Kamis, 11 Juni 2009

PRINSIP DAN TAHAPAN DALAM GERAKAN ISLAM

PRINSIP DAN TAHAPAN DALAM GERAKAN ISLAM

DAN KEWAJIBAN MEMEGANG PRINSIP

Sebagian aktivis gerakan Islam – yang terpengaruh oleh perhelatan antar partai dan pertarungan di dunia pulitik – menganggap bahwa ketidakinginan Harakah Islamiyah atau aktivis lainnya memasuki bidang ini dengan menggunakan trik-trik persaingan dan provokasi yang dipergunakan partai-partai politik umumnya adalah cara berpikir yang kuno dan tidak mengerti akan taktik dan strategi. Mereka menganggabnya sebagai sebab utama keterlambatan gerakan Islam dalam mencapai tujuan. Mereka berpandangan bahwa mengurangi sedikit komitmen terhadap aqidah dan syariat akan memberikan peluang bagi gerakan Islam untuk lebih cepat bergerak dan mendapatkan kekuatan, yang akhirnya dapat meraih kemenangan. Menurut saya, pendapat ini salah, bahkan yang benar adalah sebaliknya. Wallahu A'lam.

Sesungguhnya kurangnya peluang gerak bagi gerakan Islam tidak sebesar kurangnya komitmen terhadap gerakan Islam itu sendiri. Yang berpandangan bahwa tahapan dan prinsip dalam gerakan Islam adalah dua hal yang bertentangan ialah orang-orang yang tidak mengerti karakter Islam dan tidak mengerti faktor-faktor kemenangan Islam.

Sesungguhnya keberhasilan gerakan Islam akan ditentukan oleh ghirah para Aktivis dalam memperjuangkan gerakan Islam dan komitmen mereka terhadap aturan-aturan Allah swt. Begitu juga sebaliknya, sikap menganggap sepele masalah ini adalah penyebab kemunduran dan kegagalan gerakan Islam.

Ketika ada keterlambatan dalam penaklukan Mesir, Khalifah Umar bin Khattab ra. Mengirim surat kepada Amru bin 'Ash sebagai panglima pasukan, yang berisikan, "Amma ba'du. Saya heran dengan keterlambatan kalian menaklukan Mesir. Sudah dua tahun kalian melakukan peperangan. Keterlambatan ini tidak lain adalah karena sifat cinta dunia yang merasuki kalian sudah seperti kecintaan musuh kalian terhadap dunia. Sungguh Allah SWT, tidak memberikan pertolongan kepada sebuah kaum kecuali karena niat mereka yang benar..".

Begitu juga dengan nasehat Umar bin Khattab kepada Sa'ad bin Abi Waqqash,"Wahai Sa'ad, jangan kamu tersanjung jika ada yang mengatakan bahwa kamu adalah paman dan sahabat Rasulullah saw, karena Allah tidak menghapus keburukan dengan keburukan, akan tetapi Allah swt menghapus keburukan dengan kebaikan. Allah swt tidak memiliki hubungan dengan seorang pun kecuali karena ketaatannya. Orang yang berpangkat dan yang jelata adalah sama dihadapan Allah swt. Allah adalah tuhan mereka dan mereka adalah para hamba-Nya. Mereka berbeda-beda dengan kesehatan mereka dan mereka akan mendapatkan apa yang ada di sisi Allah swt dengan ketaatan. Oleh karena itu, perhatikan hal-hal yang ada pada Rasulullah saw. Semenjak beliau diutus menjadi Rasulullah hingga beliau wafat, lalu laksanakanlah hal-hal tersebut. Inilah nasihatku kepadamu, jika kamu benci dan tidak menghiraukannya niscaya amal perbuatanmu akan sia-sia dan kamu akan merugi."

Multiorientasi dalam gerakan Islam menjadikan munculnya konsepsi-konsepsi yang kontradiktif sekitar gerakan Islam itu sendiri, antara lain. a) Apakah gerakan Islam bersifat islah (perbaikan) atau taghyir (pengubahan), b) Apakah gerakan Islam merupakan gerakan politik atau gerakan moral, c) Apakah gerakan Islam merupakan gerakan damai atau gerakan kekerasan. Banyak lagi keraguan dan kontradiksi-kontradiksi lain, yang diantaranya ada yang berhubungan dengan tema pada pembahasan ini dan berkaitan dengan konsepsi prinsip (Mabda'iyah) dan tahapan (Marhaliyah) dalam gerakan Islam. Mabda'iyah dalam gerakan Islam adalah sikap komitmen secara total terhadap syariat Islam yang tersurat dalam semua ucapan dan perilaku, tanpa menganggap sepele atau mengajukan tawar menawar. Sebagai implementasi terhadap firman Allah swt dalam surat Al-Ahzab : 36,"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata."

