Jumat, 29 Mei 2009

ADAB - ADAB KOKAM

ADAB-ADAB KOKAM

1. Adab anggota KOKAM terhadap Rabbnya

a. Ihtishab (Mengharap pahala Allah)

Yakni dengan mengikhlaskan setiap aktifitasnya semata-mata hanya untuk Allah saja, serta berharap pahala dari-Nya. Seorang anggota KOKAM haruslah waspada jangan sampai syaitan membuatnya ujub, takabbur, congkak, serta mengungkit-ungkit jasanya sehingga setiap amalnya sia-sia.

Allah swt berfirman :

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengikuti langkah-langkah syaitan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan, maka sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan keji dan yang munkar. Sekiranya bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kalian bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan munkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (An-Nur : 21)

Mereka merasa telah memberi ni’mat (jasa) kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah:”Janganlah kalian merasa telah memberikan ni’mat kepadaku dengan keislaman kalian, sebenarnya Allah-lah yang melimpahkan ni’mat kepada kalian dengan menunjukkan kalian kepada keimanan jika kalian adalah orang-orang yang benar”.(Al-Hujurat : 17)

Dan janganlah kalian menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya mereka dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya’ kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah. Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan. Dan ketika syaitan menjadikan mereka memandang baik perbuatan mereka dan mengatakan:”Tidak ada seorang manusiapun yang dapat menang terhadap kalian pada hari ini, dan sesungguhnya saya ini adalah pelindung kalian”, maka tatkala kedua pasukan itu telah saling melihat (berhadapan), syaitan itu balik ke belakang seraya berkata :”Sesungguhnya saya berlepas diri dari pada kalian, sesungguhnya saya dapat melihat apa yang kamu sekalian tidak dapat melihat; sesungguhnya saya takut kepada Allah”. Dan Allah sangat keras siksan-Nya. (Al-Anfal : 47-48).

Seorang anggota KOKAM haruslah bersikap tawadlu’ dan bersujud kepada Allah sebagai rasa syukur atas karunia dan anugerah yang diberikan kepadanya, serta memohon kepada Allah agar amalnya diterima dengan baik dan diberi pahala yang banyak.

b. Roja’ (Pengharapan)

Setiap anggota KOKAM harus senantiasa berpengharapan kepada Allah swt terhadap pertolongan-Nya dalam setiap aktifitas perjuangan. Dan harus percaya bahwa Allah selalu beserta orang-orang yang berjuang demi tegsknya Islam.

Allah swt berfirman :

“…dan adalah wajib bagi Kami menolong orang-orang yang beriman”. (Ar-Rum : 47)

Katakanlah :”Tidak ada yang kalian tunggu-tunggu bagi kami, kecuali salah satu dari dua kebaikan. Dan kami menunggu-nunggu bagi kalian bahwa Allah akan menimpakan kepada kalian adzab (yang besar) dari sisi-Nya, atau (adzab) dengan tangan kami. Sebab itu tunggulah, sesungguhnya kamipun menunggu-nunggu bersama kalian”. (At-Taubah : 52)

“Dan sesungguhnya telah tetap janji Kami kepada hamba-hamba kami yang menjadi Rasul, (yaitu) sesungguhnya mereka itulah yang pasti mendapatkan pertolongan. Dan sesungguhnya tentara Kami itulah yang pasti menang.” (Ash-Shaaffaat : 171-173)

c. Tawakkal

Bersandar kepada Allah saja dalam setiap perjuangan, tanpa menengok banyaknya jumlah, perlengkapan, kekuatan dan bekal. Ketika kaum Muslimin berjumlah sedikit dalam perang Badar, namun mereka bertawakkal dan bersandar penuh hanya kepada Allah saja, maka Allah memenangkan mereka atas musuhnya yang lebih banyak jumlah dan perlengkapannya.

Allah swt berfirman :

Sesungguhnya Allah telah menolong kalian dalam peperangan Badar, padahal kalian (ketika itu) adalah orang-orang yang lemah. Karena itu bertaqwalah kalian kepada Allah, supaya kalian mensyukuri-Nya”.(Ali-Imran : 123)

Sesungguhnya Alah telah menolong kalian (hai para Mu’minin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu diwaktu kalian merasa bangga dengan banyaknya jumlah kalian, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepada kalian sedikitpun, dan bumi yang luas itu terasa sempit oleh kalian, kemudian kalian lari ke belakang. Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada orang-orang yang beriman, dan Allah menurunkan bala tentara yang kalian tiada melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada orang-orang yang kafir, dan demikianlah pembalasan kepada orang-orang yang kafir”.(At-Taubah : 25-26)

“… Berkatalah orang-orang yang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah :”Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar”.(Al-Baqarah :249)

2. Adab Anggota KOKAM Terhadap Dirinya

a. Tazkiyah (Mensucikan Diri)

Yakni, mensucikan diri dari dosa, kesalahan, dan maksiat dengan jalan bertaubat dari perbuatan dosa yang telah dilakukan, mengerjakan perbuatan-perbuatan baik yang dapat menghapus perbuatan-perbuatan buruk, serta menjauhi perbuatan maksiat dan tempat-tempat yang menggelincirkan kepada perbuatan maksiat sehingga tidak terjerumus sekali lagi dalam perbuatan dosa. Dan juga bermujahadah dalam meningkatkan nafs (jiwa), dari ‘Ammarah bissuu’ (selalu menyeru kepada kejahatan), menjadi Nafsul Lawwamah (menyesali terhadap perbuatan buruk), kemudian menjadi Nafsul Muthma’innah (jiwa yang tenang).

Allah swt Berfirman :

Dan demi jiwa serta penyempurnaannya. Maka Allahmengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya. Sungguh amat beruntunglah orang yang mensucikannya. Dan sungguh merugilah orang yang mengotorinya. (Asy-Syamsy : 7-10).

b. Tahalliyah (Berhias)

Yakni, berhias, meperbagus, dan memperelok diri dengan perbuatan-perbuatan baik dan terpuji, serta bersegera dan berlomba-lomba dalam mengerjakannya, dan memperbanyak bekal taqwa.

