah) dan tahapan (Marhaliyah) dalam gerakan Islam. Mabda'iyah dalam gerakan Islam adalah sikap komitmen secara total terhadap syariat Islam yang tersurat dalam semua ucapan dan perilaku, tanpa menganggap sepele atau mengajukan tawar menawar. Sebagai implementasi terhadap firman Allah swt dalam surat Al-Ahzab : 36,"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata."

Mabda'iyah adalah tidak menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan, sebagaimana yang diajarkan oleh teori Machiaveli dan taori Materialisme. Marx berkata,"Perjuangan untuk mewujudkan Komunisme dapat menghalalkan segala cara yang semestinya tidak dibenarkan". Lenin berkata,"Seorang pejuang Komunis hendaklah menggunakan segala macam tipu daya dan kecurangan, karena perjuangan untuk mewujudkan Komunisme dapat menghalalkan segala cara yang ditempuh. Harus dipahami bahwa Komunisme adalah tujuan mulia. Bahwa untuk mewujudkan tujuan yang mulia seringkali berkonsekuensi dipergunakan cara-cara yang tidak mulia. Oleh karena itu, komunisme menghalalkan segala cara yang bertentangan dengan moral selama cara-cara itu berperan dalam mewujudkan Komunisme." Machiaveli berkata dalam bukunya yang berjudul Al-Amir, "Setiap pemimpin hendaklah bertekad untuk menang dan menjaga dominasi kekuasaan. Saat itu setiap cara yang ditempuh menjadi halal dan mulia di mata orang banyak, karena yang menjadi tolok ukur bagi orang awam adalah hasil yang mereka lihat." Dia juga berkata,"Kemenangan akan menghapus ketidakteraturan cara-cara yang pernah ditempuh, sebagaimana kekalahan menghapus persiapan-persiapan yang rapi."

Mabda'iyah adalah menolak segala solusi kecuali dengan syariat Islam. Rasulullah saw pernah berkata kepada pamannya; Abu Thalib,"Wahai paman. Demi Allah, jika mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan rembulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan dakwah ini, niscaya aku tidak akan meninggalkannya hingga Allah memenangkan dakwah ini atau aku binasa demi memperjuangkan dakwah ini."

Mabda'iyah adalah hendaknya kita selalu berusaha keras untuk mencapai tujuan utama keberadaan kita di muka bumi ini, yakni menjadikan segenap manusia beribadah kepada Allah swt. Allah berfirman dalam surat Adz-Dzariyat,"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku."

Mabda'iyah adalah hendaknya yang mendorong kita memperjuangkan Islam adalah keridhaan Allah swt, dan bukan keuntungan duniawi. Kita tidak berhak untuk mengucapkan atau melakukan yang tidak benar dan kita tidak berhak untuk berada di jalan yang tidak benar, atau mencampuradukkan antara yang haq dengan yang batil. Allah berfirman dalam surat Al-Kahfi : 29," Dengan perkataan itu niscaya Allah swt, menenggelamkan mukanya tujuh puluh tahun di dalam neraka jahanan. Aku diperintahkan untuk mengatakan yang benar, walaupun itu terasa pahit. Aku diperintahkan untuk mengatakan yang benar, dalam menegakkan ajaran Allah, aku tidak takut terhadap cacian orang-orang yang mencaci." Dan katakanlah, "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu maka barangsiapa yang ingin beriman hendaklah ia beriman dan barangsiapa yang ingin kafir biarlah ia kafir."

Kebanyakan orang tidak keberatan manakala pada dirinya bercampur aduk antara nasionalisme dengan Islam, antara Arabisme dengan Islam, antara Sosialisme dengan Islam atau antara Demokrasi dengan Islam. Sikap seperti ini telah keluar dari Mabda'iyah, dan syariat Islam. Kebanyakan orang tidak keberatan untuk berjalan beriringan dan bekerja sama dengan penguasa thaghut. Padahal sikap seperti ini bertentangan dengan Mabda'iyah dan syariat Islam.

Yang dimaksud dengan Marhaliyah adalah tahapan dalam bekerja dan perpindahan dari satu tahap ke tahap yang lain baik secara kualitas maupun kuantitas, akan tetapi tetap dalam koridor Mabda'iyah. Marhaliyah adalah perlunya melakukan semua usaha baik materi maupun immateri demi terwujudnya tujuan utama. Marhaliyah adalah pengadaan pos-pos kerja. Setiap pos menandakan berakhirnya suatu tahap tertentu.