Mabda'iyah adalah tidak menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan, sebagaimana yang diajarkan oleh teori Machiaveli dan taori Materialisme. Marx berkata,"Perjuangan untuk mewujudkan Komunisme dapat menghalalkan segala cara yang semestinya tidak dibenarkan". Lenin berkata,"Seorang pejuang Komunis hendaklah menggunakan segala macam tipu daya dan kecurangan, karena perjuangan untuk mewujudkan Komunisme dapat menghalalkan segala cara yang ditempuh. Harus dipahami bahwa Komunisme adalah tujuan mulia. Bahwa untuk mewujudkan tujuan yang mulia seringkali berkonsekuensi dipergunakan cara-cara yang tidak mulia. Oleh karena itu, komunisme menghalalkan segala cara yang bertentangan dengan moral selama cara-cara itu berperan dalam mewujudkan Komunisme." Machiaveli berkata dalam bukunya yang berjudul Al-Amir, "Setiap pemimpin hendaklah bertekad untuk menang dan menjaga dominasi kekuasaan. Saat itu setiap cara yang ditempuh menjadi halal dan mulia di mata orang banyak, karena yang menjadi tolok ukur bagi orang awam adalah hasil yang mereka lihat." Dia juga berkata,"Kemenangan akan menghapus ketidakteraturan cara-cara yang pernah ditempuh, sebagaimana kekalahan menghapus persiapan-persiapan yang rapi."

Mabda'iyah adalah menolak segala solusi kecuali dengan syariat Islam. Rasulullah saw pernah berkata kepada pamannya; Abu Thalib,"Wahai paman. Demi Allah, jika mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan rembulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan dakwah ini, niscaya aku tidak akan meninggalkannya hingga Allah memenangkan dakwah ini atau aku binasa demi memperjuangkan dakwah ini."

Mabda'iyah adalah hendaknya kita selalu berusaha keras untuk mencapai tujuan utama keberadaan kita di muka bumi ini, yakni menjadikan segenap manusia beribadah kepada Allah swt. Allah berfirman dalam surat Adz-Dzariyat,"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku."

Mabda'iyah adalah hendaknya yang mendorong kita memperjuangkan Islam adalah keridhaan Allah swt, dan bukan keuntungan duniawi. Kita tidak berhak untuk mengucapkan atau melakukan yang tidak benar dan kita tidak berhak untuk berada di jalan yang tidak benar, atau mencampuradukkan antara yang haq dengan yang batil. Allah berfirman dalam surat Al-Kahfi : 29," Dengan perkataan itu niscaya Allah swt, menenggelamkan mukanya tujuh puluh tahun di dalam neraka jahanan. Aku diperintahkan untuk mengatakan yang benar, walaupun itu terasa pahit. Aku diperintahkan untuk mengatakan yang benar, dalam menegakkan ajaran Allah, aku tidak takut terhadap cacian orang-orang yang mencaci." Dan katakanlah, "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu maka barangsiapa yang ingin beriman hendaklah ia beriman dan barangsiapa yang ingin kafir biarlah ia kafir."

Kebanyakan orang tidak keberatan manakala pada dirinya bercampur aduk antara nasionalisme dengan Islam, antara Arabisme dengan Islam, antara Sosialisme dengan Islam atau antara Demokrasi dengan Islam. Sikap seperti ini telah keluar dari Mabda'iyah, dan syariat Islam. Kebanyakan orang tidak keberatan untuk berjalan beriringan dan bekerja sama dengan penguasa thaghut. Padahal sikap seperti ini bertentangan dengan Mabda'iyah dan syariat Islam.

Yang dimaksud dengan Marhaliyah adalah tahapan dalam bekerja dan perpindahan dari satu tahap ke tahap yang lain baik secara kualitas maupun kuantitas, akan tetapi tetap dalam koridor Mabda'iyah. Marhaliyah adalah perlunya melakukan semua usaha baik materi maupun immateri demi terwujudnya tujuan utama. Marhaliyah adalah pengadaan pos-pos kerja. Setiap pos menandakan berakhirnya suatu tahap tertentu.