Allah swt Berfirman :

Kemudian Kami wariskan Kitab itu kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu diantara mereka ada yang menzalimi diri mereka sendiri, dan diantara mereka ada yang pertengahan, dan diantara mereka ada yang paling dahulu berbuat kebaikan dengan idzin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar”.(Faathir : 32)

“...maka berlomba-lombalah kalian (dalam berbuat) kebaikan...”.(Al-Baqarah : 148)

Berlomba-lombalah kalian kepada (mendapatkan) ampunan Rabb kalian dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi...”.(Al-Hadiid : 21)

Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Rabbmu dengan rasa ridha lagi diridhai (oleh-Nya). Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku”. (Al-Fajr : 28-30)

Berbekallah kalian, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa. Dan bertaqwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal”. (Al-Baqarah : 197)

c. Takhalliyah

Yaitu, mengosongkan hati dari kecintaan terhadap dunia, cenderung kepadanya, tamak terhadapnya dan mencintai keelokannya...serta mencintai kehidupan di akhirat, senantiasa melihatnya dan merindukan kenikmatannya. Dengan ibarat lain yang lebih simple yaitu mengosongkan hati dari segala sesuatu selain Allah serta mengisinya dengan apa-apa yang Dia cintai dan Dia ridhai.

Allah swt Berfirman :

Dan sesungguhnya akhir itu lebih baik bagimu dari permulaan”. (Adh-Dhuha : 4)

Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri dan dia mengingat nama Rabbnya, lalu dia shalat. Tetapi kalian (orang-orang kafir) lebih mengutamakan kehidupan duniawi, sedang kehidupan akherat adalah lebih baik dan lebih kekal”. (Al A’laa : 14-17)

3. Adab Anggota KOKAM Terhadap Anggota KOKAM dan Muslim Lain

a. Mahabbah (Cinta)

Rasa cinta karena Allah yang menyusup ke dalam relung hatinya dan menguasai perasaannya terhadap ikhwan-ikhwannya yang berserikat dengannya pada jalan keimanan, perjuangan dan jihad. Dia tidak akrab dan ramah kecuali kepada mereka, tidak merasa gembira dan senang kecuali bersama mereka, dan tiada merasa lega dan tenang kecuali duduk dan berkumpul dengan mereka.

Allah swt Berfirman :

Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka; kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam injil, yaitu seperti tanaman mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mu’min). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shaleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar”. (Al-Fath : 29)

“...Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang-orang mu’min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia allah, diberikan-Nya kepa siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui “. (Al-Maa’idah : 54)

Rasulullad saw bersabda :

Barangsiapa yang senang bisa memperoleh manisnya iman, maka hendakla ia mencintai seseorang, yang dia tidak mencintainya kecuali semata-mata karena Allah”. (HR Ahmad dan Al-Hakim)

Sekali-kali kalian tidak akan memperoleh kebajikan sehingga kalian beriman, dan kalian tidak akan beriman sehingga kalian saling mencinta. Sukakah kalian saya tunjukkan kepada sesuatu yang jika kalian kerjakan akan menyebabkan kalian saling mencinta? Sebarkanlah salam di antara kalia.”(HR Muslim)

Amalan yang paling aku senangi adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah”. (HR Ahmad)

Apabila seseorang di antara kalian mencintai saudaranya, maka hendaklah dia memberitahukan kepadanya bahwa dia mencintainya”. (HR Ahmad, Al Bukhari, Abu Dawud, At Tirmidzi, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim)

b. Ta’awun (Tolong Menolong)

Tolong menolong dengan sesama Muslim dalam berbuat, kebaikan, kebajikan dan taqwa, bantu membantu dan saling memperkokoh sehingga wawasan dan pemikiran menjadi luas, pengetahuan dan pengalaman menjadi banyak, berubah dari sedikit menjadi banyak, dari lemah menjadi kuat, dari tidak bisa menjadi mampu, sehingga yang sulitpun menjadi mudah, yang berat jadi ringan, dan yang mustahil menjadi kenyataan. Allah Ta’ala memerintahkan orang-orang beriman agar tolong-menolong dalam berbuat kebaikan, agar yang melaksanakannya menjadi kuat dan agar menjadi besar hasil dan pencapaiannya. Sebaliknya Allah melarang mereka tolong-menolong dalam berbuat kejahatan.

Allah swt Berfirman :

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni`mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni`mat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.

Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat”.(Al – ‘Imran :103 – 105)

Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma`ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan mereka ta`at kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (At Taubah : 71)

“…dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah.

Yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka”. (Ar Rum :31-32)

Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu (ukhuwah), niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar”. (Al Anfal :73).

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Alla, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya” . (Al-Maidah : 2)

c. Rahmat (Kasih Sayang)

Belas kasih kepada sesama muslim, yang demikian itu adalah dengan memenuhi apa yang menjadi hak-hak merejka, menutup aib mereka, mema’afkan kesalahan mereka, menolong mereka yang terkena musibah, mengobati mereka yang terluka, memberi makan mereka yang lapar, memberi minum mereka yang haus, mencari tahu keadaan dan ikhwal mereka, mendo’akan mereka diluar pengetahuan mereka, dan menyukai sesuatu kebaikan untuk mereka sebagaimana dia menyukai untuk dirinya, bahkan mengutamakan mereka atas dirinya meski dia membutuhkannya.

Allah swt Berfirman :

Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdo’a:”Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang”. (Al Hasyr : 9-10)

Rasulullah bersabda :

Hak seorang muslim atas muslim yang lain ada lima : Membalas salam, menengok yang sakit, mengantarkan jenazah, memenuhi undangan, mendo’akan orang yang bersin dengan ucapan “Yarkamukallah”.(HR Bukhari dan Muslim)

Barangsiapa yang menutup (aib) saudaranya muslim di dunia dan tidak mencemarkannya, maka Allah akan menutup (aib)nya pada hari kiamat”.(HR Ahmad)

Barangsiapa yang mema’afkan seorang muslim, maka Allah Ta’ala akan mema’afkan kesalahannya”.(HR Abu Dawud, At Tirmidzi dan Al Hakim)

Orang-orang yang pengasih akan dibalas dikasihani Allah Tabaara wa Ta’ala, belas kasihilah orang yang ada di bumi, maka mereka yang di langit akan berbelas kasih kepada kalian”. (HR Ahmad, Abu Dawud, At Tirmidzi dan Al Hakim)

Orang yang menunjukkan kepada suatu kebaikan adalah seperti orang yang mengerjakannya”. (HR Al Bazzar dan Ath Tabrani)