Marhaliyah dalam dakwah Rasulullah saw sangat nyata dan jelas meskipun tujuan utamanya adalah menjadikan seluruh manusia beribadah kepada Allah swt. Hal ini merupakan sesuatu yang tidak mungkin terlepas dari ingatan para aktivis. Pada tahap manapun mereka sedang berdakwah. Sebagian besar penulis sejarah Sirah Nabawiyah berpendapat bahwa dakwah Rasulullah saw melewati empat tahapan : 1). Dimulai dari bi'tsah (kenabian) dan dilanjutkan dengan dakwah sirriyah yang berlangsung hingga tahun ketiga dari bi'tsah. Pada saat itu generasi pemula telah dipersiapkan. Tahapan ini bisa disebut dengan Marhalah Takwin (fase pembentukan). 2). Dimulai dari turunnya perintah Allah swt kepada Nabi-Nya agar memulai dakwah jahriyah kepada keluarga dan sanak kerabatnya diterangkan dalam surat As-Syu'ara ayat 213-220, tahapan ini disebut Marhalah Tabligh (fase penyampaian). 3). Dimulai pada tahun kesepuluh bi'tsah, yaitu ketika Rasulullah saw mulai melakukan dakwah kepada seluruh umat manusia. Beliau berdakwah di Pasar Ukadh, Dzul Majaz dan Mina seraya menunggu kafilah-kafilah yang datang dari penjuru Jazirah Arab guna menyampaikan risalah yang diberikan oleh Tuhannya, hingga dakwah Islam dapat merambah Madinah. Tahapan ini disebut dengan Marhalah Intisyar (fase penyebaran). 4). Dimulai dari peristiwa hijrah dari Makkah ke Madinah dan dengan turunnya firman Allah swt surat Al-Hajj ayat 39-41, Marhaliyah ini memiliki karakter dengan langkah-langkah praktis dan langkah-langkah jihad yang akhirnya berhasil mendirikan Pemerintahan Islam Pertama. Tahapan ini disebut Marhalah Tanfidh (fase pelaksanaan).

Dengan memperhatikan keempat tahapan yang dilalui oleh Dakwah Islam pertama niscaya akan mendapati kesamaan orientasi, yaitu keinginan yang sangat kuat untuk memberikan motivasi dan melakukan konsekuensinya. Pada Marhalah Takwin, Waraqah bin Naufal, saudara Ummul Mu'minin Khadijah ra menggambarkan karakter dakwah Rasulullah saw," Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya kamu adalah Nabi untuk Umat ini. Kamu telah didatangi oleh Malaikat Jibril yang Agung. Sungguh kaum-mu akan mendustakan, menyakiti, mengusir dan memerangimu."

Pada Marhalah Tabligh, orang-orang Quraisy melakukan penyiksaan yang tiada tara terhadap orang-orang yang mengikuti ajaran Islam, baik yang berupa siksaan fisik, blockade ekonomi, ataupun yang lain. Pada Marhalah Intisyar, upaya orang-orang Quraisy untuk memerangi dan memberangus Islam semakin kuat dan beragam, hingga Rasulullah saw mengizinkan kepada para pengikutnya untuk hijrah ke Habasyah. Meskipun para sahabat yang hijrah ke Habasyah adalah sebagai pengungsi akan tetapi mereka tidak mau menggadaikan Agama mereka sedikit pun. Tatkala mereka masuk menghadap Rasa Najasyi. Saat itu orang-orang yang berada di sekelilingnya bersujud, lalu seorang pengawal memerintahkan kepada mereka untuk bersujud kepada sang Raja, maka Ja'far bin Abu Thalib ra menjawab, "Kami adalah kaum yang tidak sujud kecuali kepada Allah".

Pada Marhalah Tanfidz, pertentangan antara kaum muslimin dengan seluruh kekuatan kafir mencapai puncaknya. Dari dalam wilayah kekuasaan sendiri, kaum muslimin harus menghadapi makar yang dilakukan oleh orang-orang musrik dan orang-orang Yahudi. Dari luar wilayah kekuasaan, kaum muslimin harus menghadapi tantangan dari orang-orang Kristen dan Majusi. Hingga Allah swt menampakkan yang haq dan menghancurkan yang batil karena sesungguhnya yang batil itu pasti akan hancur.

Marhaliyah sama sekali bukan berarti adanya legitimasi untuk keluar dari prinsip-prinsip Islam, tidak berarti adanya legitimasi untuk mengikuti aturan-aturan Jahiliyah. Tidak berarti adanya legitimasi untuk menghapus tujuan-tujuan dasar gerakan Islam. Tahapan bisa berarti berbeda langkah, sarana atau metode, akan tetapi sekali-kali tidak boleh menghapus atau membelokkan tujuan dasar gerakan Islam. Jika tujuan dan orientasi gerakan Islam tidak diperjelas dalam setiap tahapannya, maka bisa dipastikan gerakan Islam tanpa disadari akan berbelok arah yang membawanya keluar jalur jauh dari tujuan yang digariskan.

Abdullah Al Muttaqien

KOKAM

KOKAM