Marhaliyah dalam dakwah Rasulullah saw sangat nyata dan jelas meskipun tujuan utamanya adalah menjadikan seluruh manusia beribadah kepada Allah swt. Hal ini merupakan sesuatu yang tidak mungkin terlepas dari ingatan para aktivis. Pada tahap manapun mereka sedang berdakwah. Sebagian besar penulis sejarah Sirah Nabawiyah berpendapat bahwa dakwah Rasulullah saw melewati empat tahapan : 1). Dimulai dari bi'tsah (kenabian) dan dilanjutkan dengan dakwah sirriyah yang berlangsung hingga tahun ketiga dari bi'tsah. Pada saat itu generasi pemula telah dipersiapkan. Tahapan ini bisa disebut dengan Marhalah Takwin (fase pembentukan). 2). Dimulai dari turunnya perintah Allah swt kepada Nabi-Nya agar memulai dakwah jahriyah kepada keluarga dan sanak kerabatnya diterangkan dalam surat As-Syu'ara ayat 213-220, tahapan ini disebut Marhalah Tabligh (fase penyampaian). 3). Dimulai pada tahun kesepuluh bi'tsah, yaitu ketika Rasulullah saw mulai melakukan dakwah kepada seluruh umat manusia. Beliau berdakwah di Pasar Ukadh, Dzul Majaz dan Mina seraya menunggu kafilah-kafilah yang datang dari penjuru Jazirah Arab guna menyampaikan risalah yang diberikan oleh Tuhannya, hingga dakwah Islam dapat merambah Madinah. Tahapan ini disebut dengan Marhalah Intisyar (fase penyebaran). 4). Dimulai dari peristiwa hijrah dari Makkah ke Madinah dan dengan turunnya firman Allah swt surat Al-Hajj ayat 39-41, Marhaliyah ini memiliki karakter dengan langkah-langkah praktis dan langkah-langkah jihad yang akhirnya berhasil mendirikan Pemerintahan Islam Pertama. Tahapan ini disebut Marhalah Tanfidh (fase pelaksanaan).

Dengan memperhatikan keempat tahapan yang dilalui oleh Dakwah Islam pertama niscaya akan mendapati kesamaan orientasi, yaitu keinginan yang sangat kuat untuk memberikan motivasi dan melakukan konsekuensinya. Pada Marhalah Takwin, Waraqah bin Naufal, saudara Ummul Mu'minin Khadijah ra menggambarkan karakter dakwah Rasulullah saw," Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya kamu adalah Nabi untuk Umat ini. Kamu telah didatangi oleh Malaikat Jibril yang Agung. Sungguh kaum-mu akan mendustakan, menyakiti, mengusir dan memerangimu."

Pada Marhalah Tabligh, orang-orang Quraisy melakukan penyiksaan yang tiada tara terhadap orang-orang yang mengikuti ajaran Islam, baik yang berupa siksaan fisik, blockade ekonomi, ataupun yang lain. Pada Marhalah Intisyar, upaya orang-orang Quraisy untuk memerangi dan memberangus Islam semakin kuat dan beragam, hingga Rasulullah saw mengizinkan kepada para pengikutnya untuk hijrah ke Habasyah. Meskipun para sahabat yang hijrah ke Habasyah adalah sebagai pengungsi akan tetapi mereka tidak mau menggadaikan Agama mereka sedikit pun. Tatkala mereka masuk menghadap Rasa Najasyi. Saat itu orang-orang yang berada di sekelilingnya bersujud, lalu seorang pengawal memerintahkan kepada mereka untuk bersujud kepada sang Raja, maka Ja'far bin Abu Thalib ra menjawab, "Kami adalah kaum yang tidak sujud kecuali kepada Allah".

Pada Marhalah Tanfidz, pertentangan antara kaum muslimin dengan seluruh kekuatan kafir mencapai puncaknya. Dari dalam wilayah kekuasaan sendiri, kaum muslimin harus menghadapi makar yang dilakukan oleh orang-orang musrik dan orang-orang Yahudi. Dari luar wilayah kekuasaan, kaum muslimin harus menghadapi tantangan dari orang-orang Kristen dan Majusi. Hingga Allah swt menampakkan yang haq dan menghancurkan yang batil karena sesungguhnya yang batil itu pasti akan hancur.

Marhaliyah sama sekali bukan berarti adanya legitimasi untuk keluar dari prinsip-prinsip Islam, tidak berarti adanya legitimasi untuk mengikuti aturan-aturan Jahiliyah. Tidak berarti adanya legitimasi untuk menghapus tujuan-tujuan dasar gerakan Islam. Tahapan bisa berarti berbeda langkah, sarana atau metode, akan tetapi sekali-kali tidak boleh menghapus atau membelokkan tujuan dasar gerakan Islam. Jika tujuan dan orientasi gerakan Islam tidak diperjelas dalam setiap tahapannya, maka bisa dipastikan gerakan Islam tanpa disadari akan berbelok arah yang membawanya keluar jalur jauh dari tujuan yang digariskan.

Abdullah Al Muttaqien

Tidak ada komentar:

KOKAM

KOKAM