Tiada seseorang yang menelantarkan seorang muslim pada suatu keadaan di mana harga dirinya dilecehkan dan kehormatannya dilanggar melainkan Allah Ta’ala tidak akan mempedulikannya pada suatu keadaan di mana ia berharap pada pertolongan-Nya, dan tiada seseorang yang menolong seorang muslim pada suatu keadaan di mana harga dirinya dilecehkan dan kehormatannya dilanggar melainkan Allah akan menolongnya pada suatu keadaan dimana ia berharap pada pertolongan-Nya”.(HR Ahmad dan Abu Dawud)

4. Adab Anggota KOKAM Terhadap Pimpinannya

a. Tsiqoh (Percaya) Penuh Kepada Pimpinannya

Jangan sampai dia dihinggapi keraguan yang merusak, jangan sampai menimpa pada dirinya prasangka-prasangka yang menimbulkan dosa, dan jangan sampai dirinya dikuasai oleh syak wasangka yang keliru, dan jangan sampai kepercayaannya digoyahkan oleh isu-isu bohong. Oleh karena ia tahu betul seorang pimimpin tidak naik ke tingkatan tersebut tanpa melalui proses kenaikan jenjang demi jenjang, dan dia tidak sampai ke sana secara serampangan, dan dia tidak meraihnya dengan jalan merebut atau merampas. Akan tetapi seorang pimimpin muncul melalui proses penyaringan di kalangan ikhwan-ikhwan yang terbaik, sedangkan proses penyaringan tersebut tercapai dari hasil interaksi dan ujian selama bertahun-tahun lamanya, maka mereka yang menjadi pimimpin adalah yang terbaik dari yang terbaik, bahkan mereka adalah orang-orang pilihan dari yang terbaik.

Maka sudah seyogyanya kalau kepercayaan itu harus tetap kuat dan kokoh, tidak tergoyahkan, kendati orang-orang munafik dan para pengikut hawa nafsu menyebarkan berita yang menakutkan, melemparkan berbagai macam tuduhan, dan menyebarkan isu-isu bohong. Sebagaimana sudah sepantasnya pulalah kepercayaan tersebut terus tetap terjaga dalam segala keadaaan – dalam keadaan sukses maupun gagal – sepanjang pimpinan tetap melangkah pada jalur yang benar dan jalan yang lurus, dan bekerja dengan sungguh-sungguh serta berijtihad untuk mencapai sasaran dan tujuan yang diinginkan. Jika pimpinan benar, maka dia beserta seluruh anak buahnya memperoleh dua pahala, sedangkan jika salah, maka dia dan anak buahnya memperoleh satu pahala.

Kepercayaan ini tidak boleh dicabut kecuali dalam keadaan dimana pimpinan menunjukkan kekufuran yang nyata atau gila atau mengikuti hawa nafsu hingga melampui batas, yakni melalui majlis permusyawaratan yang memiliki pengamatan yang jelas, gambaran yang nyata, dan pengetahuan yang sebenarnya tentang perkara tersebut.

Pada kisah pelanggaran yang diperbuat oleh pasukan pemanah terhadap perintah Rasulullah dalam perang Uhud, tersimpan penyebab yang merubah situasi pertempuran dari kemenangan menjadi kekalahan.

Menetapi ketaatan, sesungguhnya kekuatan iltizam, yakni menetapi ketaatan dan kedisiplinanpada satu jama’ah

Allah swt Berfirman :

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (An-Nisa’ : 59)

Rasulullah saw bersabda :

Barangsiapa melepaskan tangannya dari ketaatan, maka dia akan menjumpai Allah pada hari kiamat dalam keadaan tidak memiliki hujjah. Dan barangsiapa yang mati sedangkan tidak ada di lehernya ikatan bai’at, maka dia mati seperti matinya orang jahiliyyah.” (HR Muslim)

Siapa yang memerintahkan kalian, dari para pemimpin untuk berbuat maksiat, maka janganlah kalian mentaatinya.” (HR Ahmad, Ibnu Majah, dan Al Hakim)

Wajib bagi seorang muslim untuk mendengar dan taat (kepada pemimpin) dalam apa yang ia sukai dan tidak ia sukai, kecuali jika diperintah untuk berbuat maksiat. Maka apabila kamu disuruh berbuat maksiat, tidak ada (kewajiban untuk) mendengar ataupun taat.” (HR Al-Bukhari dan Muslim)

Apabila tiga orang pergi dalam perjalanan, maka hendaklah mereka mengangkat salah satu di antara mereka sebagai amirnya.”(HR Ibnu Majah)

b. Wala’ (Loyal) Kepada Pimpinan

Dengan jalan mendukung, menolong, membantu serta menopangnya dengan segenap kekuatan dan kemampuan yang similiki. Oleh karena kekuatan pimpinan berasal dari kekuatan-kekuatan personal-personalnya. Jika mereka menguatkan dan menolongnya, maka ia akan menjadi kuat dan akan menang dengan izin Allah, sebaliknya jika mereka menelantarkannya dan tidak mempedulikannya, maka akan menjadi lemah dan gagal.

Dan hendaklah selalu menyertai dalam keadaan senang maupun susah, dalam keadaan lapang maupun sulit dan membantu dengan segenap kemampuan untuk meringankan tanggungjawab dan beban pimpinannya, tidak boleh disibukkan oleh perkara-perkara sampingan yang tidak begitu penting, supaya dia dapat berkonsentrasi pada tugas-tugas yang utama. Bisa kita simak kembali pada peristiwa perang Hunain dengan tingkat keloyalan tang tinggi maka beberapa sahabat yang selalu berada di sekitar Rasulullah untuk membentengi dari serbuan orang-orang kafir, dan juga pada peristiwa perang Uhud.

c. Taat Kepada Pimpinannya

Dengan segala apa yang diperintahkan padanya, sepanjang dia tidak diperintah berbuat maksiat. Dia tidak boleh mempertahankan pendapatnya sendiri dan mengesampingkn pendapat pimpinan, meski merasa yakin kalau pendapatnya adalah benar. Dia harus mengemukakan pendapatnya kepada pimpinan, dan kemudian berpegang pada pendapat pimpinan, baik pimpinan menyetujui pendapatnya atau menolaknya. Sebagai contoh adalah tidak taatnya pasukan panah pada peristiwa perang Uhud.

5. Adab Pimpinan Terhadap Anggota KOKAM

a. Adil

Keadilan adalah landasan kokoh yang menopang tegaknya kepemimpinan, tanpa keadilan maka perjalanannya akan berakhir dengan kelemahan, kejatuhan dan kepunahan. Pimpinan wajib memperhatikan urusan seluruh bawahannya, berlaku adil kepada mereka semua dan menghormati mereka tanpa mengistimewakan mengistimewakan salah satu atas satunya yang lain atau satu kelompok atas kelompok yang lain : seperti misalnya, mengistimewakan kerabatnya atau orang-orang yang sedaerah dengannya atau mereka yang berharta atau mereka yang berpangkat terhadap yang lain dalam hal penugasan atau pemberian atau pembagian. Agar dia tidak terjatuh dalam kemurkaan Allah dan kemarahan manusia, sehingga dia tidak mendapatkan pertolongan dari Allah maupun dari bawahannya.

Allah swt Berfirman :

Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemunkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”.(An-Nahl : 90)

Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidal adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Al-Maidah 8)

“...dan apabila kalian berkata, maka hendaklah kalian berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat kalian...”. (Al-An’am : 152)

“...Dan orang-orang zhalim itu, Allah menyediakan bagi mereka siksa yang pedih”. (Al-Insan : 31)

Rasulullah saw bersabda :

Takutlah kalian terhadap (tindak) kezhaliman, karena kezhaliman itu merupakan kegelapan pada hari kiamat”. (HR. Ahmad, Ath-Thabrani, Al Baihaqi)

Tiadalah seorang pemimpin kabilah melainkan dia akan didatangkan (dalam persidangan) pada hari kiamat dalam keadaan terbelenggu, sampai keadilan melepaskannya atau kelaliman membinasakannya”. (HR. Al-Baihaqi)

Tiadalah seorang pemimpin yang diberi tanggungjawab untuk memimpin suatu kabilah, melainkan dia akan ditanya perihal mereka pada hari kiamat”. (HR. Ath-Thabrani)

“Adil itu bagus, akan tetapi (keadilan) pada para pemimpin itu jauh lebih bagus...”. (HR. Ad-Dailami)

Sebaik-baik amir sariyah (komandan pasukan) adalah Zaid bin Haritsah; dia paling berlaku sama rata dalam pembagian dan paling adil terhadap rakyat”. ( Al-Hakim)

b. Lemah Lembut

Seorang pemimpin haruslah bertaqwa kepada Allah, berlaku lemah lembut kepada bawahan dan prajuritnya, berjalan di tengah-tengah mereka seperti jalannya orang-orang yang terlemah di antara mereka, agar ia tidak memberatkan mereka sehingga mereka menjadi susah dan berkeluh kesah, kecuali apabila memang keadaan menuntut harus berlaku tegas dan keras, maka tidak mengapa baginya berlaku kasar dalam keadaan yang seperti itu.

Dalam Ghazwah Muraisi’, Nabi saw pernah melakukan perjalanan berat untuk kembali ke Madinah, berjalan dari pagi hingga petang dan malam sampai pagi, ketika panas matahari menyengat barulah mereka singgah untuk beristirahat. Kemudian beliau melakukan perjalanan lagi seperti itu hingga tiba di Madinah dalam tempo 3 hari.

Rasulullah saw bersabda :

Berjalanlah kalian menurut (kadar kemampuan) orang yang terlemah diantara kalian”. (Ringkasan dari tafsir Ibnu Katsir dalam surat Al-Munafiqun)

Tiadalah kelemah lembutan melekat pada sesuatu melainkan ia akan mempereloknya, dan tiadalah kelemah lembutan terlepas dari sesuatu melainkan ia akan memperburuknya”.(HR Abdu bin Hamin dan Adh-Dhiya’ dari Anas)

Sesungguhnya Allah senang apabila diambil rukhshat (keringanan)-Nya, sebagaimana Dia benci didatangi maksiat-Nya”. (HR Ahmad, Ibnu Hiban dam Al-Baihaqi)

dibawah ini beberapa adab pimpinan terhadap bawahannya, yang dinukil secara ringkas dari kitab Ahkam As-Sulthaniyah, tulisan Al-Mawardi :

1. Berlaku lemah lembut terhadap mereka

2. Memeriksa dan meneliti kendaraan-kendaraan yang mereka naiki serta memastikan kelaikan dan kebagusannya.

3. Memilih (menugaskan) orang-orang yang cerdik dan pandai di dalam pasukan, agar ia dapat mengetahui keadaan pasukan melalui perantaraan mereka.

4. Memeriksa dengan teliti pasukan serta senantiasa mencari kelemahan yang ada padanya, kemudian mengeluarkan mereka yang terbukti membuat lemah semangat dan menggoyahkan mental pasukan. Sebagaimana Rasulullah saw pernah mengeluarkan Abdullah bin Ubay bin Salul pada salah satu Ghazwahnya, lantaran ia melemahkan semangat pasukan.

5. Berlaku adil dan berlaku sama rata terhadap seluruh anah buahnya, tidak mengistimewakan satu kelompok atas kelompok yang lain atau satu individu atas individu yang lain kecuali berdasarkan kemampuannya serta senantiasa menghindarkan diri dari sesuatu yang dapat menimbulkan perselisihan, konflik dan permusuhan.

6. Menjaga pasukan dari serangan dan serbuan musuh secara mendadak.

7. Memilih tempat-tempat persinggahan, dan medan-medan pertempuran, dimana medan tersebut sangat membantu mereka dalam peperangan dan pertahanan.

8. Mempersiapkan bekal dan perlengkapan yang dibutuhkan pasukan.

9. Selalu memantau gerak-gerik dan khabar musuh agar selamat dari tipu dayanya.

10. Memperkuat spiritual dan harapan mereka akan kemenangan, untuk menambah keberanian mereka dalam bertempur, dan ini termasuk salah satu faktor yang mendorong kemenangan, sebagaimana dalam firman Allah swt :

“(yaitu) ketika Allah menampakkan mereka kepadamu di dalam mimpimu (berjumlah) sedikit. Dan sekiranya Allah memperlihatkan mereka kepada kamu (berjumlah) banyak tentu kamu menjadi gemetar dan tentu saja kamu akan berbantah-bantahan dalam urusan itu, akan tetapi Allah telah menyelamatkan kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala isi hati”. (Al-Anfal : 43)

11. Bermusyawarah dengan orang-orang yang memiliki pengetahuan dan orang-orang yang bijak agar terhindar dari kesalahan (dalam membuat keputusan), sebagaimana Firman Allah swt :

Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekat, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya”.(Ali Imran 159)

Rasulullah saw bersabda :“Tiada suatu kaum mau bermusyawarah, melainkan mereka akan dituntun kepada yang terbaik dari perkara-perkara mereka”.

12. Menjaga pasukan agar tidak melakukan kerusakan dan maksiat, serta menindak mereka yang melakukan perbuatan sia-sia dan merusak.

Harits bin Hibban meriwayatkan hadits dari Aban bin ‘Utsman, dari Nabi saw bahwasannya beliau pernah bersabda :

Cegah/laranglah pasukan kalian dari melakukan kerusakan, karena sesungguhnya tiada sekali-kali suatu pasukan berbuat kerusakan melainkan pasti Allah akan mencampakkan rasa takut dalam hati mereka. Dan cegahlah pasukan kalian dari perbuatan ghulul, karena sesungguhnya tiada sekali-kali suatu pasukan berbuat ghulul, melainkan Allah akan menguasakan kepada mereka kegentaran. Dan cegahlah pasukan kalian dari perbuatan zina, karena sesungguhnya tiada sekali-kali suatu pasukan berbuat zina, melainkan Allah akan menguasakan kepada mereka kematian”.

Abu Darda’ berkata :

Wahai manusia, kerjakanlah amal-amal yang shaleh sebelum berperang, karena sesungguhnya kalian berperang dengan amal-amal kalian”.

Pimimpin haruslah menyayangi bawahannya seperti kasih sayang orang tua kepada putra-putranya. Mereka adalah amanah yang dititipkan padanya, kelak diminta pertanggungjawabannya pada hari kiamat, maka janganlah ia membawa mereka ke tempat-tempat yang membahayakan keselamatan mereka atau menghantarkan mereka kepada bahaya, namun jika ia harus berbuat demikian dan sikon menuntut untuk menempuh bahaya tersebut, maka sebisa mungkin ia harus menopang mereka dengan sesuatu yang dapat menjaga dan melindungi keselamatan mereka.

c. Musyawarah

Tatkala terjadi tukar pendapat, timbal balik nasehat, diskusi dan musyawarah bersama para pakar dan spesialis, akan memberikan bekal yang melimpah dalam hal informasi, data, sarana-prasarana, taktik, planning, langkah-langkah dan solusi-solusi bagi pimpinan dan bekal-bekal itu akan menambah luas cakrawala berpikirnya, memperkaya wawasannya, memperjelas essensi persoalan dan mempermudah perkara-perkara yang dihadapinya.

Allah swt Berfirman :

Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka ta’at kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.(At-Taubah 71)

Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah mebulatkan tekad, maka bertawakkallah kepad Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”.(Ali Imran 159)

Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Rabbnya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka;dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka”. (Asy-Syura 38)

Rasulullah saw bersabda :

Orang yang dimintai pendapat harus dapat dipercaya, jika mau ia berhak memberikan pendapat atau tidak”. (HR Ath-Tabrani)

Orang yang diminta pendapat harus dapat dipercaya, jika ia diminta berpendapat, hendaklah ia memberikan suatu pendapat sebagaimana ia melakukan untuk dirinya sendiri”.(HR Ath-Thalisi)

Tidak akan kecewa orang yang telah mencari pilihan (terbaik), dan tiak akan menyesal orang yang telah meminta pendapat, dan tidak akan miskin, orang yang (hidup) bersahaja”. (HR Ath-Tabrani)

Tolonglah saudaramu baik ia zhalim (berlaku aniaya) ataupun yang madzlum (dianiaya).”Maka bertanyalah seseorang yang mendengarnya, “Ya Rasulullah, aku menolongnya jika dianiaya, lalu apa pendapat tuan jika ia zhalim? Bagaimana aku menolongnya?” Beliau menjawab,”Engkau cegah ia atau engkau halangi ia dari berbuat zhalim, karena sesungguhnya itulah cara menolongnya”.(HR Al-Bazzar dan Ath-Thabrani)

Orang yang menunjukkan kepada kebaikan, adalah seperti orang yang mengerjakannya”. (Sirah An-Nabawiyyah)

Dari Abu Hurairah r.a. dia berkata :”Aku tidak pernah melihat seseorang yang begitu sering bermusyawarah dengan para sahabatnya, daripada Rasulullah”.(HR Al-Hakim)

6. Adab Anggota KOKAM dalam Perjuangan dan Peperangan

a. Baro’ah (meninggalkan dosa dan maksiat)

Melepaskan diri dari aib dan dosa, yakni dengan meninggalkan maksiat, bertaubat kepada Allah dari dosa yang pernah diperbuat, meluluskan niat dalam berjuang semata-mata hanya untuk Allah, dan melepaskan tanggungan dari para pemilik hak yang ada padanya dengan jalan membayarnya atau meminta kerelaan atau meminta izin dari pemilik hak tersebut.

Rasulullah bersabda :

Diampunkan bagi orang yang mati syahid dari semua dosa kecuali hutang”.(HR Ahmad dan Muslim)

Orang yang mati syahid di darat diampunkan semua dosanya kecuali hutang, dan orang yang mati syahid di laut diampunkan semua dosa, juga hutang dan amanahnya”.(HR Abu Nu’aim)

b. Tajhiz (menyiapkan perbekalan)

Menyiapkan dan mempersiapkan keperluannya selama pergi berperang atau berjuang di jalan Allah, baik makanan, minuman, pakaian dan peralatan-peralatan lain termasuk senjata kendaraan dan lain sebagainya jika pimpinan tidak menyediakan. Jika sudah disediakan seperti sudah dibentuk bagian logistik maka tinggal menggunakan dan merawatnya dengan sebaik-baiknya.

c. Mulazamatudz-dzikir (senantiasa berdzikir)

Seorang anggota KOKAM harus senantiasa mengingat Allah Ta’ala, memohon pertolongan-Nya, bertawakal pada-Nya, dan menggantungkan harapan pada-Nya dalam setiap gerak dan seluruh keadaannya.

Oleh karena bantuan, kekuatan, dan pertolongan hanya datang dari pada-Nya saja, dan Dia berkuasa atas segala sesuatu. Maka yang mula pertama anggota KOKAM harus gandrungi adalah mengerjakan shalat yang wajib, tilawah Al-qur’an, meperdalam pengetahuan dalam urusan Dien khususnya fiqh jihad fi sabilillah, sebagaimana ia harus memiliki kecintaan yang sangat kuat untuk mengerjakan shalat-shalat sunnat, berdzikir, dan membaca doa-doa yang ma’tsur;demikian pula ia harus bersungguh-sungguh untuk menjadikan dirinya zuhud terhadap dunia serta cinta kepada kehidupan akhirat, ia putuskan segala pikiran yang mendorong kepada kecintaan terhadap harta, perniagaan, keluarga, anak, kesenangan dunia dengan segala perhiasannya...sampai ia dapat memutus jalan syetan dan menutup pintu masuk ke dalam dirinya untuk membujuk, menggoda dan menipu, sehingga tinggallah ia sendiri bersama Rabbnya, menyembah, memohon pertolongan, mengharap, dan menginginkan dengan sungguh-sungguh apa-apa yang ada pada sisi-Nya. Demikian pula ia harus bersungguh-sungguh dalam mempraktekkan adab-adab Islam dalam semua urusannya. Tidak meninggikan suara dalam berdzikir selama berperang di luar keperluan, tidak mengharap bertemu dengan musuh, tapi memohon kepada Allah keselamatan, keteguhan, kesabaran, dan syahadah, serta karunia di syurga.

Allah swt Berfirman :

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung”.(Al-Anfaal 45)

Diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal ra, bahwasannya Rasulullah saw pernah bersabda :

Berbahagialah bagi orang yang banyak menyebut (nama) Allah dalam jihad, karena sesungguhnya ia memperoleh dengan satu kata (yang ia ucapkan) tujuh puluh ribu hasanah, dan setiap hasanah dari padanya ia mendapat sepuluh kali lipat yang semisalnya dari sisi Allah sebagai tambahan”.(HR Ath-Thabrani)

Diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal ra, dari Rasulullah saw bahwasannya pernah seorang lelaki bertanya kepada beliau :

Mujahidin mana yang paling besar pahalanya?” Beliau menjawab :”Yang paling banyak berdzikir kepada Allah Tabaaraka wa Ta’ala..”.(HR Ath-Thabrani)

Dalam peristiwa perang Badar Rasulullah berdo’a dengan menghadap kiblat, kemudian menjulurkan tangannya ke atas, beliau lalu memuji Rabbnya dan berdoa :

Ya Allah, penuhilah apa yang telah Engkau janjikan kepadaku : Ya Allah datangkanlah apa yang telah Engkau janjikan kepadaku; Ya Allah, andai binasa segolongan (kecil) dari ahli Islam ini, niscaya Engkau tidak akan lagi disembah di muka bumi”.

Beliau terus menghiba dan memohon kepada Rabbnya, menengadahkan kedua tangannya hingga terjatuh jubahnya. (HR Muslim)

Dari ‘Abdullah bin Abu Aufa ra, dia berkata :”Pada suatu hari ketika Rasulullah saw sedang berhadapan dengan musuh, beliau menunggu hingga matahari condong ke barat, kemudian beliau berdiri di hadapan khalayak dan berkata :

Wahai sekalipun manusia, janganlah kalian menginginkan bertemu dengan musuh, mintalah kepada Allah keselamatan, dan jika kalian menghadapi musuh maka bersabarlah, dan ketahuilah bahwa surga itu di bawah naungan pedang”.

Kemudian beliau berdo’a :

Ya Allah, yang menurunkan Al Kitab, yang menjalankan awan, yang mrngalahkan Ahzab (pasukan yang bersekutu), kalahkanlah mereka dan menangkanlah kami atas mereka”.

Dalam riwayat lain dikatakan:

Ya Allah yang menurunkan Al Kitab, yang sangat cepat perhitungan-Nya, kalahkanlah pasukan yang bersekutu, Ya Allah, kalahkanlah mereka dan goncangkanlah mereka”. (HR Bukhari dan Muslim)

7. Adab Anggota KOKAM ketika Menghadapi Peperangan

Senantiasa Mengingat Keagungan Allah, Teguh, senantiasa Muhasabah (Instropeksi), serta Sabar dan Mushabarah

Sesungguhnya saat-saat berperang melawan usuh, khususnya ketika dua pasukan telah saling berhadapan dan saling menyerang, merupakan saat-saat yang menggetarkan. Saat seperti itu merupakan beban yang berat dan mengandung nilai yang penting dalam peperangan. Masing-masing pihak berusaha mengacaukan lawannya, menjatuhkan morilnya, menanamkan ketakutan dan perasaan takut mati serta melemahkan semangat mereka dengan serbuan yang menakutkan; taktik strategi yang mencengangkan maupun pendadakan yang mengejutkan. Maka pihak manapun yang memenangkan peperangan ini, akan dapat mengendalikan jalannya peperangan; akan mampu memanaskan dan mendinginkan situasi kapanpun dikehendaki, meningkatkan semangat dan moril pasukannya, serta akan mampu mencapai kemenangan dan menghindarkan diri dari kekalahan.

Kontak senjata yang pertama menjadi ukuran terhadap langkah-langkah selanjutnya, bernilai negatif atau positif, menentukan kalah atau menang. Untuk itu sudah seharusnya suatu pasukan teguh hati di medan peperangan dengan membekali diri dengan kekuatan iman yang kokoh, moril (ruhiyah) yang tinggi dan semangat yang membara, dimana hal itu bisa didapatkan dari slogan-slogan dan semboyan perjuangan yang mulia, nasihat dan arahan imaniah untuk senantiasa dzikrullah dan bersabar terhadap bala’ serta kerinduan kepada syurga dan kepada mati syahid dan kecintaan untuk bertemu dengan Allah swt.

Allah swt Berfirman :

“Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mu’minin itu untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar diantara kamu niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang (yang sabar) diantara kamu, maka mereka dapat mengalahkan seribu daripada orang-orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti”.(Al-Anfal : 65)

“Maka berperanglah kamu pada jalan Allah, tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri. Kobarkanlah semangat para mukmin (untuk berperang). Mudah-mudahan Allah menolak serangan orang-orang yang kafir itu. Allah amat besar kekuatan dan amat keras siksaan(Nya)”.(An-Nisa : 84)

Ada beberapa cara untuk menumbuhkan keteguhan hati dan pendirian di medan peperangan, diantaranya :

1. Bertakbir ketika melakukan peperangan untuk mengingat kebesaran Allah, karena barangsiapa yang senantiasa mengingat kebesaran Allah, maka ia akan menganggap remeh selain-Nya. Dan barangsiapa takut kepada Allah, maka ia tidak akan takut kepada selain-Nya.

2. Senantiasa mengingat bahwa kematian itu adalah perkara yang haq (pasti), tidak ada seorangpun yang dapat lari darinya, tidak dapat diakhirkan (ditunda) karena meninggalkan peperangan maupun dimajukan dengan melakukan peperangan. Kematian hanyalah satu, tidak ada duanya.. dan kematian yang mulia bagi seorang mukmin adalah mati syahid fi sabilillah.

3. Senantiasa meyakini bahwa janji Allah adalah haq (benar), dipenuhinya janji-janji itu merupakan sebuah kepastian...dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

4. Hendaklah menyerang musuh ketika mereka dalam keadaan lengah dengan cepat dan tepat, dengan berharap pertolongan Allah, bertawakal kepada-Nya dengan keberanian yang terukur, teguh hati dan penuh perhitungan serta dengan penuh kesabaran, dengan berharap ridho Allah, pahala yang besar dan kenikmatan yang kekal.

5. Bersabar dan senantiasa menjaga kesabaran dalam pedih dan kerasnya perjuangan dan peperangan serta resikonya. Dan senantiasa menyadari bahwa diantara kemenangan dan kekalahan memerlukan kesabaran, oleh karena itu hendaklah memperbanyak do’a di medan peperangan dan perjuangan dalam rangka mengegakkan kebenaran dan kalimatullah, karena do’a di wktu peperangan itu mustajab.

Allah swt Berfirman :

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung. Dan ta’atlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampung-kampung dengan rasa angkuh dan dengan maksud ria’ kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah. Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan. Dan ketika syaitan menjadikan mereka memandang baik pekerjaan mereka dan mengatakan :”Tidak ada seorang manusia yang dapat menang terhadap kamu pada hari ini, dan sesungguhnya saya ini adalah pelindungmu”. Maka tatkala kedua pasukan itu telah dapat saling lihat melihat (berhadapan), syaitan itu berbalik ke belakang seraya berkata:”Sesungguhnya saya berlepas diri daripada kamu; sesungguhnya saya dapat melihat apa yang kamu sekalian tidak dapat melihat; sesungguhnya saya takut kepada Allah”. Dan Allah sangat keras siksa-Nya”. (Al-Anfal : 45-48)

Dikisahkan, ketika Rasulullah saw mengutus sekelompok pasukan (satu thoifah) untuk mengejar pasukan Abu Sofyan seusai perang Uhud, mereka mengeluh atas luka-luka yang mereka dapatkan dalam peperangan. Maka turunlah ayat :

“Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya merekapun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.(An-Nisa :104)

Bersabda Rasulullah saw :

“Ada dua waktu dimana ketika itu dibuka pintu-pintu langit, dan sedikit sekali do’a yang tidak dikabulkan pada waktu itu, yaitu pada wktu diserukannya adzan dan pada saat dalam barisan berperang fi sabilillah”.

“Dua masa apabila seseorang berdo’a tidak ditolak oleh Allah; yaitu pada saat diserukannya adzan dan pada saat berkecamuknya peperangan”.(HR Abu Dawud dan Ibnu Hiban)

“Kesabarn itu awal penyerangan”. (HR Al-Bazaar)

“Orang yang sabar itu adalah yang bersabar diwaktu penyerangan pertama”.(HR Al-Bukhari)

8. Adab Anggota KOKAM Seusai Peperangan

a. Apabila Menang

Seorang anggota KOKAM tidak akan menjadi congkak, berbangga diri, sombong dan bersikap pongah lantaran mabuk kemenangan dan terdorong oleh luapan rasa gembiranya, namun ia akan ingat akan karunia Allah yang memberikan kepadanya dengan kemenangan tersebut, sehingga iapun memuji Allah dan bersyukur kepada-Nya dengan sikap merendahkan diri, tunduk dan khusyu’.

Muhammad bin Ishaq berkata : Telah mengkhabarkan kepadaku ‘Abdullah bin Abu Bakar, bahwa tatkala Rasulullah saw sampai di Dzi Thuwa, beliau berhenti di atas kendaraannya, mengenakan ikat kepala dengan sobekan kain bergaris merah, beliau menundukkan kepalanya merendahkan diri kepada Allah saat melihat kemenangan yang dilimpahkan Allah kepadanya hingga ujung jenggotnya hampir-hampir menyentuh bagian tengah punggung ontanya.

Berkata Al Hafizh Al Baihaqi, dari Anas, dia berkata :

“Rasulullah saw masuk ke Mekkah pada hari penaklukannya, sedangkan dagunya di atas pelana kendaraannya menampakkan sikap khusyuk’ “.

b. Apabila gagal (kalah)

Seorang anggota KOKAM akan mengembalikan sebab kegagalan kepada dirinya sendiri, demikian pula kekurangan, kelalaian, dan ketidakberesan yang terjadi, lalu ia meneliti dan mengoreksinya serta menghubungkan dengan Al Qur’an dan As Sunnah, kemudian menimbangnya dengan timbangan Islam dan iman, untuk mengetahui di mana letak kesalahan dan kelemahan, dan untuk mengetahui di mana letak kekurangan dan penyimpangan, lalu ia bertaubat kepada Allah dan beristighfar atas kesalahan yang ia perbuat, baik yang ia ketahui atau yang tidak diketahui.

Sebagaimana ia tetap mengharap pahala dari sisi Allah atas usaha yang telah ia curahkan, kebaikan yang telah ia lakukan, dan kemampuan yang telah ia kerahkan. Demikian pula ia tidak merasa putus asa serta berharap dari rahmat Allah, bantuan, pertolongan dan peneguhan-Nya pada kesempatan-kesempatan yang lain di masa mendatang, karena ia mengimani dan meyakini bahwa segala urusan itu berjalan dengan ketentuan Allah, ia merasa berkewajiban untuk mengerahkan segenap kesungguhan dan kemampuannya, dan tidak dibebani untuk meraih keberhasilan, sebab keberhasilan itu merupakan pemberian Allah, anugerah dan karunia-Nya.

Allah swt Berfirman :

“Apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan membinasakan mereka tetapi Allah hendak menguji sebagian kamu dengan sebagian yang lain. Dan orang-orang yang gugur pada jalan Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan amal mereka. Allah akan memberi pimpinan kepada mereka dan memperbaiki keadaan mereka, dan memasukkan mereka ke dalam syurga yang telah diperkenalkan-Nya kepada mereka”. (QS Muhammad : 4-6)

“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong agama Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu”. ( QS Muhammad : 7)

“Dan jangan kamu berputus asa dari Rahmat allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari Rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir”. (QS Yusuf : 87)

“Dan apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia niscaya berpalinglah dia, dan membelakangi dengan sikap sombong, dan apabila dia ditimpa kesusahan niscaya dia berputus asa”.(Al Isra’ : 83)

c. Melakukan Evaluasi dan Pembenahan

Merupakan suatu keharusan seusai perang, apapun hasilnya baik menang atau kalah , untuk mengadakan evaluasi dan pembenahan. Dengan evaluasi ini akan dapat diketahui hal-hal yang positif dan hal-hal yang negatif, yang baik dan yang buruk, atau yang benar dan yang salah, dan dapat diketahui pula penyebab bagi keadaan tersebut, kemudian dilakukan muhasabah terhadap mereka.

FIQH JIHAD

FIQH JIHAD

Jihad dalam bahasa arab berarti ‘menguras kemampuan dan melawan musuh’ jahada Al-Aduw berarti Qatalahu ‘memeranginya.

Jihad adalah seruan kepada agama yang haq. Jihad dapat dilakukan dengan tangan dan lisan.Rasullullah saw bersabda :

“Berjihadlah kepada orang-orang kafir dengan tanganmu dan lisanmu.”

Lafadz Jihad dalam Al-Qur’an dipakai untuk mengindikasikan beberapa makna, antara lain:

Pertama:

Berjihad melawan orang-orang kafir dengan menggunakan argumen dan hujjah. Allah berfirman,

“Hai nabi, berjihadlah(melewan ) orang-orang kafir dan orang-orang munafiq itu.” (At-Taubah:73 dan At-Tahrim:9,Al-Furqan:25

Kedua:

Berjihad melawan para pendukung kesesatan dengan pedang dan peperangan. Sebagaimana firman Allah dalam: An-Nisa’ :59,Al-Baqarah:218

Ketiga:

Berjihad melawan hawa nafsu.

“Dan barang siapa yang berjihad , maka sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. (Al-Ankabut:6)

Keempat:

Berjihad melawan setan dengan cara tidak menaatinya karena mengharapkan hidayah Allah.:

“Dan orang-orang yang berjihad untuk mencari keridhaan Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang berbuat baik.” (Al-Ankabut:69)

Kelima:

Jihad menghadapi hati untuk mendapatkan hubungan dan kedekatan (dengan Allah).

“Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama sesuatu kesempitan.” (Al-Hajj:78)

Jihad Menurut Para Ulama

Para fuqaha membagi Jihad menjadi empat macam:

  1. Jihad terhadap jiwa
  2. Jihad terhadap setan
  3. Jihad terhadap pelaku kezaliman dan kemunkaran.
  4. Jihad terhadap orang kafir, munafiq dan sejenisnya.

Jihad terhadap jiwa terdapat dalam empat medan, yaitu:

1. Jihad terhadap jiwa dengan memaksanya untuk mempelajari agama dan mengenal Allah.(Muhammad:19)

2. Jihad terhadap jiwa dengan memaksanya untuk mengamalkan apa yang telah diketahuinya dan difahami.(At-Taubah:105, Az-Zalzalah:7,8)

3. Jihad terhadap jiwa dengan memaksanya untuk mengajarkan ilmu dan amal yang telah diketahuinya dan dipelajari kepada orang lain.(Ali Imran:187,An-Nahl:125)

4. Jihad terhadap jiwa untuk bersabar menghadapi kesulitan dalam mengajarkan ilmu, berdakwah dan melekukan amar ma’ruf nahi munkar.(al_Ankabut:1-3).

Jihad Terhadap Setan

Jihad terhadap setan dilakukan dalam dua bidang,yaitu:

1. Jihad terhadapnya dengan menolak keragu-raguan dan syubhat yang dihembuskan dalam jiwa manusia.

Jiahad ini dapat dilakukan dengan mengokohkan keimanan, istighfar,dan membaca ayat-ayat al-Qor’an.

2. Jihad terhadap setan dengan meninggalkan segala hal yang menghiasi penyimpangan dari manhaj Allah serta pelanggaran terhadap perintah dan larasngannya.

Dalam hal ini hendaknya kita mengingat hadits nabi saw.

“Surga itu diliputi dengan hal-hal yang tidak disukai, dan neraka itu diliputi hal-hal yang disukai.

Dan firman Allah dalam surat( Maryam: 59, Al- Baqqarah:155-157,Ali Imran:134, Al Isra’:53, Al-A’raf:200)


Jihad Terhadap Pelaku Zalim Dan Kemungkaran

Jihad ini terkadang mencapai tingkat Fardhu’ain, dan terkadang mencapai Fardhu kifayah

Jihad ini menjadi fardhu ‘ain bagi orang yang menyaksikan kezaliman atau kemunkaran dan tiada orang lain yang mengetahuinya selain dirinya, demikian juga jika tidak ada yang mampu mencegah selain dirinya.

Jihad ini menjadi fardhu kifayah , bila telah ada seseorang dari kaum muslimin yang mencegah dan berjihad terhadap kezaliman dan kemunkaran tersebut.

Jihad terhadap kezaliman dibagi menjadi tiga tingkatan:

1. Jihad kepada mereka dengan tangan dan kekuatan.

2. Jihad kepada mereka dengan lisan dan pena

3. Jihad kepada mereka dengan hati.

Muslim meriwayatkan dengan sanadnya dari ibnu Mas’ud ra, bahwasnya Rasulullah bersabda:

“Tiada seorang nabi pun sebelumku yang diutus oleh Allah kepada suatu umat, kecuali ia mempunyai hawari ’pengikut setia’ dan sahabat dari kalangan umatnya. Mereka melaksanakan sunahnya dan mengikuti perintahnya. Kemudian setelah mereka datanglah beberapa generasi pengganti yang mengatakan sesuatu yang tidak mereka lakukan dan melakukan sesuatu yang tidak diperintahkan. Barang siapa yang berjihad kepada mereka dengan tangannya maka dia adalah mukmin. Barang siapa yang berjihad kepada mereka dengan lisannya maka dia adalah mukmin. Barang siapa yang berjihad kepada mereka dengan hatinya , maka mereka adalah mukmin. Dan tiada keimanan lagi setelah itu, meskipun sebiji sawi.”

Sebagaimana firman Allah dalam : ( Fushilat:33-35,An-Nahl:125,Yusuf: 108)

Jihad Terhadap Musuh-Musuh Allah

Para Ulama sepakat , bahwa jihad terhadap mereka terdiri dari empat tingkatan:

  1. Jihad terhadap mereka dengan hati
  2. Jihad tyerhadap mereka dengan lisan.
  3. Jihad terhadap mereka dengan harta.
  4. Jihad terhadap mereka dengan jiwa.

KOKAM

KOKAM